Susi Respati Setyorini

Guru kimia yang jatuh cinta dengan tulis menulis. Ingin menulis apa aja dan di mana aja....

Selengkapnya
Navigasi Web
Undangan
by Canva

Undangan

Tanganmu membelai undangan warna peach bertulis nama Rayyan juga kamu. Seulas senyum menghiasi wajah ayu milik kamu. Sudah pasti kamu amat bahagia karena pada akhirnya menemukan pria yang serius mengajakmu menikah. Istilah kamu, mengajak ke Jannah-Nya.

Kamu memang tipe perempuan unik. Tidak suka pacaran. Menurutmu pacaran hanya membuang waktu. Setelah sekian lama bersama, belum tentu akan menikah. Umurmu memang baru 20-an, tetapi menghadapi keluarga dan ditanya kapan nikah, membuatmu jengah. Terlebih lagi setiap lebaran kamu masih saja sendiri. Pertanyaan yang kamu benci itu mengintai setiap bertemu para tetua.

Tahun ini, kamu bisa bernapas lega. Undangan warna kalem berukir nama kamu dan pria pilihanmu sudah di tangan. Gempuran pertanyaan ‘kapan’ sudah sirna.

“Undangan buat siapa?” tanya Denisa, adikmu.

“Eshan.”

What?” Mulut Denisa memekik. Kedua tangannya buru-buru menutup mulut setelah kamu melotot memperingatkanya. “Nggak salah?” tanya Denisa lagi.

“Apa yang salah? Aku cuma mengundangnya.”

“Aku takut ada yang pingsan,” celetuknya sembari beranjak pergi.

“Yang jelas bukan aku,” bantahmu.

“Gimana kalau Bang Rayyan?”

Kamu tercenung meresapi kalimat terakhir Denisa sebelum dia keluar kamar. Dengkusan napasmu melepas himpitan sesak yang tiba-tiba. Ingatanmu terbang ke sebuah masa.

*

“Mas, Ibu nanyain kamu.” Sore itu kamu membuka bicara setelah Eshan datang sepuluh menit lalu.

Eshan masih bergeming. Jari-jarinya menekan-nekan kuku. Kamu membiarkan pria itu dengan aktivitasnya. Bersabar menunggu reaksinya. Helaan napas terdengar pelan, tetapi tidak juga menyuarakan isi hatinya.

“Mas, ka–”

“Kalau Ibu nanyain kapan aku nglamar kamu, jawabannya aku belum tahu.” Ada jeda sesaat. “Aku belum siap, aku baru merintis karir.”

Kamu mengangguk. Merintis karier, desahmu lirih.

“Aku minta kamu ngertiin posisi aku.”

“Waktuku terbuang sia-sia.”

“Nggak ada yang sia-sia. Aku pasti nikahin kamu!” ucapnya tegas menggantung.

“Kapan? Sampai kapan aku nunggu? Sampai aku ubanan? Yang ada kamu ninggalin aku, Mas!”

“Beri aku waktu.”

“Waktu tungguku sudah habis. Menikahlah dengan keluargamu.”

Kamu kesal, lalu pergi meninggalkan pria itu di taman.

*

Kantung belanja terlepas dari genggaman ketika seseorang menabrak kamu dari belakang. Isinya berserakan di lantai. Dengan sigap pria itu jongkok dan membantu memunguti buah-buahan yang terserak.

“Ma-maaf, Mbak. Saya buru-buru.”

Kamu tidak memandang pria yang lancang menyenggol pundakmu barusan, melainkan lebih fokus menyelamatkan barang belanjaanmu.

“In-ni, Mbak ….” Bibirnya mendadak terkunci. “Avi?”

Mimpi apa kamu bertemu pria ini setelah meninggalkannya di taman sore itu. Kamu mematung. Salah tingkah hinggap beberapa saat.

“Mas, aku ngundang kamu besok.” Kalimat itu spontan terucap mengurangi canggungmu. “Aku nikah, Mas.”

Eshan berucap syukur, lantas tersenyum. Pria itu memberimu selamat. Menjabat tanganmu beberapa detik sebelum buru-buru dilepas ketika seseorang memanggil namanya. Wanita cantik berambut sebahu dengan perut buncit.

“Mas? Ini siapa?”

Airmolek, 16 Mei 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

cerpen keren bunda,,ijin follow ,jangan lupa follback yah

17 May
Balas

siapppp

17 May

Keren sekali. Ternyata... Asyik ada twistnya

18 May
Balas

hai Ibu terima kasih

18 May



search

New Post