Retno Kusumo Wardani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Mengertilah (Rayhan)

Mengertilah

(Rayhan)

Oleh : Retno Kusumo Wardani

Jam 6.30 pagi. Bergegas Rayhan menyelesaikan dandanannya. Merapikan rambut, semprot parfum, tak lupa memakai jam kesayangannya. Beres. Diambilnya tas dari meja belajarnya.

“Sarapan dulu …”

Dengan semangat Rayhan keluar kamar menuju meja makan. Sepi. Tengak-tengok seisi rumah tampak tak ada orang selain dirinya.

Tiba-tiba semangat Rayhan menguap. Sudah dua bulan ini Rayhan selalu sarapan sendiri. Sejak bekarja di sebuah butik, ibu selalu berangkat pagi-pagi sekali.

Ayah? Ah, entah di mana sekarang. Tiga bulan yang lalu ayah dan ibu bercerai, setelah sebelumnya sering Rayhan jumpai mereka bertengkar. Entah apa yang mereka ributkan, yang Rayhan tahu setelah pertengkaran-pertengkaran itu, ayah dan ibunya menjadi dingin. Mereka tidak lagi saling bercanda seperti biasanya. Bahkan ketika Rayhan meledek mereka dengan candaan mereka tidak merespon.

“Rayhan, Ibu dan Ayah memutuskan untuk berpisah,” kata ibu pelan.

Meski pelan suara Ibu, namun bagi Rayhan terdengar seperti petir di siang bolong.

“Maksud Ibu?” tanya Rayhan bingung.

“Ibu dan Ayah bercerai.” jelas Ibu dengan suara bergetar. Ada bulir-bulir air mata yang mengalir dari pipinya.

“Kenapa?” tanya Rayhan semakin tak mengerti.

“Ada masalah yang belum saatnya kamu tahu,” elak Ibu.

“Bu, …?”

Ibu hanya menggeleng kuat.

“Ray, kamu anak Ibu dan akan tetap menjadi anak Ibu.” kata Ibunya sambil memeluk Rayhan erat.

Rayhan benar-benar tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. CERAI?! Kenapa??

Sudah dua minggu Rayhan tidak melihat ayahnya di rumah. Rayhan pikir ayahnya sedang keluar kota seperti biasanya. Tapi kenapa Ibu tiba-tiba bilang mereka sudah bercerai? Apa alasannya? Ibu tetap tak mau menjelaskannya.

Perpisahan Ayah dan Ibunya benar-benar mengubah segalanya. Tak ada lagi canda Ayah di rumah. Tak ada lagi tawa riang ibu saat melihat Rayhan dan ayah saling mengalahkan dalam permainan basket di kebun belakang, dan tak ada lagi Ibu yang selalu menemaninya sarapan!

Rayhan menuju ke meja makan. Roti tawar berisi selai coklat dan secangkir susu UHT kesukaannya telah tersedia. Di sebelahnya ada sejumlah uang tergeletak.

“Aaaargh…” tiba-tiba emosi Rayhan memuncak. “Aku nggak butuh ini!”

Dilemparnya uang dan roti tawarnya. Mug berisi susu hampir jatur tersenggol. Reflek Rayhan menangkap mug itu. Dipandanginya gambar dalam mug itu sebelum menghempaskannya di atas meja.

Di sekolah saat jam istirahat.

Rayhan duduk termenung di bangku depan kelasnya.

Semua sudah berubah. Nggak ada lagi yang peduli! Semua sibuk dengan urusan masing-masing.

Ibu tenggelam dengan pekerjaannya. Mungkin melampiaskan kesedihannya karena perceraian itu. Tapi apakah Ibu tahu kalau aku juga sedih?

Ayah? Entah di mana dia sekarang. Sejak perceraiannya tak pernah sekali pun dia datang ke rumah untuk melihat anaknya. Atau mungkin sudah melupakanku?

“Bro, suntuk amat. Kenapa?” tiba-tiba Reza, teman satu kelas yang terkenal sebagai anak bengal datang menghampiri Rayhan.

“Ga papa, Rez,” jawab Rayhan lesu.

“Daripada suntuk, pulang sekolah nanti ikut aku yuk, kita nongkrong sama anak-anak,” ajak Reza.

Sebetulnya Rayhan tidak akrab dengan gank Reza. Mereka dikenal sebagai anak bengal di sekolah. Tap kali ini ajakan Reza menarik juga. Dari pada bete, mending sekali-kali gaul dengan orang yang berbeda. Siapa tahu bisa menyenangkan.

Sebuah kafe sore hari.

Rayhan dan Reza memasuki sebuah ruangan. Di sana teman-teman Reza dari berbagai sekolah telah berkumpul.

“Hi bro, kenalin ni, gua bawa teman baru…” teriak Reza ditengah hingar-bingar suara musik dan tawa teman-temannya.

Teman-temannya yang sedang asyik bercanda langsung menoleh ke arah Reza. Salah satu dari mereka menghampirinya.

“Kayaknya anak baik, Rez? Ngapain lo ajak ke sini?”

“Halah lo, gua dulu juga anak baik, kan? Sekarang juga gua ada di sini.” jawab Reza. “Dia sama kaya kita, korban keegoisan orang tua!”

Dan di sinilah Rayhan sekarang. Banyak teman senasib ternyata di sini, tapi mereka tetep terlihat bahagia. Tak ada raut kesedihan dari wajah mereka, tak ada kegalauan yang mereka tunjukan.

“Bapakku lari dengan perempuan lain, Ibu jadi simpanan om-om, aku ga peduli, yang penting mereka masih kasih aku duit,” kata Bobby enteng.

Rayhan merasa diterima di lingkungan barunya. Rayhan ikut-ikutan temannya mencoba bahagia dengan caranya.

Ajaib! Masalah yang dirasakan memang hilang. Meski sebentar dan kemudian muncul lagi ingatan tentang ayah dan ibunya, tapi sekarang Rayhan punya cara untuk menghilangkannya. Rayhan benar-benar merasa bahagia.

Jam sebelas malam, Rayhan baru pulang. Seragam sekolah masih dikenakannya.

“Rayhan!” sambut Ibu cemas. “Astaghfirullah, …. Rayhan, apa-apaan kamu?!”

Kaget Rayhan melihat Ibu sudah ada di depannya. Biasanya saat Rayhan pulang Ibu sudah tidur, kenapa sekarang ada di depannya? Ah, apa pedulinya! Toh selama ini Ibu juga tidak pernah peduli.

Tiba-tiba sebatang sapu mendarat di pantat Rayhan.

Rayhan menatap Ibunya. Ibu bahkan sekarang sudah berani memukulku? Ibu memang sudah tidak sayang aku lagi!

Namun tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Rayhan. Terhuyung sambil merasakan perihnya bekas pukulan sapu di pantat, Rayhan masuk kamarnya.

Ibu, pukulan ini tidak seberapa sakitnya dibandingkan dengan hatiku. Ibu memang sudah tidak peduli padaku lagi!

Hari ini guru BK menemui Rayhan di kelasnya. Secarik kertas diserahkan ke Rayhan. Rayhan hanya melirik sekilas. Surat panggilan orang tua.

“Siapa yang peduli?” batin Rayhan.

Di sekolah saat jam istirahat.

“Rayhan, dipanggil Pak Budi, disuruh ke ruang BK!” kata Rani teman sebangkunya.

“Oooh, …” datar eskpresi Rayhan.

Ini bukan pertama kalinya Rayhan dipanggil Pak Budi, guru BK-nya. Selalu sama, Pak Budi menasehati agar jadi anak baik, belajar yang rajin seperti Rayhan yang dulu, dan lain-lain dan lain-lain. Membosankan.

Rayhan masuk ke ruang BK. Agak kaget ketika dilihatnya ibunya sudah ada di dalam ruangan bersama Pak Budi.

“Ooh, Ibu pasti menemukan surat panggilan orang tua di kamar,” pikir Rayhan.

“Rayhan, bapak panggil kamu dan ibu kamu untuk membicarakan masalahmu. Rayhan yang Bapak kenal dulu tidak seperti sekarang. Kenapa kamu berubah?” kata Pak Budi mengawalinya.

“Rayhan, ingat masa depanmu masih panjang, … bla…bla… bla…”

Rayhan sudah bosan mendengar nasehat yang itu-itu saja dari guru BK-nya.

“Aku tidak butuh nasehat! Aku ingin gantian kalian yang mendengarkan apa mauku, bukan aku yang harus mendengarkan kalian terus!” teriak Rayhan dalam hati.

Pak Budi dan Bu Aisyah, ibu Rayhan terus saja menasehatinya.

“Rayhan, selama ini Ibu bekerja buat kamu, buat membiayai pendidikan kaum, kenapa begini balasan kamu, Nak?” Bu Aisyah terisak.

Aku nggak butuh duit! Aku cuma ingin kalian mengerti aku! Aku ingin seperti dulu lagi!” Aku nggak butuh nasehat kalian! Aku ingin didengar, dimengerti!

Rasanya memang tidak ada yang memahami Rayhan. Ibu masih saja sibuk bekerja. Ayah pun tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Di sekolah, guru marah-marah pada Rayhan karena dianggap sebagai biang keonaran. Teman-temannya, sahabatnya menjauhinya karena tak ingin terlibat masalah dengannya.

Hanya Reza dan ganknya di cafe yang mau menerima dirinya apa adanya. Dengan merekalah Rayhan merasa bahagia, karena mereka memahaminya.

Siang ini di sekolah, ketika sedang pelajaran Kimia, tiba-tiba Pak Budi dan beberapa orang guru masuk ke kelas. Heboh seisi kelas karena tahu pasti bakalan ada razia ketertiban.

Rayhan pucat pasi. Didekapnya tas sekolah yang sebelumnya tergeletak di laci meja. Keringat dingin membasahi baju seragamnya.

“Rayhan, serahkan tas kamu!” perintah Pak Budi.

“Nggak … nggak usah, Pak,” kata Rayhan gugup.

Namun Pak Budi tetap menarik paksa tas Rayhan. Sempat tarik-tarikan, namun akhirnya Rayhan melepas tasnya.

“Rayhan, ini apa?” tanya Pak Budi sambil menunjukkan sebuah bungkusan.

Rayhan tertunduk.

“Ikut Bapak ke ruang BK!”

Hari ini hari yang kelam bagi Rayhan. Bersama Ibunya, mereka duduk di ruang kepala sekolah. Di depannya secarik kertas yang tertulis nama Muhammad Rayhan tergeletak. Surat yang menyadarkan Rayhan bahwa masa depannya sedang di ambang kehancuran.

Rayhan memandang surat itu, kemudian memandang ibunya. Terlihat Ibunya sedang menghapus air mata.

Tiba-tiba penyesalan menghinggapi perasaan Rayhan. Terbayang wajah lelah ibunya yang sempat beberapa kali dipergokinya saat pulang dari kantor. Terbayang belaian ibunya yang tiap malam Rayhan rasakan setiap kali ibunya hendak beranjak tidur. Terbayang kerja keras ibunya saat harus lembur di rumah.

Baru kemarin Rayhan tahu bahwa ayahnya pergi meninggalkan dirinya dan Ibu demi wanita lain. Baru kemarin Rayhan tahu selama ini Ibunya bekerja keras untuk menghidupinya, karena ayahnya tak pernah sekali pun menafkahinya. Semua terlambat! Rayhan terlanjur menghancurkan masa depannya sendiri.

“Maafin Rayhan, Bu,” lirih suara Rayhan.

Bu Aisyah mengangguk dan tersenyum tipis. Dipeluknya Rayhan.

Hari ini, bulat sudah tekad Rayhan untuk berubah. Di depan kobaran api yang menyala, Rayhan membuang morfin yang masih tersisa. Di sampingya berdiri Bu Aisyah sambil tersenyum.

“Belum terlambat Ray, kamu pasti bisa bangkit dan melewatinya,” bisiknya di telinga Rayhan.

Rayhan mengangguk setuju. Ya, harus bisa! Demi masa depanku! Demi kebahagiaanku dan terutama Ibu!

Ternyata narkoba hanya mampu membuatku melupakan kesedihan, tapi tidak menghilangkannya, justru membawa kehancuran.

Ide Cerita : Virdha Farkhatul F (XII.IPS2 SMA N 1 Sokaraja) dari skenario film pendek “Mengertilah”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post