Kehidupan Baru di Ibu Kota
Kehidupanku di Jakarta tidak seindah yang kami bayangkan, meskipun aku telah tinggal satu rumah dengan suami tak serta merta membuat rumah tangga kami tentram. Pekerjaan suami mengalami masalah, usaha yang dirintis suami terancam bangkrut karena terlalu banyak hutang. Aku yang tidak bekerja merasa tak berguna, tidak bisa membantu suami menopang kehidupan rumah tangga. Aku putuskan untuk kembali bekerja, berbekal ijazah S1 kuberanikan diri untuk mencari pekerjaan. Beberapa tempat aku datangi untuk melamar pekerjaan. Akhirnya aku diterima menjadi Teller di salah satu Bank swasta.
Aku mulai masuk kerja, mas Yudha lebih banyak di rumah karena usahanya sedang sepi. Aisha diasuh oleh ibu mertua dan sesekali mas Yudha mengurus Aisha di rumah. Alhamdulillah dengan gajiku, aku bisa membantu memenuhi kebutuhan keluarga, khusunya kebutuhan Aisha.
Semakin lama semakin banyak beban pekerjaan yang harus aku tanggung, aku berangkat sebelum orang-orang bangun dari tidurnya dan kembali ke rumah saat orang-orang bersiap-siap untuk istirahat malam. Aku pulang ke rumah selalu dalam keadaan lelah, tak jarang pula aku membawa pulang pekerjaanku, dan menyelesaikan sampai larut malam, hingga tak sempat melakukan tugasku sebagai seorang istri dan ibu bagi anakku.
Seperti biasa pagi hari aku bersiap berangkat ke kantor, Aisha masih tertidur lelap, kasian anak itu belum sempat bertemu ibunya. Mas Yudha menghampiriku.
“Nanti pulang malam lagi?”, Tanya mas Yudha.
“Iya mas, emang kenapa?”, jawabku ganti bertanya.
“Aisha selalu menanyakan kamu, kadang rewel sampai ngamuk”, jawab mas Yudha.
“Lha terus aku harus gimana mas?”, tanyaku lagi.
“Klo bisa pulangnya jangan malam-malam, mosok iya kerja kantoran kok tiap hari lembur”, pesan mas Yudha.
“Ya kalau banknya punya kita sendiri bisa mas aku ngatur jadwal kerjaku sendiri, lha wong aku juga cuma numpang kerja di perusahaan milik orang lain. Lagipula aku emang benar-benar lembur, kerjaanku banyak mas, kadang juga sampai aku bawa pulang kan”, jawabku sedikit emosi.
Belum sempat mas Yudha bicara, aku sudah menyahut pembicaraan.
“Atau mas pikir aku hanya alasan aja? Mas mencurigai aku?”, tanyaku dengan nada emosi.
“Lho kan, kamu selalu salah paham”, kata mas Yudha.
“Sudahlah mas, aku males ribut, aku berangkat”, kataku dengan ketus sambil berlalu meninggalkan mas Yudha.
Di tempat kerja aku selalu berusaha profesional, meskipun banyak masalah di rumah tapi aku tetap ramah melayani para nasabah. Ada satu nasabah yang selalu berusaha mencuri perhatianku, beberapa kali bahkan membawakan bingkisan untukku, dan perhatian-perhatian kecil yang tidak pernah diberikan suamiku. Aku berusaha untuk tidak terjebak romantika, bagaimanapun kondisi rumah tanggaku, suami dan anakku adalah orang-orang yang paling penting dalam hidupku. Aku tak ingin menghancurkan kehidupan rumah tanggaku.
Hari itu pekerjaanku selesai sebelum waktu maghrib hingga aku bisa pulang lebih awal. Sesampainya di rumah, Aisha belum tidur, gadis kecil itu berlari ke arahku, ingin melepaskan kerinduan pada ibunya.
“Bundaaaa…”, sambut Aisha sambil berlari ke arahku.
“Sayaaaang..”, sambutku, ku ulurkan kedua tanganku, kemudian Aisha mendekapku erat dalam gendongan. Air mataku meleleh, serasa lama sekali tidak memeluk tubuh mungil ini.
Aisha semakin erat memelukku, aku tunggu sampai Aisha puas melepaskan rasa rindunya padaku.
“Bunda mandi dulu ya nak, supaya badan bunda bersih dari kuman, setelah bunda mandi nanti bunda main sama Aisha”, pintaku pada putri keciku.
“Sini sama ayah dulu, bunda biar mandi, nanti main sama Aisha”, kata mas Yudha sambil melepas pelukan Aisha dan ganti menggendongnya.
Aku segera mandi dengan cepat karena ada makhluk kecil yang menungguku untuk bermain. Selesai aku mandi, Aisha langsung mengeluarkan mainan. Akupun menemani Aisha bermain, tak kuhiraukan rasa lelahku demi menebus rasa bersalaku, terlalu banyak kebersamaan bersama Aisha yang terlewatkan karena kesibukanku.
Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam, aku ajak Aisha tidur sambil kubacakan buku dongeng pengantar tidur. Aishapun tertidur, kupandangi wajah lucu dan menggemaskan itu, muncul perasaan bersalah padanya, akupun menangis, ku ciumi wajah tanpa dosa itu sambil ku usap dahinya.
Yogyakarta, 23 Januari 2022
Day 20
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
dilema ibu bekerja ya
Iya betul, antara 2 pilihan