Menjadi Guru Apa Aja
MENJADI GURU APA AJA
Apa aja. Itu jawaban yang saya berikan ketika ditanya mengajar mapel apa. “wah hebat, jadi guru ngabehi donk”, komentar mereka selanjunya. Sebenarnya bukan hebat, tapi Kondisi dan peraturanlah yang membuat demikian. Awal mengajar, Saya mengajar sesuai bidang. Selanjutnya berapa mapel dari disiplin yang berbeda juga harus saya ampu.
Sejak ada program sertifikasi guru, guru yang sudah tersertifikasi wajib mengajar 24 jam sesuai mapelnya. Pembagian jam mengajarpun disesuaikan dengan urutan senioritas. Saya yang paling yunior. Tentu jamnya paling sedikit. Bahkan Pernah hanya mengajar dua kelas perminggunya. Saat itu, senang saja banyak waktu luang. Apalagi masih guru honorer. Masih banyak waktu untuk kegiatan lainnya.
Status naik, maka kewajiban mengajarpun minimal menjadi 18 jam. KTSP berjalan, mulailah saya menjadi guru apa saja. Tantangan pertama, mengajar beberapa mapel yang berbeda. Saat yang paling berat adalah mengajar tiga mapel yang bukan mapel saya. Salah satunya ketrampilan. Mapel yang tidak ada kurikulumnya. Mapel tanpa kurikulum, tantangan kedua. Mau tidak mau harus menyusun materi sendiri. Untungnya saya punya hobi membuat baju. Sedikit menolong dalam praktek. Dua mapel lainnya, walau harus belajar lagi, setidaknya pernah mempelajari dan ada kurikulumnya. Matematika dan TIK.
Tahun-tahun berikutnya, guru sertifikasi semakin bertambah. Otomatis jam mapel sesuai bidang berkurang. Saya belum tersertifikasi, tidak masalah. Tantangan ketiga, ketika harus mengajar mepel ketrampilan di tingkat kelas yang berbeda. Materi mapelnya juga harus berbeda. Sebagai bentuk protes sebuah pertanyaan saya lontarkan. “Mengapa harus saya?”. Jawabannya, “karena anda masih muda, masih mudah belajarnya”. Wah, bukannya semua punya kewajiban yang sama?. Sedikit sebal juga.
Bertanya-tanya ketrampilan apa lagi. Buku Menyablon, saya menemukannya di Gramedia. Dengan susah payah harus membujuk teman untuk belajar menyablon. Seorang guru agama yang juga harus mengajar ketrampilan. Jadilah kami kursus kilat ke seorang pemilik usaha sablon. Upaya kami, agar lebih percaya diri dalam mengajar.
Sablon kami tinggalkan, dengan pertimbangan biaya & rumitnya praktek. Guru pengampu mapel ketrampilan semakin bertambah dari mapel lain. Terakhir kami sepakati ketrampilan membatik. Kami dari kota batik, tapi buta membatik. Belajar, ya harus belajar. Sekali lagi kami kursus kilat, belajar membatik. Adanya tim guru ketrampilan batik, menambah kepercayaan diri. Teman berdiskusi apabila ada kesulitan. Lama-lama saya malah suka belajar bermacam-macam ketrampilan. Sesuatu yang tidak saya peroleh di pendidikan formal. Sesuatu yang menarik.
Kurikulum baru K13, mapel ketrampilan berubah menjadi Prakarya & Kewirausahaan. Saya juga mengampunya. Ruang lingkupnya lebih luas, saya banyak belajar dari mapel ini. Selain merancang & membuat produk, juga merancang biaya produksi & pemasarannya. Semakin menarik lagi. Ya intinya sebagai guru memang harus belajar dan belajar.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
guru yang siap diberi tugas apa saja demi pengabdian. Luar biasa.
Makasih pak
Setuju, "guru memang harus belajar dan belajar.""
Sip...yang kebagian jam...
Ibu guru yang hebat, bersemangat dan terus belajar. Top!
Siap
memang tiada duanya di skolah q....guru yang siap mengajar apa saja. supeeerr buat b.retno
Ha222 ibu juga
Top mantap