Rian Ananta,S.TP,MP

Teruslah bergerak maju walau seberat apapun langkahmu.Jika tidak bisa terbang berlarilah, bila tak mampu berjalanlah, masih tak berubah merangkaklah... hingga s...

Selengkapnya
Navigasi Web
ELEGI JEMBATAN KEMBAR
Ia tak berdaya dan aku hanyalah angin laut yang kadang lembut berhembus menyapanya, satu waktu keras menerjang mengangkat siapapun penghalangnya. Namun tetap tak kuasa menerjang jalan hidup seorang anak manusia. Aku kehilanganmu,…

ELEGI JEMBATAN KEMBAR

ELEGI JEMBATAN KEMBAR

1/

Kutatap jembatan kembar itu yang berdiri dengan perkasa. Air Sungai Banda Bakali yang tenang menghilir menuju Muaro di sambut ombak bergelora dengan Lasaknya. Di sisi kanan dan kiri Muaro sudah ditata menjadi taman Wisata Keluarga. Padang semakin bersolek dan semakin cantik. Perubahan wajah Kota membuatku bangga di sini aku tinggal, sekolah dan menjalani hidupku. Bersemai dalam kasih sayang orang tua. Terbayang tatapan teduh dan senyuman penuh kasih papa yang takkan mungkin kembali. Di Surau itu aku mengaji, dalam asuhan Wak Haji. Pengorbanan dan pengabdian beliau, terpatri dalam jiwa kami, santri polos dan lugu pengharap ilmu.

Bertahun tahun setelahnya, barulah kutahu, di balik surau yang tak putus mendayu kalam Ilahi berseru, ada tawa- tawa liar membahana dan bau alkohol yang menusuk hidung, padatnya penduduk menghuni sepanjang Bandar yang dialiri air hitam bagaikan oli, ooh inikah dakwahmu yang tulus Wak Haji. Menaburi cinta dalam gersangnya iman, berbalut ketulusan menjawab tanya, ketika takdir memutuskan mereka ada.

2/

Hujan tercurah dengan guntur diantaranya, dingin menusuk tulang. Air Sungai Bergejolak dengan marahnya. Menghanyutkan siapapun yang mencoba melawan. Dengan ketakutan kudekap putra semata wayangku. Membagi kedamaian dalam gundah yang membuncah. Saat itu kudengar ketukan pintu, Tok..tok…tok…

“Bu…Bu….Ketukan terdengar lebih keras lagi.

“Dengan rasa ingin tahu kudekati pintu dan bertanya,

“Siapa…?”

“Aku Bu, Jackly,” jawabnya

Segera ku buka pintu, sesosok wajah bujang tanggung yang menggigil kedinginan segera menyapa. Kulitnya yang dekil tetap kusam meski di basuh hujan yang begitu lebat. Titik -titik air berjatuhan dari rambutnya. Bibir menggigil dan membiru memberikan senyuman kaku. Kedua tangannya bersidekap memberikan sebentuk kehangatan pada tubuh yang bergetar tak beraturan.

“Ada apa Jack?” tanyaku kaget.

“Aku ingin belajar mengaji Bu.” jawabnya dengan senyuman.

“Aku Ingin pintar.”katanya lagi.

Sejenak aku merasa aneh, segitu ngototnya belajar di saat hujan begitu lebatnya. Tak adakah maksud lain. Segera ku tepis,

“ Oh ya, masuklah,” kataku sambil bergeser ke samping memberinya jalan.

“Sebentar ya, ibu ambilkan handuk.” kataku.

Tak lama Jackly telah mulai terlihat nyaman , Segelas teh hangat dan baju ganti yang kupinjamkan membuatnya semakin hangat. Sepotong Roti Kacang Padi dengan lahap dikunyahnya.

“Kalau hari ini minta belajar, seterusnya belajar terus ya”

“ Iya bu, Jackly ingin pintar.” jawabnya.

Selanjutnya tanpa membuang waktu segera kuambilkan Iqro’ dan mengajarnya.

Tiga hari berlalu ia masih rutin datang, ku berikan apa yang dimintanya. Ilmu, ya Ilmu agama,…

Hingga hari keempat ia tak lagi muncul. Kemana ya? Tanya ku bingung. Sampai akhirnya seminggu kemudian ia muncul lagi.

“Jackly, gimana sih kapan pintarnya jika begini terus.

“Kan sudah ibu bilang , rutin belajarnya.”

“Jackly nolongin mama Bu.” Katanya.

“Nolongin apa? “ tanyaku tak paham

“Jualan Bu.”

“Ooh, “ kataku ringan. Tak ingin memperpanjang perdebatan segera kualihkan dengan mengajarnya mengaji. Namun separoh dari yang biasanya ia minta berhenti.

“Buk udah dulu ya, Jackly ada janji dengan mama.” katanya

“Jualan lagi?” tanyaku penuh selidik.

Iya mengangguk dan berlalu pergi. Sekilas aku merasa aneh dengan perubahan sikapnya. Mengapa saat ini ia begitu antusias menolong ibunya jualan. Selama ini kemana saja. Dan mengapa minggu lalu , ia ngotot hujan lebat ingin belajar. Rasa penasaran itu begitu melangit. Kuputuskan besok mengunjungi rumah Jackly sekaligus kenalan dengan orang tuanya. Ku raih gagang telepon dan kutelpon Rossa yang menjadi petugas sosialnya.

“OK.Uni besok jam 10, kita kunjungan ke rumahnya.” Jawab Rosa.

3/

Pagi datang menjelang , segera kumandikan putra semata wayangku yang baru berumur 2 bulan. Pekiknya yang keras membahana ketika tersentuh air mandinya.. Segera kuusap kepala dengan spon dan sabun lembut, suara lengkingnya belum juga reda.

“Cup, cup.“kataku menyudahi mandinya.

Membungkusnya dengan handuk membuatnya menghentikan teriakannya. Ia mengerjap mata dalam tangan yang masih gemetaran. Namun pelukan hangatku membuatnya nyaman. Sambil bercanda dan bicara ringan kuberitahu tuk meninggalkannya sebentar. Ia mengeluarkan suara seakan menyahut ucapanku.

Akhirnya kami berjalan menyusuri bandar yang hitam pekat itu. Rosa mengatakan Jika orang tua Jackly bekerjaan sebagai sopir sementara ibunya penadah. Sang ayah adalah lelaki yang suka mabuk dan berjudi, Sementara ibunya juga punya pekerjaan sampingan menjual Togel. Jackly tak ingin seperti mereka. Dia ingin berubah, makanya termotivasi dari Rossa ia nekat hujan-hujan minta belajar padaku. Ia ingin berubah .

Tersentuh aku mendengarnya. Seandainya bisa ingin kuangkat menjadi anakku. Namun aku tak bisa memutuskannya dari orang tua. Meskipun kondisi keluarganya begitu buruk. Bagaimana bisa berubah jika ia makan, dari penghasilan seperti itu. Bagaimana menariknya apa alasanku?

Cukup lama kami berjalan hingga sampai di rumahnya, hanyalah pintu tertutup yang kami temui. Tak ada tanda-tanda manusia di dalamnya. Kami ketuk berharap kepalanya tersembul dari balik pintu . Tapi penantian kami sia-sia.

4/.

Dua bulan setelah itu Jackly tak pernah datang lagi. Rossa juga sudah berulang kali mencari ke rumahnya. Namun jawaban sang ibu hanyalah gelengan kepala. Aku mencemaskannya. Bagaimana keadaannya, masihkan ia berharap akan perubahan itu? Hingga akhirnya di sore itu ia muncul.

“Assalammualaikum.”

“Waalaikum salam.” jawabku menoleh ke pintu yang terbuka.

“Jackly, sapaku.” Sejenak aku terpana melihat perubahan penampilannya. Lebih rapi, namun ada calak di bawah matanya. Juga ada tanda hitam seperti tahi lalat diantara dua alisnya. Rambutnya sudah di tata Mohawk. Celana Jeans hitam dengan rantai di sakunya. Kaos lusuh yang juga hitam membalut tubuhnya.

“Waah ganteng banget sekarang Jack, kataku.”

“Iya Bu,” katanya malu-malu.

“Ayo masuk,”tawarku.

“ Sekarang Jackly lagi malas belajar bu.” katanya menolak.

“Jackly ke sini hanya rindu sama ibu.” Jawabnya

Aku kaget, jadi hanya untuk menuntaskan rindu ia datang? Pikirku.

Ada semacam kengerian melihatnya menatapku dalam. Dalam busana seperti itu auranya begitu mencekam. Tapi kuharus memperlihatkan sikap persahabatan , agar ia tetap bisa kuajar dan berubah.

Sejenak ia tersenyum dan berkata, “Jackly akan pergi mencari kerja bu , kalau sudah selesai nanti akan datang lagi.” katanya.

“Sekarang Jackly di tunggu teman.”

“Pamit Bu.” katanya dan menunduk takzim padaku.

Aku hanya melongo melihat semuanya akhirnya dengan setengah berlari ia pergi menjauh dariku.

“Jackly, teriakku.”

Ia terus berlari tak peduli dengan teriakanku.

5/

Sejak hari itu aku tak pernah bertemu dengannya lagi. Ada gerimis pilu di dalam hati. Bagiku ia hanyalah seorang anak yang terhanyut dalam lingkungan yang menjerumuskannya. Tangannya menggapai-gapai minta tolong. Dan tanganku terus berusaha mencapai tangannya. Namun tak kuasa karena tangan ini ternyata begitu pendek untuk merengkuh tubuhnya di tengah arus yang begitu hebatnya. Aku ingin menyelamatkannya, membantunya mencapai cita-cita. Namun tak berdaya melawan kuasa orang tuanya, yang menuntut waris atas usaha yang telah digelutinya.

Kubaca berita di koran pagi ini, sekeltika mataku terpaku pada Headline ”Pembunuhan keji pada sopir taksi”

Kejadian berlangsung malam tadi. Ketika sebuah taksi berhenti di ujung kali. Tak ada tanda-tanda pemiliknya. Setelah di periksa ternyata sopir itu tewas dengan beberapa tikaman di dadanya. Tak butuh waktu lama dua jam setelahnya polisi menemukan tersangka. Dengan Inisial Jy dan Bn , masih berusia remaja. Dan Sudah diamankan petugas.

Telpon berdering, “Hallo assalammualaikum sapaku.”

Di balas dari Rosa,” Buk ,Jackly tertangkap.”

“Kenapa?” tanyaku kaget

“Ia menusuk sopir taksi dan merampoknya” kata Rossa.

Deg, lemas aku mendengarnya, selanjutnya telpon terlepas dari genggaman dan aku terduduk dalam diam.

“Kau benar-benar hanyut Nak,”

“Aku gagal menyelamatkanmu.” Terbayang wajah piasnya ketika mengetuk pintu, ‘Ibu , aku ingin pintar” Semua terus menerus terngiang-ngiang di kepalaku. “Tak terasa air mataku jatuh, “Maafkan ibu nak, .. Maafkan ibu.” Ratapku.

6/

Kutatap Jembatan kembar itu yang masih berdiri dengan gagahnya. Pandanganku berkabut melihatnya. Benda itu adalah saksi atas semua kejadian ini. Sebuah perjalanan anak manusia yang gagal mencari Jati diri. Terperosok dalam kemelut keluarga yang tak bertepi. Menengadah dan menggapai mencari penyelamat diri. Namun semua seakan melambai pergi, membiarkan ia menemui takdir. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Meskipun buah itu ingin terbang bersama angin . Ia tak berdaya dan aku hanyalah angin laut yang kadang lembut berhembus menyapanya, satu waktu keras menerjang mengangkat siapapun penghalangnya. Namun tetap tak kuasa menerjang jalan hidup seorang anak manusia. Aku kehilanganmu,…

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap cerpen Ibu

16 Sep
Balas

Terima kasih esi.salam kenal rang kampuang

16 Sep

Terimakasih, salam literasi

16 Sep
Balas

Mantul rian.

16 Sep
Balas

Terima kasih ni sil, bu guru BI bana yg manilai...

16 Sep

Keren banget cerpennya bun... salam sukses selalu

16 Sep
Balas

Terima kasih .salam kenal buk solvia

16 Sep

Subhanallah, keren sekali.

16 Sep
Balas

Alhamdulillah, terima bu, sukses bersama

16 Sep

Kereen Bu.....kita hanya berencana Tuhan penentunya...

15 Sep
Balas

Terima kasih Bun..salam literasi

16 Sep

Subhanallah...kereen abis ceritanya saya larut dalam emisi

16 Sep
Balas

Alhamdulillah terima kasih bu...

16 Sep

Ya Allah, sedih membacanya. Rangkaian kata-katanya menyentuh jiwa. Sukses slalu bu.. Salam literasi.

16 Sep
Balas

Terima kasih Bun, sukses bersama

16 Sep

Mantaap

16 Sep
Balas

Terima kasih Bun

20 Sep



search

New Post