TANTANGAN 30 HARI MENULIS. HARI KE-23

#TantanganGurusiana

KETUPAT DAN FILOSOFINYA

Oleh : Ria Riantini, S.Pd

Dering tanda pesan masuk berbunyi. Ternyata dari salah seorang siswa alumni yang menawarkan cangkang ketupat. Hal yang sama dilakukan juga oleh teman satu komplek, bahkan tidak hanya cangkangnya, melainkan dengan isinya. Penawaran dimaksudkan agar pembeli yang berminat memesan terlebih dahulu, untuk kemudian akan di antar 1 hari sebelum hari raya tiba.

Dari penawaran tentang ketupat, menjadi ide penulis untuk setor tulisan di hari ke-23 ini.

Hari raya Idul Fitri tinggal menghitung hari. Seluruh umat Islam yang telah melaksanakan ibadah puasa selama 1 bulan penuh, pada hari tersebut akan bersuka cita merayakan hari kemenangan.

Pada prosesnya, setelah melaksanakan Salat Ied bersama di lapangan kemudian dilanjutkan dengan saling maaf-maafan. Setelahnya baru menyantap hidangan khas ketupat Lebaran.

Jenis penganan satu ini terbuat dari beras yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa. Tehnik pengolahan dengan cara direbus selama kurang lebih 3 jam, membuat penganan satu ini relatif tahan lama ketika di simpan.

Penyajiannya dihidangkan dengan opor ayam, sambal goreng kentang, semur daging maupun hidangan lainnya. Hampir dapat dipastikan, hidangan ini akan ada pada sebagian keluarga yang merayakan hari raya.

Penulis jadi ingat pada orang tua, khususnya Ibu. Beliau selalu menyediakan ini untuk anak-anaknya dan yang tidak bisa penulis lupakan adalah rasa opor ayam yang ibu buat, tiada duanya. Mudah-mudahan lebaran kali ini, masih bisa merasakan masakan beliau.

Dari beberapa sumber yang coba penulis rangkum, ketupat lebaran ini ternyata ada sejarahnya. Awal kemunculannya pada abad ke-15 di tanah Jawa, pada masa pemerintahan Kerajaan Demak dan diperkenalkan pertama kali oleh Sunan Kalijaga. Dengan maksud untuk berdakwah menyebarkan Agama Islam.

Filosofi dari ketupat itu sendiri diantaranya :

1. Bungkus yang terbuat dari daun kelapa muda atau yang sering kita sebut dengan janur merupakan akronim dari “ Jannah Nur” atau “Cahaya Surga” Selain itu ada juga yang berpendapat akronim “ Jatining Nur “ dalam bahasa Jawa artinya hati nurani. Filosofinya, bahwa pada saat lebaran kita harus membersihkan hati dari segala hal negatif misalnya menyimpan benci dan dendam atau sifat negatif lainnya, sehingga hati kembali suci bersih dengan saling memaafkan.

2. Proses pembuatan cangkang ketupat ternyata tidak terlalu mudah, dengan kata lain cukup rumit terutama bagi orang yang belum biasa membuatnya. Hal tersebut menunjukkan keragaman masyarakat yang harus dilekatkan dengan tali silaturahmi.

Bentuk segi empat ketupat yg khas, menunjukkan bahwa kemanapun manusia melangkah pasti akan kembali kepada Alloh.

Masih menurut sumber, bahwa bentuk segi empat melambangkan 4 macam nafsu dasar manusia. Yaitu amarah, lawamah, Sufiah dan muthmainnah. Keempat nafsu tersebut dikendalikan saat berpuasa. Dengan menyantap ketupat tersebut sebagai imbalan untuk orang yang sudah berhasil menahan nafsunya.

Ketupat merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Artinya mengakui kesalahan. Pada prakteknya melakukan sungkeman yaitu bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon maaf.

Tradisi yang masih berlangsung hingga kini mengandung pesan agar senantiasa tunduk dan patuh kepada kedua orang tua, dan tetap rendah hati.

Dibalik kekhasan sebuah ketupat ternyata mengandung filosofi yang pantas untuk kita renungkan.

Permata Biru, 19 Mei 2020