Ridaryetty

Saya adalah seorang wanita kelahiran kota Tembilahan dan dilahirkan tanggal 12 Juni 1965, ayah dan ibu saya memberi nama Ridaryetty, ayah saya bernama Zainal Ab...

Selengkapnya
Navigasi Web
Penyesalan Tiada Guna

Penyesalan Tiada Guna

TANTANGAN HARI KE 150

Berhubung tidak tahan serumah dengan Ranti yang pernah menghardik dan bahkan hampir mencelakakan Ayahnya sendiri. Ayah Ranti dan didukung oleh keluarga lainnya pindah ke rumah anaknya. Walaupun Ayahnya selalu dilukai hati dengan Ranti, namun jiwa kebapaan tetap sayang pada Ranti. Ayahnya tetap memberi uang setiap minggu ke Ranti. Namun si anak, bak pepatah orang minang, "ndak tahu ndek untung." Karma yang telah diterima oleh Ranti, semua keluarga kasihan, prihatin. Anak empat orang masih kecil-kecil. Dua cewek, dua cowok. Karena kakak lelaki tidak ada memiliki anak cowok, maka ia meminta untuk mendidik anaknya, namun Ranti berkeberatan. Alasannya tidak dapat diterima. Demikian juga dengan kakaknya tertua, meminta anak perempuan untuk dididik, jawabannya pun sama. Sekarang tak dapat dikata. Hidupnya terombang-ambing. Kalau diberi oleh keluarga lebih, bisa makan enak dan anak dapat untuk jajan.

Setahun Ranti di Kampung, Ayah dan Kakak ada memberi uang lebih. Esoknya, ia dan anak-anak pergi tidak tahu kemananya. Keluarganya telah mencari dan bertanya-tanya dimananya, tapi pencarian sia-sia karena tidak ditemui.

Setahun delapan bulan meninggalkan kampung, Ayah Ranti sakit-sakit, bahkan sudah tiga kali dirawat di rumah sakit. Namun karena orang tua tidak betah dirawat di rumah sakit ia selalu minta pulang, katanya, " Saya maunya di rumah saja dirawat, di sini tak ada perubahan. Semakin lama saya di rumah sakit, semakin sakit saya." Permintaan Ayahnya tidak disetujui oleh anak-anak karena kondisi beliau menguatirkan. Anak beliau menghibur, “kalau Ayah sudah agak mendingan dan mau makan tiga hari ini, Ayah akan kami bawa pulang.” Karena motivasi yang diberikan anak, Ayah memaksakan diri untuk makan, walaupun yang masuk selalu keluar. Tiga hari kemudian, kondisi Ayahnya memang agak mendingan. Ayahnya memohon lagi untuk pulang, "kondisi Ayah sekarang udah agak mendingan, seperti yang dijanjikan kemarin, kalau sudah agak mendingan, boleh pulang." Keluhan selalu minta pulang karena tidak betah di rumah sakit, disampaikam ke dokter. Dokter menangapi, "Bapak sebenarnya belum boleh pulang, kondisi beliau masih lemah, tapi karena bapak bersikeras untuk pulang, Saya akan beri obat lebih. Nanti kalau obat habis, kontrol ke sini lagi." Saran dari dokter dipenuhi oleh keluarga Ranti.

Setelah seminggu dirawat di rumah, kondisi Ayah Ranti semakin memburuk. Malamnya tak mau tidur, selalu mengeluh minta dipijit dengan anak, minantu, cucu dan keluarga. Beliau selalu merasakan capek. Di hari ke sepuluh di rumah, beliau tidak ada tidur sedikitpun. Beliau menyatakan ke anak beliau bahwa orang tuanya datang untuk mengajaknya pergi. Jam 03.00 dini hari, Ayah Ranti dipangil oleh Allah. Kabar duka ini disampaikan ke semua keluarga. Ranti tidak bisa dihubungi karena hanphone rusak. Semua keluarga yang dikabari telah hadir, hanya penyelenggaraan belum segera diselenggarakan karena Ayah Ranti Datuk, gelarnya akan diturunkan kemenakan.

Setelah delapan bulan Ayah Ranti meninggal,Ranti baru menanpakkan batang hidungnya. Kabar duka meninggal Ayahnya baru tahu saat ia datang. Saat eteknya mengabari bahwa Ayahnya telah tiada, Ranti kaget sesaat dan tersentak. Ranti meneteskan air mata sambil berucap, “Innalillahi Wa innalillahi Rajiun! Moga Ayah Husnu khotimah.” Setelah Ranti meletakkan barang bawaannya, ia bertanya ke eteknya, “kapan Ayah meninggal Tek? Di mana beliau dimakamkan?.” Eteknya menjawab, “Setelah delapan bulan Ranti pergi, Ayah dirawat satu minggu di rumah sakit, karena beliau tak betah di rumah sakit, beliau minta pulang. Tiga hari di rumah, beliau menghembuskan napas terakhirnya. Tempat peristirahatan beliau, di belakang rumah gadang.”

Ranti menuju rumah gadang, yang ditemani eteknya. Sesampainya di tempat, Tangisan Ranti tak dapat dibendung. “Ayah! Maafkan Ranti Yah, Ranti begitu banyak salah. Seharusnya saat Ayah sakit Ranti merawat Ayah. Maafkan Ranti Yah, Ayah begitu sayang ke Ranti, walaupun Ranti selalu menyakiti hati Ayah. Maafkan Ranti Ayah, Ranti berjanji, akan selalu mendoakan Ayah, moga Ayah di tempatkan di sisi Allah dan di tempatkan di tempat yang paling indah.”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post