Ridha Rokhani

Ridha Rokhani, S.Pd. adalah perempuan berasal dari Ngawi yang mengajar matematika di MTsN 7 Madiun setelah sebelumnya mengajar di MAN 2 Jember (2019-2024). Dia ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ilmu Titen dalam novel KCB
Cam Realme C2

Ilmu Titen dalam novel KCB

Halo semua... Kembali lagi bersama coretan sederhana penuh manfaat. Hari ini saya ingin berbagi pengetahuan setelah membaca novel spektakuler (Dwilogi Pembangun Jiwa) Karya Habiburrahman El Shirazy. Membaca novel ini benar-benar membuat akal dan hati saya tersentak. Berapa banyak hal yang seharusnya bisa saya lakukan namun sampai sekarang masih belum bisa saya lakukan. Berapa banyak ilmu yang sudah saya dengar, namun belum saya terapkan. MasyaAllah, benar adanya jika novel ini diapresiasi sebagai novel Pembangun Jiwa.

Sederhana saja dari kisah keluarga Azzam bersama kedua adiknya dan ibunya. Diskusi sehat dan saling berbagi ilmu memberikan sebuah pencerahan bagi satu dan yang lainnya. Bahwasanya sekalipun Azzam kuliah hingga ke Mesir, tidak serta merta dia menyombongkan diri bahwa dirinya yang paling tahu segalanya. Saya menyorot di bagian diskusi tentang ilmu titen yang disampaikan oleh penulis yang dimiliki oleh ibunda Azzam. Di catatan kaki disampaikan bahwa ilmu titen adalah ilmu mengamati sesuatu dari gejala yang diberikan oleh alam biasanya berdasarkan pengalaman yang berulang-ulang.

Dalam diskusi ini, ibunda Azzam mengatakan bahwa ia memiliki sedikit ilmu titen untuk mengetahui seseorang yang tidak cocok menjadi istri Azzam. Namun, Azzam memandang ilmu ini adalah sebuah bid'ah, bahkan khurafat. Berikut kalimat Azzam,

"Ibu ini pakai ilmu titen segala. Apa itu ilmu titen, itu bid'ah Bu, itu khurafat!" Sengit Azzam.

Husna yang mendengar kata-kata Azzam tidak setuju. Dia memiliki pandangan sendiri tentang ilmu ini. Husna menyampaikan bahwa ilmu titen sebenarnya ilmiah. Dia menjelaskan panjang lebar sepengetahuannya. Lia yang berada di dalam kamar sebelumnya, ikut nimbrung karena mendengar diskusi yang ramai namun tetap diplomatis. Lia pun menyampaikan pengetahuannya tentang ilmu titen dari sisi lain. Akhirnya diskusi ini berakhir dengan kesimpulan yang baik.

Terkait ilmu Titen atau biasanya dinamakan ilmu kejawen. Husna memberi permisalan pantangan anak pertama menikah dengan anak ketiga disebut lusan. Nomer telu artinya tiga menikah dengan nomor pisan, artinya satu. Katanya kalau nekat menikah nanti salah satu dari orang tua pengantin putra atau pengantin putri akan mati. Hal seperti ini adalah ilmu yang hanya mencocok-cocokkan peristiwa yang mentah sepintas saja terus diambil kesimpulan. Tidak ada landasannya. Ilmu titen yang sebenarnya bisa diuji keilmiahannya. Fakta dan datanya bisa dijelaskan. Teorinya bisa didefinisikan. Jika hal ini dimitoskan akan menjadi khurafat. (Penjelasan panjang ada di novelnya. Silahkan dibaca sendiri. Hee..hee..)

Husna kembali memberikan contoh dari ilmu titen yang bisa dijelaskan yaitu ungkapan Pepatah Arab yang terkenal (man Jadda wajada) siapa yang giat pasti akan mendapatkan. Kalimat ini berangkat dari ilmu titen. Setelah sejarah membuktikan bahwa orang-orang yang berhasil di dunia ini sebagian besar adalah orang-orang yang giat & bersungguh-sungguh, maka kemudian orang Arab Kuno menyimpulkan man Jadda wajada.

Ada lagi ilmu titen yang hanya pas pada zamannya. Hal ini diterangkan oleh Lia, contohnya dulu ketika ekosistem alam masih seimbang. Gas kaca di angkasa tidak merajalela seperti sekarang. Ozon belum bolong. Ada ilmu titen yang oleh orang Jawa disebut Pranata Mongso. Pembagian masa dalam 1 tahun untuk bertani. Saat itu musim hujan bisa diprediksi kapan datang. Dulu ada ungkapan Desember maknanya deres-derese sumber. Januari hujan sehari-hari. Karena memang hampir tiap hari hujan. Semua itu terukur dan benar. Tapi zaman telah berubah. Sekarang hutan gundul. Gas kaca hampir menyelimuti seluruh angkasa. Ozon bolong-bolong, dan terjadilah pemanasan global. Akhirnya siklus perubahan musim menjadi tidak jelas. Para petani kehilangan patokan. Kapan harus mencangkul, kapan harus menanam, dan kapan harus panen. Maka di sini kesimpulan ilmu titen terdahulu harus diubah. Manusia harus mengamati lebih dalam lagi gejala-gejala alam supaya hidup dengan sejahtera.

Dari diskusi tersebut, kita bisa banyak mengambil pelajaran. Kita tidak boleh tergesa-gesa menghukumi sesuatu, apalagi belum kita ketahui jelas ilmunya. Buku novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB) ini tidak hanya sebagai hiburan, namun penulis sengaja memberikan informasi-informasi valid yang tersebar di setiap bagiannya.

Mohon maaf jika ada kalimat yang kurang berkenan di hati pembaca. Mohon masukannya...

Silahkan bagi yang ingin membaca! :-)

Pondok Surgaku, 21 Februari 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bu Ridha ulasannya. Saya membaca novelnya sudah lama sampai tak begitu ingat detilnya. Sukses terus ya Bu. Salam literasi.

21 Feb
Balas

Terimakasih bun, salam literasi...

21 Feb

Kereeen ulasannya, Bunda.Salam literasi

21 Feb
Balas

Terimakasih bpk, salqm literasi

22 Feb



search

New Post