Kelas Al-Qur’an, Juz amma dan Iqra itulah pembagian yang dilakukan oleh Bu Umi dan Pak Nur sebagai guru agama di sekolah. Pembagian kelompok ini berdasarkan hasil evaluasi dari pesantren kilat tahun sebelumnya.

“Bapak dan ibu ...anak-anak kita bagi tiga dengan harapan apa yang akan direncanakan lebih berhasil dari sebelumnya,” tutur Bu Umi pada rapat siang hari ini,

“Apakah seorang guru dapat mengatasi di kelas?” tanya Pak Niko,

“Insya Allah bisa, pendataan masing-masing siswa sudah dilaksanakan ketika kita masuk kelas”

“Berapa ruang yang dibutuhkan, bu?”

“Ada 10 kelas, kelas atas 7 ruang, lab. IPA, musholla dan ruang kesenian,”

“Bukannya ruang kesenian untuk penerimaan zakat?” sela Bu Rita,

“Betul, ruang kesenian menjadi berfungsi ganda. Karena itu diambil untuk kelas iqra putra”

“Cukup tempatnya?”

“Kebetulan sedikit siswanya,”

“Mengapa tidak di hall saja bu? Biar tempat itu khusus untuk zakat saja”

“Bagaimana kalau ada tamu? Hall khan sebagai lalu lintas bu?” cegah Bu Candra,

Diskusi hangat dilakukan oleh Bu Umi sebagai ketua bersama rekan sejawat. Beberapa pendapat yang dilontarkan menjadi bahan pertimbangan. Hingga tercapailah kata sepakat.

Setiap kelas yang dibentuk oleh Pak Nur memiliki beberapa tujuan. Kelas Al-Qur’an dibagi menjadi beberapa kelompok yang wajib setiap hari harus menyelesaikan bacaannya minimal satu jus. Kelas Juz Amma sambil memperbaiki bacaan pada salat dan do’a pendek, sedangkan kelas Iqra diharapkan dapat memahami, mengerti sekaligus menghafal huruf hijaiyah dengan baik.