Rifki Ferdiansyah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Mudik, Pulang Kampung, dan Stigma

Penggalan interview Najwa Shihab dengan pak presiden Joko Widodo tiba-tiba booming. Terkhusus masalah kosa kata mudik dan frase pulang kampung. Dan itu turut pula mampir di timeline saya.

Awalnya lebih tertarik jadi silent reader adu nyinyir mana yang benar: mudik sama dengan pulang kampung atau mudir tidak sama dengan pulang kampung. Pertarungan yang membuat Wikipedia mengambil sikap mengembalikan artikel terkait mudik ke bentuk artikel awal dan mengunci laman tersebut hingga tidak bisa disunting atau diubah. Konon kabarnya, hal tersebut dilakukan karena penyunting berkali-kali.

Namun, jadi ingin ikutan nimbrung ketika ada beberapa kali percakapan terkait hal tersebut mampir di timeline komunitas saya ikuti.

Ada postingan artikel pendek di sebuah grup yang menyasar guru bahasa. Si penulis menekankan bahwa mudik tidak sama dengan pulang kampung. Dan sialnya, dia menutup argumennya dengan nada penekanan; kalau tidak sependapat dengan saya, sungguh anda guru bahasa yang tidak cerdas. Sebuah bentuk teks argumentatif yang out of the box.

Di artikel argumentatif lainnya juga sama: mudik tidak sama dengan pulang kampung, dan pemberian stigma pada yang tidak sependapat. Penulis artikel dengan agak jelimetnya menerangkan dengan rumus fisika apa itu mudik dan bedanya dengan pulang kampung. Dipakainya pula persamaan bilangan dan nilainya guna mendeskripsikan argumentasinya.

Tetapi, seperti yang pertama, si penulis juga melakukan penekanan bahwa pendapatnya tidak bisa salah. Bila tidak sependapat berarti orang tersebut bukan pribumi tulen. Bedanya dengan artikel pertama, artikel kedua meletakan penekanan tersebut di bagian pembuka tulisan.

Membaca artikel-artikel tersebut membuat saya kembali mengenang masa-masa kuliah psikolinguistik.

Pada pertemuan pertama, dosen kami membuka dengan sebuah pertanyaan, kira-kira seperti ini; "Kenapa dalam bahasa Indonesia, manusia ditulis/diucapkan dengan kata "manusia"? Kenapa bukan dengan kata "wkwkwkwk" "wakanda" "lalalan" atau lainnya?"

Jawabannya sederhana, karena kesepakatan.

Jadi, apakah mudik sama dengan pulang kampung atau mudik tidak sama dengan pulang kampung? Ya, tinggal merujuk pada kesepakatan bersama saja.

Akan tetapi, usai acaranya Mata Najwa, tiba-tiba tidak ditemukan kata sepakat terkait hal tersebut. Banyak narasi-narasi saling adu pendapat; salah satu yang jadi gelanggangnya adalah wikipedia hehehe. Bahkan melalui corong media, turut serta pula ahli dan pakar bahasa olah argumen dengan sudut pandang ilmu linguistik mumpuni.

Meskipun semua argumen tersebut bertujuan untuk melakukan persuasi agar pembacanya bersepakat dengan pendapatnya, pada dasarnya sebuah kesepakatan tidak serta merta menjadi sebuah kebenaran. Bila sekumpulan orang bersepakat untuk menjarah, maka penjarahan tersebut tidak bisa menjadi benar. Kesepakatan tersebut hanya akan menjadi pembenaran. Oleh karena itu, dibutuhkan acuan untuk menilai kesepakatan. Dan acuan standar kesepakatan bahasa, yaa salah satunya kamus.

Dan acuan standar itu juga merupakan hasil dari kesepakan bersama pula...bingung kan.

Cuma jadi agak sensi juga ketika baca tulisan yang melakukan stigma pada orang yang tidak sepakat dengan sebuah pendapat. Meluncurkan panggilan kurang cerdas atau bukan pribumi tulen.

Lah, dari semenjak saya bisa ngingat, mudik tidak ada dalam ujaran di daerah saya. Yang ada hanya penggunaan frase "pulang kampuang" meskipun momen lebaran ataupun tidak. Ngeh dengan kosa kata mudik, ketika telah baca atau dengar berita. Jadi ketika saya menganggap mudik sama dengan pulang kampung; tiba-tiba saya harus bertanya pula, "apa saya masih pribumi tulen?"

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post