Rifki Ferdiansyah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Pikiran Berbeda di Ruang Kelas
gambar dari: https://tinyurl.com/y5g29r33

Pikiran Berbeda di Ruang Kelas

Beranjak tidur, sebelum menonaktifkan android, saya cek lagi sekilas pesan masuk di whatsapp. Ada japri tentang pelaksanaan OGN 2019. Ada pula diskusi di grup penggiat pendidikan yang membatalkan niat untuk segera tidur.

Dalam diskusi tersebut, salah satu teman bercerita didaerahnya lagi hangat tentang materi ajar yang ada di buku sejarah SD. Bahkan infonya, buku tersebut diinstruksikan oleh DPRD kota untuk ditarik dan tidak dipakai dalam proses pembelajaran.

Menghangat karena sebuah kata "RADIKAL". Pada buku tersebut, penulisnya tengah menjabarkan masa pergerakan Indonesia melawan kolonialisme. Dia membagi pergerakan tersebut dalam klasifikasi masa awal pergerakan nasional, masa awal radikal, masa moderat, dan seterusnya. Pembagian itu lengkap dengan periode tahunnya.

Rasa ingin tahu, membuat saya menelaah foto halaman buku yang menjadi pangkal bala kericuhan. Pada bagian sub-judul Masa Awal Radikal tertulis:

Masa Awal Radikal

(Tahun 1920 - 1927-an)

Perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah pada abad ke-20 disebut masa radikal karena pergerakan-pergerakan nasional pada masa ini bersifat radikal/keras terhadap pemerintah Hindia Belanda. Mereka menggunakan asas nonkooperatif/tidak mau bekerjasama. Organisasi-organisasi yang bersifat radikal adalah Perhimpunan Indonesia (PI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Nahdatul Ulma (NU), Partai Nasional Indonesia (PNI).

Menurut info dari teman grup yang bercerita, kisruh terjadi karena organisasi NU masuk dalam klasifikasi radikal. Diperparah dengan disandingkan langsung bersama PKI. Kan itu double asem. Udah jadi radikal, eh satu grup pula dengan PKI. Padahal NU dan PKI itu kan musuh bebuyutan. Saya pernah baca, Cak Nun yang sebegitu wolesnya masih menyimpan luka kalo bicara masalah PKI karena ulah mereka yang "menghabisi" pesantren.

Hal ini membuat mata saya gelisah untuk tidur. Dan jemari pun spontan ikut masuk dalam diskusi. Namun, mengingat waktu, saya cuma menulis; peristiwa sejarah mesti dilihat berdasarkan konteks waktu terjadinya peristiwa tersebut. Radikal dahulu tidak lagi sama dengan pemahaman umum hari ini.

Ada sebuah pertanyaan mengawang-awang dipikiran saya; apakah diktum you are either with us or against us sudah merambah ke kelas-kelas dasar?

Memang tidak enak bila kita hanya punya dua pilihan; ikut saya atau jadi musuh saya. Bagaimana kalau mau berada di tengah dan tak ada tempat? Akan sangat miris sekali. Sudah banyak tontonan, orang-orang yang berpandangan objektif dalam melihat fenomena terbelahnya pendapat menjadi sasaran amarah kiri kanan. Dan sayangnya, banyak hal terpetakan secara hitam putih. Kalau tidak utara maka pasti selatan; tak boleh muncul barat daya atau tenggara. Bila mengapresiasi 01, pasti menjadi lawan 02; atau sebaliknya mengkritik 01 maka otomatis segolongan dengan 02. Tak ada netral dan objektif. Tak diberi ruang untuk hidup.

Pun saya pernah mendapatkan pengasosiasikan secara sepihak karena mengkritik tata cara pelaksanaan vaksinisasi di sekolah. Fokus saya pada tatalaksana vaksin terhadap siswa; ujungnya saya dipaksa masuk klasifikasi antivaksin. Ya sudahlah, saya juga bukan siapa-siapa.

Namun, ketika diktum hitam putih ini dipaksa masuk ke kelas-kelas belajar; bisakah guru mencapai target tujuan pendidikan? Menciptakan generasi yang berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tentunya, lewat pemikiran kritis yang dipasung akan sulit menciptakan generasi macam itu. Dengan berpikiran kritis, pemikiran-pemikiran baru akan muncul. Sehingga kreativitas tumbuh dan terasah.

Kurikulum 2013 menuntut guru untuk mengajarkan siswa untuk berpikiran kritis. Untuk dapat berpikir kritis, seseorang mesti menjalankan langkah-langkah analisis secara objektif. Tak boleh subjektif. Dan guru sebagai fasilitator pengembangan pemikiran siswa; wajib pula menjaga pikiran objektifnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post