Rifni Hayati

Seorang guru Biologi yang diberi tugas sebagai Kepala Sekolah SMAN 29 Jakarta sejak Agustus 2021. Aktif di Komunitas Kepala Sekolah SMA sebagai Ketua Wilayah MK...

Selengkapnya
Navigasi Web
Miskonsepsi Video Pembelajaran dan Peluang Menjadi Penyusun Konten Pembelajaran

Miskonsepsi Video Pembelajaran dan Peluang Menjadi Penyusun Konten Pembelajaran

Oleh :  Rifni Hayati

Kondisi Pandemi Covid-19 benar-benar menjadikan guru “Merdeka” menjadi apapun diluar karier Guru. Merdeka maksudnya di sini adalah guru dapat berkembang menjadi apapun yang dia mau, sesuai tuntutan kondisi saat ini. Guru dapat menjadi content creator atau penyusun konten pembelajaran yang dishare dalam bentuk video.

Selama pandemi guru dituntut melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang bermakna, kontekstual, tidak membosankan dan mengajak siswa melakukan aktivitas sehubungan dengan konten yang dipelajari. Membuat video untuk pembelajaran peserta didik yang lagi BDR sangat membantu, karena video dapat diputar ulang apabila ada bagian yang belum dipahami. Selain itu video dapat ditonton kapan saja dan di mana saja.

Guru yang rajin membuat video pembelajaran yang berkualitas lalu mengunggahnya di akun youtube menjadikan guru tersebut seorang youtuber. Apalagi jika pembelajaran itu banyak ditonton peserta didik dan guru lainnya sehingga dia membawa manfaat untuk banyak orang. Tak hanya pahala yang mengalir, bahkan dolar alias fulus pun tak berhenti mengalir jika subsribernya mencapai puluhan atau ratusan ribu. Sehingga profesi guru berkembang menjadi karier penyusun konten yang menjanjikan.

Untuk menjadi seorang penyusun konten, guru harus belajar banyak dan memahami bagaimana membuat sebuah video pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru jangan sampai terjebak dalam beberapa Miskonsepsi Video Pembelajaran.

Pertama: Alih media dari teks di buku ke visual. Pada beberapa video pembelajaran yag banyak tayang di Youtube, kadang kita mendapati sebuah video pembelajaran yang lebih banyak teksnya dibanding gambar visual. Hal ini tentu akan membosankan karena seolah-olah sang guru memindahkan teks di buku pelajaran menjadi sebuah video. Presentasi yang didominasi teks sehingga konten pembelajaran menjadi kabur dengan penjelasan teks yang panjang. Hal ini dapat berakibat menurunkan minat belajar peserta didik.

Kedua: Durasi video panjang sehingga pengalaman menjadi hilang. Lama waktu penayangan video yang melebihi  batas waktu ideal sebuah video pembelajaran mengakibatkan peserta didik menjadi hampa pengalaman. Seorang penyusun konten seharusnya mempertimbangkan durasi tayang video yang dibuatnya. Lama penayangan 5 – 10 menit itu sudah cukup untuk menayangkan sebuah pembelajaran dengan tema tertentu. Jika materi yang dibahas memang agak “gemuk” mungkin pembuat konten bisa membuat video berseri dengan membagi jadi beberapa bagian, tetapi tetap menjadi bagia yang utuh.

Ketiga: Menghafal materi, bukan memahami konsep. Sebuah video pembelajaran selayaknya dibuat untuk membantu peserta didik memahami konsep, bukan menghafalkan. Penekanan pada istilah atau definisi tertentu pada video dengan tujuan agar peserta didik mengingatnya, menjadikan video pembelajaran jadi monoton dan daya nalar siswa pun tidak berkembang.

Keempat: Penonton dipaksa pasif, pembelajaran tidak interaktif. Penyampaian konten pembelajaran seharusnya dibuat seinteraktif mungkin agar peserta didik terlibat daya nalarnya dalam video pembelajaran tersebut. Pemilihan kata atau kalimat yang menggugah, atau menggunakan intonasi yang tepat membantu siswa mencerna konten. Selain itu, guru dapat menambahkan  aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan siswa yang BDR dalam rangka menggiring pemahamannya terhadap konten pembelajaran.

Kelima: Menggunakan cara yang tidak beragam sehingga penonton menjadi geram. Penyusun konten juga harus mengerahkan kreativitasnya, misalnya dalam memilih gambar atau pemilihan font huruf dalam presentasi dan juga memilih latar belakang videonya. Latar yang monoton juga menimbulkan kebosanan dan menurunkan daya tarik sebuah video pembelajaran.

Demikian beberapa miskonsepsi video pembelajaran yang harus diperhatikan jika eorang guru ingin membuat konten pembelajaran melalui video. Diperlukan keterampilan teknik dan juga pemilihan alat yang tepat dalam pembuatan video pembelajaran. Umpan balik dari penonton juga dapat digunakan untuk memperbaiki konten pembelajaran berikutnya. Ayoo semangat mendidik melalui tayangan video pembelajaran yang berkualitas. Selamat mencoba!

Catatan : Tulisan ini disarikan dari Sesi Penyusunan Bahan Ajar Berbasis Aktifitas yang penulis ikuti dengan narasumber dari Yayasan Guru Cikal.

=============================

Baitii Jannatii

13/11/2020

Tantangan Hari ke-6 menuju 30 hari

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren informasinya.

01 Dec
Balas



search

New Post