Riful Hamidah

Sangat mencintai profesi sebagai guru dan termotivasi menjadi Guru Penulis. Saya yakin, guru penulis akan memiliki kesempatan yang lebih banyak menjadi m...

Selengkapnya
Navigasi Web
Apakah Saya Bisa Kuliah, Bu..?

Apakah Saya Bisa Kuliah, Bu..?

Pagi itu, saya dan teman-teman sedang menyiapkan kegiatan seleksi calon peserta lomba kompetensi siswa yang rutin diadakan setahun sekali. Ada empat orang siswa yang ikut seleksi, satu di antaranya laki-laki.

Terus terang saya pribadi menjadi tertarik dengan sosoknya. Meski laki-laki, ia terkesan kalem dan pemalu. Selain itu ternyata dia pandai menyanyi. Suaranya sangat bagus. Uniknya lagi, ia lebih menyukai lagu-lagu yang bernuansa etnik. Almarhum Didi Kempot yang terkenal dengan musik Campursari, menjadi salah satu idolanya.

Setelah proses seleksi selesai, kami pun melihat hasilnya dan mendiskusikan. Secara skill, mereka memiliki kompetensi yang tidak jauh berbeda. Untuk itu kami fokus pada kemampuan berkomunikasi dan cara memecahkan masalah.

Kami sepakat bahwa siswa laki-laki itu memiliki kemampuan yang lebih dibanding ketiga temannya. Kami pun memutuskan memilih dia yang akan mengikuti lomba.

Ketika hal ini kami sampaikan, siswa tersebut langsung menyatakan ketidaksediaannya. Ia langsung menyatakan kalau ia tidak bisa ikut lomba karena merasa tidak siap.

Hal semacam ini sering kami temui, siswa yang ditunjuk ikut lomba kebanyakan mereka menolak. Akhirnya kami berusaha membesarkan hati mereka dan memotivasi agar mereka bersedia.

Begitu pun yang kami lakukan pada siswa laki-laki tersebut. Apalagi baru kali ini kami mengajukan siswa laki-laki ikut lomba karena biasanya yang maju siswa perempuan.

Di awal kami melihat, sepertinya siswa tersebut sedang memendam sesuatu. Kemudian kami mengajak ngobrol santai, tanya-tanya tentang keluarganya.

Dari situ akhirnya kami tahu bahwa ia dan Ibunya terpaksa hidup terpisah dengan ayahnya yang harus bekerja di luar kota. Kondisi ekonomi keluarga mereka memang pas-pasan. Tentu saja ini membuatnya sedih karena ia punya cita-cita kuliah. Dengan kondisi keluarganya yang sekarang tentu saja cita-cita itu seperti pepatah jauh panggang dari api. Ini yang membuatnya pesimis.

“Komunikasi ayah dengan Ibu serta keluarga baik, kan?” tanya saya dengan khawatir. Maklum banyak kasus siswa kami yang orangtuanya hidup terpisah karena mencari nafkah tapi mereka kemudian bercerai.

Ia mengangguk seraya menunduk.

“Ayahmu sering menelepon?” tanya saya masih khawatir.

“Iya, Bu. Saya dan Ibu juga sering menelepon ayah. Saling berkabar,” sahutnya agak panjang membuat kami lega.

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia melemparkan sebuah pertanyaan yang mengejutkan.

“Apakah saya bisa kuliah, Bu?” Kalimat ini diucapkan dengan raut wajah memelas. Matanya berkaca-kaca dan bibirnya sedikit bergetar.

Sesaat kami terdiam. Dengan kondisinya sekarang, kuliah memang barang mahal yang sepertinya tidak akan terbeli. Kenyataannya memang seperti itu, hanya mereka yang berduit yang bisa kuliah. Namun, kami juga tahu, untuk anak-anak yang tidak beruntung seperti dia, ada solusinya.

“Justru kalau kamu nanti ikut lomba ini dan berhasil menjadi juara, kamu bisa mendaftar melalui jalur prestasi. Terkait biaya kan ada jalur bidik misi. Makanya kamu harus semangat,” ucap teman saya diringi anggukan kepala dari yang lain.

“Kamu juga punya bakat menyanyi. Insya Allah dengan bakat menyanyimu itu kamu bisa lebih eksis lagi. Kamu harus yakin. Asalkan kamu punya tekad yang kuat dan gigih berusaha, keinginanmu untuk kuliah akan tercapai,” sambung saya.

Siswa tersebut tersenyum. Seperti ada secercah harapan yang kini bersemayam di dadanya. Ia pun mengangguk menyanggupi untuk ikut lomba. Betapa leganya kami semua.

Setelah itu kami melakukan pembimbingan secara intensif hingga hari H pun digelar. Ketika pengumuman, siswa saya tidak termasuk salah satu juaranya. Meski begitu, kami tetap merasa senang karena selama lomba ia bisa tampil dengan baik dan tenang serta penuh rasa percaya diri. Semua tugas berhasil diselesaikan. Padahal di awal ia sangat pemalu dan minder.

Pada waktu bersamaan ia juga mendaftar ke salah satu perguruan tinggi seni. Ia pun bersemangat membuat portofolio sebagai salah satu persyaratan yang harus diserahkan. Kemudian ia mengikuti tes-nya sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

Alhamdulillaah, dengan Rahmat Allah SWT, berkat usahanya yang keras dan doa dari orangtua serta para guru, siswa saya diterima di Jurusan Etnomusikologi sesuai dengan bakat dan harapannya. Ia juga tidak perlu khawatir dengan biaya kuliah karena ia diterima melalui jalur KIP (Kartu Indonesia Pintar).

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tangan dingin bunda Riful, mengantarkan ke Etnomusikologi..Alhamdu;illah

07 Jul
Balas

Tangan dingin bunda Riful, mengantarkan ke Etnomusikologi..Alhamdu;illah

07 Jul
Balas

Rejeki anak soleh

07 Jul
Balas

Alhamdulillah. Sesudah kesulitan ada kemudahan. Semoga siswanya sukses Bu Riful. Kerja sama sangat diperlukan dalam membantu kesulitan peserta didik kita. Sehat dan sukses selalu Bu Riful. Salam literasi.

07 Jul
Balas

Alhamdulillah, ikut senang membacanya. Smg ananda sukses kuliah dan hidupnya kelak. Beruntung punya guru-guru yang peduli selalu menyemangatinya.

08 Jul
Balas

Alhamdulillah..semoga ananda sukses menggapai cita-citanya. Sukses ya mbak posisi puncak lagi

07 Jul
Balas

Alhamdulillah, ma sya Allah, semoga ananda sukses meraih cita-citanya..

07 Jul
Balas

Mantab sekali....

07 Jul
Balas



search

New Post