Pagi ini di depan pintu gerbang sekolah. Aku berdialog dengan si Doi dan seorang temannya yang terlambat.

Aku: Kamu kemarin terlambat berapa menit?

Doi: setengah jam, Bu (wajahnya tanpa dosa)

Aku: Sekarang terlambat berapa menit?

Doi: Lima belas menit. Berarti ada peningkatan to Bu?

(Kali ini wajah tanpa dosa itu terlihat sumringah seperti pemenang lomba lari balap karung)

Aku tersenyum masam dan berusaha tenang.

Aku: besok kamu terlambat berapa menit?

Doi: sepuluh menit Bu (jawabnya yakin dan penuh percaya diri)

Aku: Besoknya lagi terlambat berapa menit? (Tanyaku nglulu. Kukira dengan begitu ia menyadari kesalahannya)

Doi: lima menit Bu (suaranya tetap lantang)

Benar-benar gemas mendengarnya. Kutatap mata si Doi dengan tatapan mata yang tajam. Kali ini aku serius dengan apa yang akan kuucapkan.

Aku: Kira-kira kalau kamu nanti kerja, terus sering terlambat seperti ini, bagaimana?

Doi tidak segera menjawab tapi wajahn

Doi tidak menjawab dan wajahnya bingung

Aku: yo kamu dipecat. (Jawabku dengan nada gemas)

Ini aturan sekolah, kamu yang mengikuti aturan sekolah. Bukan membuat aturan sendiri. Sama, di tempat kerja juga seperti itu. Paham? (Kali ini mataku tajam menatapnya. Aku tunjukkan bahwa aku sangat serius dengan apa yang aku ucapkan.)

Doi menunduk sambil mengangguk.

Aku: Besok jangan terlambat lagi, ya ..( suaraku kuperhalus) Si doi mengangguk lagi dan kupersilakan segera masuk kelas.

Keesokan harinya.

Temannya Doi: Bu, saya tidak terlambat kan?

Aku segera mengacungkan jempol.

Aku: Doi mana? (Tanyaku sambil mencari seseorang)

Temannya Doi: Doi izin nggak masuk hari ini Bu..

La dalaaa....doi, doi ... Aku tepok jidat.