Rihayati (Ria Tigas)

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
SERUNI

SERUNI

Bab 2

Hari masih gelap, sunyi terasa menyergap, hembusan angin malam menerobos perlahan melalui celah-celah dinding kayu. Hawa dingin pun menyeruak. Membelai kulit gadis belia yang kini masih terjaga. Menatap langit-langit usang. Sesekali tubuh mungil itu bergidik, menahan dingin. Diliriknya jam dinding yang bertengger tak jauh dari pandangannya. Pukul 02.00 dini hari.

Pernikahan teman sebangkunya dua hari lalu benar-benar telah mengganggu pikiran Seruni. Ada rasa iba sekaligus ketakutan. Ia tahu bahwa Ning, memiliki cita-cita yang sama dengannya. Menjadi seorang sarjana. Dulu mereka pernah berjanji akan berjuang bersama. Namun kini pupus sudah. Dan itu kian membuat Seruni ketakutan, takut bernasib sama. Menikah usia muda dan mengubur paksa segala impian.

Peristiwa tujuh hari sebelum acara pernikahan Ning digelar pun berkelebatan dalam benak Seruni.

***

“Bu, apa sebaiknya pernikahan Ning ditunda dulu sampai selesai ujian sekolah? Lha wong tinggal sebulan saja ujiannya.” Bujuk Pak Darman, wali kelas 6.

“Wis ndak bisa tho pak, lha wong undangan wis tak sebar, nanti ya aku malu sama tetangga. Lagian besan saya itu maunya cepet Pak, calon suami Ning, bulan depan sudah harus berangkat merantau ke Malaysia lagi. Dan Ning nanti akan ikut diboyong kesana.

“Ning itu anak yang pinter lho bu, apa ndak eman? Setidaknya biarkanlah dia mendapatkan ijazahnya dulu.”

“Walaahh, apa tho pak, gunane ijazah? Anak perempuan itu lha paling kerjaane ngono-ngono wae. Sumur, dapur, kasur. Uwis. Cukup. Ora butuh ijazah, pak!”

Pak Darman pun hanya terdiam. Sembari sesekali memijat-mijat keningnya.

“Pak guru benar, izinkan aku untuk ujian ya bu,” kata Ning tiba-tiba.

“Tidak perlu! Manut wong tuamu!” bentak Bu Asih.

Ning, menghabur masuk kamar, terisak. Seruni berlari mengikuti. Tetapi Ia tak berani berkata apapun, hanya berdiri di depan pintu, mematung, memandang sang sahabat yang tengah terbaring, menenggelamkan wajah di bantal dengan tangisan yang kian menjadi.

“Aku gagal, Seruni. Kau … tak boleh bernasib sama sepertiku,” kata Ning parau, yang ternyata sadar akan kehadiran Seruni.

Tak ada jawaban dari mulut mungil Seruni. Dadanya terasa begitu sesak. Butiran-butiran bening yang sedari tadi berdesakan di pelupuk mata. Luruh membasahi pipi tirusnya.

***

“Seruni! Bangun! Matahari sudah tinggi, haiii anak manjaa!” teriak Ratri, kakak Seruni

“Gustii, kawanen!” gumam Seruni.

Bangun kesiangan adalah sebuah malapetaka bagi Seruni. Seharian ini ia pasti akan diberondong omelan oleh kakak perempuannya. Meskipun ini hari minggu, anak seorang petani seperti Seruni tidaklah diperkenankan bersantai-santai. Tumpukan pekerjaan rumah sudah siap menanti.

Seruni memang baru berusia 11 tahun, namun karena tuntutan hidup ia sudah nampak dewasa, melebihi usianya. Seperti juga dengan kebanyakan anak gadis di lingkungannya.

“Walaahh-walaahh ndorone lagi tangi!” kata Ratri Ketus. Ke sungai sekarang, cuci semua baju di ember itu!” Ratri menunjuk ke arah gunungan cucian di sudut dapur.

Tanpa berani membantah, Seruni mengambil dua ember berisi tumpukan pakaian kotor milik mereka sekeluarga. Meskipun ia tampak sempoyongan karena nyawanya baru masuk setengah, ditambah menenteng dua ember penuh pakaian bukanlah hal yang mudah, butuh perjuangan bagi gadis bertubuh kurus itu.

“Nyucinya cepet ya, ndak usah sambil main, habis ini bantu Mbak njemur padi!”

Seruni hanya mengangguk, tanda mengiyakan.

“Oh, ya. kata Ibu, habis dari sungai kamu diminta ke pasar, beli jajanan untuk acara nanti malam.

“Berarti ndak jadi mbantu mbak njemur padi? ledek Seruni.

“Ya jadi!”

“Katanya disuruh ibu ke pasar?

“Wis, aja kakekan bantah!” Ratri geram.

Seruni berlari terhuyung-huyung sembil cekikikan menahan tawa. Ia kadang suka menggoda Ratri, kakak perempuannya yang super judes.

***

#kelasnovel4

#gurusiana

#mediaguru

#novelromance

Wis: sudah

ndak eman: tidak disayangkan

ngono-ngono wae: gitu-gitu saja

Manut wong tua: menurut sama orang tua

kawanen: kesiangan

ndorone lagi tangi: “majikan” batu bangun

aja kakekan: jangan kebanyakan

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post