Teliti hatimu, wahai diri. Adakah ikhlas di dalamnya? Seperti apa kah ikhlas itu? Ah, mari tengok surat Al Ikhlas. Namanya Al Ikhlas, namun tak ditemukan kata ikhlas di dalamnya. Duh, rupanya ikhlas itu, justru menyembunyikan hakikatnya. Rupanya ikhlas itu, tak menyebut-nyebut dirinya. Rupanya ikhlas itu, hanya mengatasnamakan semua untuk diriNya. Rupanya ikhlas itu, menafikan selainNya. Maka jangan heran jika dalam perjalanan menuju ikhlas, prosesnya bukan memiliki, namun melepaskan. Memberikan yang terbaik. Memberi pada yang tak meminta. Memberi sepenuh hati. Memberi sememberi-memberinya. 

Sementara dalam memberi, ada godaan tuk dilihat makhluk. Tuk dihargai. Tuk didengarkan. Padahal makhluk tak punya kuasa atas apapun. Hanya Dia lah nan memiliki segala. Bertindak kebaikan merupakan medan latihan ikhlas. Latihan tuk memurnikan hati dari menatap pada selainNya. Latihan tuk berkontribusi dalam kemurniannya. Latihan tuk tersenyum pada yang cemberut. Tuk tetap memberi meski dicibir. Tuk melangkah meski tak dilihat. Dan kebaikaan akan mengujimu. Adakah kau, wahai diri, kan merasakan kemenangan di ujung sana nanti. 

Kadang kita lebih siap dan menyiapkan kesuksesan yang akan dicapai, mau ngapain dan apa setelahnya dan lainnya. Namun, kita sering lupa tidak menyiapkan ikhlas dalam menghadapi segala tantangan. Hingga, kita salah dalam menyalurkan emosi kita kepada hal yang buruk atau menjadikannya pelampiasan yang jadi kebiasaan. Sampai-sampai menjadi permasalahan yang baru dan menambah besar permasalahan lama. Beruntunglah mereka yang menjadikan ikhlas ada di dalam hatinya. Siapkah hadapi ujian dengan selalu ikhlas hadapi rintangan dan berpegang teguh pada Allah di dunia?