Rima Wirenviona, M.Kes

Bidan Ahli Kesehatan Reproduksi yang telah melahirkan 5 buku berjudul: 1. Antara 2 Cermin 2. Antologi Pantun Kesehatan untuk Anak Usia Sekolah 3. Kemar...

Selengkapnya
Navigasi Web
Melepaskanmu dari Hidupku

Melepaskanmu dari Hidupku

Selamat petang untuk kau yang akhirnya kulepaskan. Maaf, sebab tak bisa selamanya berjuang. Meski pelukmu yang mampu tenangkan kala badai menghadang. Pun sajakmu yang mampu membuatku tinggi melayang. Namun, apa daya? Aku tak bisa menaruh hati untukmu. Pada akhirnya, aku memegang satu meski ada yang rapuh. Sunyi, hanya itu yang mampu kurasakan petanf ini. Hanya deru nafas dan detak jantung yang dapat kurasa di sore yang mendung. Sunyi, karena hati yang tak terisi dan terus ditangisi. Rasa yang tak dibalas kasih olehmu yang ingin kujadikan kekasih.

Hampa nestapa menyambut luka ditepian asa yang lenyap termakan kenangan lelap. Hampa disesak sayu purnama bersama deru katak menganga membawa desas-desus petaka. Mengapa sore yang harusnya indah kini tampak bermuram durja? Mungkinkah aku tak pantas mendapat sapanya? Ataukah dia malu untuk menyapa? Salahkah aku memulai sebuah kisah? Mungkin Tuhan ingin membuatku merasakan hampa. Namun, hampa itu kini berubah menjadi luka. Luka yang tak berdarah tapi bisa membuatku patah. Oh, mengapa semesta beri peraduan? Sedangkan aku sedang berlaga dalam pelarian. Aku semakin takut menghadapi kenyataan. Dapatkah aku bertahan oleh keadaan?

Kurasa aku tak mampu. Keadaan ini membuatku terpaku. Tapi aku tau bahwa Tuhan tak bermaksud begitu. Tuhan hanya ingin aku tau bahwa hidup harus memiliki warna kelabu. Di bawah lampu yang telah kupadamkan. Di dalam mimpi yang ku resahkan. Dikau datang sebagai satu-satunya yang ingin kulepaskan. Hidupku penuh dengan kegelisahan akan kehadiranmu. Aku ingin menyapu habis segudang kekecewaan. Menegur batin yang asyik dengan kesepian. Namun, tak sampai segala gundah berpulang, kau tambahkan luka dengan kesepian.

Oh, inikah rasanya? Kaku bisu bagai cemara. Bergeming rindu nostalgia. Bagaimana mungkin aku bisa bangkit? Karna rasa ini tak kunjung mati, menghujam kian memaki. Apa mungkin rindu sekeji ini? Terlalu cepat memilih untuk pergi sebelum kita memulai. Raga sering kali terkotakkan dengan batasan dan alasan, harapan pun membias indah dalam angan. Bila itu memang tak akan terwujudkan. Maka lindungi aku dengan ikhlas dan tawakal. Sebab aku percaya akan indah pada waktunya. Salah diri sendiri ketika kamu yang mengetuk pintu hatiku, ku biarkan hati ini yang membuka pintu itu. Harusnya akal pikiranku saja yang menyambutnya. Kamu, seperti novel sad ending yang pernah kubaca. Berapa kali pun aku membacanya, halaman terakhirnya tetap akan sama.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya

14 Jan
Balas



search

New Post