Rima Wirenviona, M.Kes

Bidan Ahli Kesehatan Reproduksi yang telah melahirkan 5 buku berjudul: 1. Antara 2 Cermin 2. Antologi Pantun Kesehatan untuk Anak Usia Sekolah 3. Kemar...

Selengkapnya
Navigasi Web
Purnama Merindu

Purnama Merindu

Ribuan purnama berlalu. Tak ada sedikitpun yang berubah dariku. Aku masih diam-diam gemar merindukanmu. Menikmati alunan kenangan yang biasa kita dengarkan dulu. Kau tahu, nyatanya bayangmu masih pekat di ingatan. Terasa nyata di dekapan. Sekali lagi, tak ada yang berubah dariku kecuali kita yang memilih untuk tidak mempertahankan rasa yang dulu meninggi. Raga sering kali terkotakkan dengan batasan dan alasan, harapan pun membias indah dalam angan. Bila itu memang tak akan terwujudkan. Maka lindungi aku dengan ikhlas dan tawakal. Sebab aku percaya akan indah pada waktunya.

Selamat malam untukmu yang pernah bersama menikmati manisnya rindu namun, dikau akhiri dengan beribu goresan luka di kalbu. Pada akhirnya, kita kembali terluka. Kau tetap bersikukuh dengan keyakinanmu bahwa ia akan kembali padamu. Dan aku tetap bersikukuh dengan segala kesendirianku. Bukankah dulu kamu pernah terluka karenanya? Lantas, mengapa kamu malah memilih berputar arah kepadanya? Bukankah dia yang mencabik hatimu dengan semena-mena? Lalu, mengapa kau masih rela memberikan bongkahan hati pada dia yang mematahkanmu?

Aku tahu ini membingungkan untukmu. Terlebih mungkin aku tidak sehebat dia di matamu. Tidak serupawan ia yang kau pandangi saban waktu. Namun, harusnya kau pahami ini aku mencintaimu meski hatimu tak pernah mencoba memelukku sewaktu-waktu. Bukan hanya ruang kamar, tapi ruang pikiranku selalu dihantui senyumanmu. Aku menjadikanmu puisi. Namun, kau hanya menjadikanku sebagai teman berdiskusi. Baiklah, sudah dipastikan puisimu bukan tentangku saja. Bukan hanya tentang kita, namun, ada peran yang lain yang mengisi.

Ada debar yang sukar terjabar ketika kau memberi kabar. Ada hasrat yang ingin kubagi namun ku urungkan karena sadar kau takkan peduli. Aku memeluk lebam separah ini tanpa kau ketahui. Kumohon jangan beranjak pergi, aku mempertaruhkan banyak hal termasuk hati ini. Kau menjadikan puisi sebagai penghilang raguku karena sekat. Nyatanya, puisimu sebatas singkat. Kau kembali meninggalkan hati yang tersayat. Katamu, ragamu di sini. Nyatanya, semua hanya ilusi. Aku menggenggammu barang sejenak. Dan sisanya, kau kembali berpeluk erat dengan kenangan yang meninggalkanmu hingga sekarat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita yg menarik

14 Dec
Balas



search

New Post