Rima Wirenviona, M.Kes

Bidan Ahli Kesehatan Reproduksi yang telah melahirkan 5 buku berjudul: 1. Antara 2 Cermin 2. Antologi Pantun Kesehatan untuk Anak Usia Sekolah 3. Kemar...

Selengkapnya
Navigasi Web
Semak Belukar di Jalan Setapak

Semak Belukar di Jalan Setapak

Selamat pagi mentari. Terima kasih untuk kehangatan pagi ini. Karenamu, aku tak lagi berpeluk pada sepi. Selamat pagi, makhluk bumi. Sudahkah bersyukur hari ini? Sekian lama kita bersembunyi di balik perasaan agar tetap aman. Setiap netra berpapasan, aku tahu kita hanya tersiksa perlahan, kesepian. Hingga di kepala muncul beberapa pertanyaan. Apa saat kau bersamanya dan menyebut namanya terasa sama seperti yang kau lakukan padaku? Apakah kisah kasih kita selama ini tidak bisa jadi andalan bagimu? Mungkinkah kita akan karam karena pecundangnya dirimu?

Pernah kuyakin kita bertakdir karena bagian dirimu cocok denganku. Setiap memikirkannya, aku semakin khawatir. Tak sampai pada gelap yang memeluk senja kemarin, dirimu berpaling. Menciptakan jarak hingga kita asing. Bahkan tak ada ucap untuk kita menjadi masing-masing. Untuk apa menghadirkan sosok "dia" kalau denganmu saja aku sudah senyaman ini. Tinggal menyatukan "kamu" dan "aku" menjadi "kita". Rindu bukan tentang jarak dan waktu. Tapi tentang rasa yang belum menyatu. Jika kita tak bisa lagi sedekat nadi, biarkan aku menjelma menjadi puisi. Agar aku dapat mengisi baitku dengan diksi tentangmu.

Denting-denting lambat memelan, menarik paksa ke dalam lamunan yang sengaja menelan. Aku berjalan pada setapak belukar yang kau tinggalkan penuh kenangan, mencoba tenang meski nyatanya ini menyakitkan. Kau berbalik seperkian detik dan menghilang menjadi titik-titik bersama rintik. Aku bersikeras memahami, menahanmu sekuat hati. Namun, sayang. Kau tak ingin ada lagi tentang kita di sini. Aku terdiam dalam peluh yang melepuh. Ada jarak yg begitu jauh hingga rindu itu harus tertahan begitu lama. Ada rindu yang enggan untuk terpejam. Lebih capek berjuang tapi akhirnya tetap dibuang.

Aku mencintaimu dengan sederhana. Sesederhana malam yang merindukan pagi. Sesederhana angin yang mendambakan mentari. Sesederhana Sang surya yang memeluk kala pagi. Pada hatiku yang angkuh. Pada mata yang berhasil membuatku luluh. Aku mencintaimu dengan sungguh-sungguh. Bukan sebatas butuh, namun untuk mencipta utuh. Nyatanya, semak belukar di jalan setapak ini tak ada yang peduli. Aku semakin ingin beranjak dari kusutnya semak yang membuat pikiranku semakin kusut pula. Di jalan setapak ini, biarkan semak belukar menjadi saksi bahwa kita tak pernah menjadi arti.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post