RINI KHARMILA SARI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
DESA PELANGI

DESA PELANGI

TANTANGAN MENULIS HARI KE-36

Pas pukul 10 malam, keuchik kampong menelponku. Memberitahukan bahwa kami tak boleh seorang pun meninggalkan rumah. Karantina mandiri. Keuchik kampong akan memberikan paket sembako selama kami menjalani karantina. Aku menyetujuinya. Mamak masih terbaring lemah di kamar. Malam itu kami tidur beralaskan ketakutan, takut jika nanti ke depan hari ada salah seorang keluarga kami yang harus dirujuk ke rumah sakit. karena kata orang, wabah ini adalah wabah yang sangat mematikan. Ku perhatikan keluargaku satu persatu, selama Eti di rumah 10 hari, tak ada satu pun dari kami yang batuk, demam, ataupun pilek berat. Hanya Mamak yang mendapatkan perawatan ke rumah sakit karena tensi tingginya naik, demam dan batuk Mamak pun kemungkinan karena sirup Kurnia yang diminumnya ketika itu. Selebihnya kami aman-aman saja. Bahkan bayi Mirda pun masih melonjak-lonjak menunjukkan kesenangannya ketika dipangku-pangku.

Pagi pun datang, seluruh personil keluarga mandi pagi. Tak pernah kami merasakan suasana seperti ini. Entah karena kesadaran sendiri, atau karena kami memaksakan diri, entahlah. Hidup lebih sehat dari sebelumnya sepertinya mulai kami jalani. Cuci tangan, pakai masker, jaga jarak. Berjemur tak lupa kami lakukan di pagi hari. Kondisi Mamak pun sudah baikan. Eti lebih banyak berjemur dibandingkan kami.

Pukul 10 pagi, Keuchik kampung, Pak Cik Yahya datang ke rumah kami. Beliau tidak masuk ke halaman rumah, beliau berdiri di luar pagar. Hpku berbunyi.

“Ka, ada sembako dari dana kampung yang diperuntukkan bagi kalian. Jika nanti kurang, hubungi Pak Cik lagi. Biar Pak Cik yang bantu berbelanja” ujarnya.

“Iya Pak Cik, terima kasih banyak atas bantuannya” jawabku.

Setelah Keuchik kampung pergi, Mirda bergegas menuju pagar rumah. Mengambil barang sembako yang diletakkan Pak Cik Yahya. Ketika Mirda mengangkat sembako, ibu Nurli, tetangga sebelah rumah kami lewat. Tiba-tiba beliau spontan menutup hidungnya menggunakan jilbab yang dipakainya. Seakan-akan adikku bangkai yang menghadirkan aroma busuk. Iba hati ini melihatnya. Mamak mengelus dada, kami beristiqfar di dalam rumah. Ujian apalagi yang menimpa keluarga kami.

Kami mulai menjalani masa karantina. rajin berolahraga, berjemur, dan makan makanan yang bergizi. Semenjak Eti ditetapkan pasien positif corona, tak pun nampak petugas dari Dinas Kesehatan datang ke rumah. Menyemprot desinfektan, minimal sebagai pembunuh hama-hama wabah yang ada di rumah kami, terutama di kamar Eti. Sudah 5 hari berjalan, stok makanan di rumah pun sudah mulai menipis. Selama di rumah, kerja kami banyak terposir untuk makan dan makan. Selebihnya bermain anak ayam yang mulai dewasa.

Kami mulai kebingungan, bergegas Mamak menelpon Pak Cik Yahya, kawan sepermainannya, meminta untuk dibelikan bahan makanan. Ternyata, sembako gratis yang kami dapatkan hanya sembako ketika pertama kemaren. Bahan makanan berikutnya harus kami tanggung dari kantong kami sendiri. Oo alaah mak, ternyata positif juga tidak seenak yang kami lihat di TV, isolasi yang biayanya dari pemerintah. Ternyata dari uang saku sendiri.

Terpaksa Mamak mengiyakan untuk menanggung semua biaya bahan makanan yang dibelikan Pak Cik Yahya. 30 hari berlalu sejak Eti diambil swab. Dinas Kesehatan kabupaten kami sudah mengatakan, sesuai dengan berita yang ku baca di internet, bahwa karantina kami jika sudah melewati 30 hari, maka sudah dianggap sembuh, karena kami termasuk pasien OTG (Orang Tanpa Gejala). Mamak kembali menelpon Pak Cik Yahya, memberi tahu bahwa kami sudah melewati 30 hari masa karantina.

Selang beberapa lama, kepala puskesmas di kampung kami menelpon. Memberitahukan bahwa masyarakat di kampung sepakat bahwa masa karantina kami harus ditambah 10 hari lagi, sekalipun Dinas Kesehatan kabupaten kami hanya menetapkan 34 hari. Ini permintaan semua warga desa. Mamak tertegun, menyetujui kesepakatan masyarakat desa.

Aku merasa geram. Aku tau siapa otak di balik ini semua. Siapa lagi kalau bukan si tu Bangka Udin, menghasut warga selama masa karantina keluarga kami. Itu ku dapatkan dari kawanku, Nursiah, teman sepermainanku. si tua Bangka malah menghasut penduduk untuk mengusir kami dari kampung. Geram rasa hatiku. Nursiah, kawanku, gadis tak tamat SD karena Mamaknya bergegas mengawinkannya dengan alasan tak sabar menimang cucu, umurnya baru 12 tahun ketika itu, toh sebenarnya karena Nursiah sudah sakit-sakitan, Mamaknya panik, Nursiah adalah anak tunggal pewaris tahta keturunannya.

10 hari berlalu. Kami akhirnya bisa kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Tak pun kutemui petugas kesehatan yang datang ke rumah untuk mengambil sample swab Eti yang kedua, sepengetahuanku, pasien corona harus diambil kembali sample swab keduanya, jika dinyatakan negative, selang beberapa hari diambil kembali. Jika sample yang ketiga negative, baru dinyatakan sembuh. Tapi cara petugas medis di kabupatenku ternyata berbeda, cukup karantina 34 hari sudah dinyatakan sembuh. Terserah. Aku tak mau tau itu semua, positif atau negative bagiku sama saja. Toh ketika karantina 44 hari yang berlalu, tak ku tengok Eti berbeda dari sebelumnya. Sama saja kondisinya.

Keretaku melaju, pagi ini aku berangkat ke sekolah, 44 hari sudah aku vakum ke sekolah. Sepanjang jalan dari rumah hingga ujung simpang kampungku, setiap bertemu warga, kebiasaanku, mengklason sebagai rasa hormatku kepada penduduk kampung, namun apa yang aku dapatkan, ada menutup hidungnya menggunakan jilbab, menyingkir dari jalan yang aku lalui, semuanya seperti takut dengan kehadiranku, padahal aku berada di atas kereta. Apalagi ini?.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post