HIDUP
TANTANGAN MENULIS HARI KE-50
Pukul 07.20 hp saya bordering. Kepala sekolah menelpon. Meminta tolong tentang pembuatan SKP. Akhirnya pukul 08.00 saya berangkat ke sekolah untuk membicarakan sola SKP tersebut. Namun sebelum sampai ke sekolah, saya menyempatkan diri menyerahkan materi dan evaluasi ke rumah anak-anak. Ada 6 anak yang saya kunjungi untuk memberikan tugas tersebut. Dengan perintah, 2 hari lagi saya akan kembali ke rumah mereka untuk menjemput hasil evaluasi yang mereka kerjakan. Alhamdulillah, dengan adanya penyerahan tugas, saya jadi tahu dimana saja tempat tinggal anak-anak saya.
Sesampai di sekolah, saya juga menyempatkan ke foto copy sekolah, membayar hutang piutang (bon) sekolah. Ada 600 ribuan hutang sekolah kami selama 2 bulan ini. Saya meminta faktur hutang yang dihitung bersadarkan perbulan. Lama saya menunggu, namun karena banyaknya antrian di meja pemilik fotocopy, saya memutuskan untuk kembali 1 atau 2 jam lagi.
Sesampai di sekolah, kepala sekolah meminta saya untuk mengolah hasil SKP beliau yang tahun 2017, sempat saya bantu, namun tidak bisa karena aplikasi yang diberikan sudah ada rumusnya. Saya meminta untuk mengerjakannya di rumah. Beliau menyanggupi.
Bergegas saya menuju pulang, pukul 10.30. namun saya menyempatkan diri lagi ke toko fotocopy. Di sana, pemilik foto copy sudah memprintkan data berdasarkan bulan. Saya bertanya, apakah harga pada bon ini adalah harga karena hutang? Maksudnya seperti fotocopy yang tertulis 300 rupiah, jika kami ingin membayar tunai, berapa kami membayar jika memfotocopy? Sang pemilik menjawab, jika tunai harga fotocopy 250 rupiah.
Begitu juga kertas HVSF4, yang harganya 55.000,jika tunai akan berlaku harga 50.000. saya berinisiatif menyerahkan uang 1 juta kepada pemilik fotocopy, untuk tabungan ketika kami memfotocopy bulan berikutnya, dengan syarat, harga yang diberikan adalah harga tunai (bukan harga hutang). Saya pun memang sudah berniat, selama saya menjadi bendahara, saya tidak ingin sekolah berhutang (sekalipun harus menggunakan uang pribadi saya, menunggu dana BOS keluar). Beliau menyanggupi.
Sebelum saya pulang, sang pemilik fotocopy menyerahkan uang sebesar 50 ribu. Saya bertanya, uang apa ini? Katanya uang tips, memang seperti itu selama ini. Saya terdiam. Saya bertanya, apakah memang seperti ini selama ini? Beliau menjawab iya.
Dengan menghela nafas berat saya berkata,
“Hutang yang dibayar 500 ribu, jika ditotalkan mungkin keuntungan yang kamu peroleh hanya 100 ribu, itupun harus menunggu 2 bulan pembayaran karena kami berhutang. Sementara uang tips yang dikasi senilai 50 ribu. Ambillah uang ini kembali..”
Saya menyerahkan uang 50 ribu itu kepada beliau. Beliau terdiam, kemudian mengucapkan terima kasih. Bergegas saya pulang ke rumah. Selama perjalanan, saya merenung, kalau lah seperti ini hidup yang dijalani menjadi seorang bendahara, mungkin saya bisa beli mobil (minimal kereta). Tapi kita tidak hidup seperti itu. Toko fotocopy tersebut hanyalah toko kecil. Keuntungan yang mereka cari untuk mencari nasi, bukan keuntungan untuk membeli mobil. Seharusnya kita yang membantu toko untuk bisa hidup (tidak berhutang), bukan hidup dari toko.
Apa yang saya lakukan hari ini, mungkin esok pagi akan ada hal buruk yang akan menimpa saya. Karena, bulan Agustus kemaren, ketika saya diamanahkan menjadi bendahara BOS, kepala TU sekolah datang menemui saya. Beliau berkata, bahwa jika saya menjadi bendahara, proyek ATK jangan diambil alih, karena itu proyek beliau. Saya paham, ternyata ini dibalik alasan kenapa beliau tidak memperbolehkan saya mengambil alih ATK di fotocopy.
Entahlah.. tapi saya merasa kasihan dengan pemilik fotocopy. Karena mereka membagi hasil keuntungan (uang tips) kemungkinan karena tuntutan kehidupan. Jika mereka tidak melakukannya, besar kemungkinan banyak sekolah yang tidak menjadikan mereka sebagai fotocopy rujukan sekolah. Maka demi keberlangsungan roda ekonomi mereka, mau tidak mau cara seperti ini yang harus ditempuh. Tapi hari ini, saya bertekad melawan kebijakan tersebut. Saya ingin mengembalikan keuntungan mereka sesuai dengan jerih payah dan kerja keras mereka. Berharap, budaya seperti ini bisa terhapuskan sedikit demi sedikit..
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Tetap semangat untuk lebih baik Bunda Rini, jangan menyerah. Salam sukses