Rini Marina

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
AKU INI MANUSIA

AKU INI MANUSIA

AKU INI MANUSIA...

Sebenarnya siang itu saya hanya iseng baca koran radar yang tergeletak di atas meja kantor. Beberapa berita sudah terbaca akan tetapi, ada hal yang menarik harus dibaca. Di halaman depan bawah ada pemberitaan tentang perjuangan perempuan muda bersama anak bungsunya.Ia adalah salah satu perempuan luar biasa, diantara ratusan bahkan ribuan para ibu yang memiliki masalah yang sama.Sebut saja nama ibu muda itu adalah “Iyem bersama anaknya aril, bukan nama sebenarnya.

Ternyata tanpa saya sadari air mata sudah basahi pipi. Hati ini tergetar untuk mencari tahu dimana ia tinggal. Setelah dua hari berlalu, bersama sang suami, kami mendapati tempat tinggalnya. Sosok ibu rumah tangga itu tinggal bersama anak bungsunya, berusia empat tahun saat itu. Mereka adalah keluarga yang jauh dari kondisi mampu. Tempat tinggalnya berada di pinggiran sungai bengawan solo. Rumah yang dihuni sangat memprihatinkan. Tiang serta dindingnya terbuat dari bambu yang sudah rapuh. Lantainyapun masih tanah, jadi dapat dibayangkan bagaimana kondisi kehidupannya.

Betapa kagetnya bu Iyem, saat melihat kami datang dan berkunjung.Dalam hatinya ia bertanya-tanya. “Kok masih ada orang yang berani menjenguk serta bertamu ke rumahnya”. Tak lama kemudian kami dipersilahkan duduk. Tak ada kursi di rumahnya, sehingga harus duduk di tempat seadanya. Sayapun sangat iba melihat kondisinya saat itu. Keadaan kesehatannya sangat memprihatinkan dan menyedihkan.Tak satupun masyarakat bahkan keluarganya yang tergerak untuk membantu penderitaannya.

Sambil bercerita atas apa yang terjadi dengan nasibnya. Tak henti-hentinya air mata penderitaan terus mengalir. Tak tahan rasanya mendengar kisahnya. Cerita tragis, namun harus tetap tegar dalam menjalaninya. Tanpa harus protes ia harus kuat menjalani hidupnya. Demi anak-anaknya tercinta ia harus mampu melampaui ujian yang telah Allah S.WT. berikan. Tuturnya dalam hati dengan penuh keyakinan,” jika Allah S.W.T memberi sakit pasti akan diberikan kesembuhan, akan tetapi harus diterima dengan sabar”. Seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam shahihnya, sahabat Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda :

مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شَفَاءً

“Tidaklah Allah turunkan penyakit kecuali Allah turunkan pula obatnya”

Dari riwayat Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah, dia berkata bahwa Nabi bersabda :

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أَصَابَ الدَّوَاءُ الدَّاءَ، بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Meskipun ia harus mengumpulkan tenaga, pikiran serta keyakinannya. Pikirannya selalu kalut tiap memandangi putra bungsunya saat tidur pulas. Ia hanya dapat berdoa atas musibah yang menimpanya. Kondisi badan yang dipenuhi dengan banyak borok bernanah serta berlendir, sampai tak mampu untuk berjalan. Sekujur tubuhnya terasa sakit dan ngilu saat dipakai gerak. Namun ia harus tetap kuat, meski setiap hari tubuhnya digerogoti oleh virus mematikan. Dalam keadaan seperti itu, bu Iyem masih dapat melakukan semua pekerjaan rumah. Mulai dari membuat makanan dengan bahan seadanya serta merawat anaknya. Tak ada tempat serta orang yang dapat diajak untuk sharing atas masalahnya. Raut muka terlihat agak bahagia saat dapat bercerita pada kami. Rasa terima kasih yang tidak pernah akan dapat dilupakan, katanya dengan suara lirih.

Demi mempertahankan hidupnya ia harus kuat menahan perih luka yang diderita. Setiap detik dan hembusan nafasnya, ia hanya meminta kesembuhan pada Allah S.W.T. Tidak henti-hentinya ia menyebut nama-Nya. Semua yang ia lakukan adalah hal luar biasa, yang pernah saya temukan. Tidak semua orang dapat menerima atas penderitaan yang ia alami. Sebagai sesama mahluk ciptaan-Nya saya hanya dapat menggelengkan kepala dan seakan tak percaya. Melihat kenyataan akan kebesaran Allah S.W.T. Hanya rasa syukur yang teramat dalam yang dapat saya lakukan. Ternyata masih banyak orang yang berada di bawah saya.

Sejak bu Iyem dinyatakan sebagai Orang Hidup Dengan HIV/AIDS (ODHA) oleh pihak rumah sakit, ia terkucil dari keluarga dan masyakarat. Hasil tesnya menunjukkan positif terjangkit HIV/AIDS stadium tiga. Masyarakat yang ada disekelilingnya merasa jijik melihat keadaan itu. Tekad kami sudah bulat untuk membantunya, sampai sehat dan dapat beraktifitas seperti sebelumnya. Kami sadar bahwa kesembuhan itu hanya milik-Nya. Namun apa salahnya jika manusia berusaha semaksimal mungkin dan berdoa atas usaha yang telah dilakukannya.

Dari hari ke hari banyak perubahan membaik, atas kondisi tubuhnya. Bu Iyem sangat termotivasi, dan yakin atas sakitnya akan segera sembuh. Dengan bantuan herbal buatan suami yang biasa disebut “SRI AJI”, bu Iyem rajin sekali merebus dan meminumnya. Perubahan atas dirinya yang sebelumnya tidak dapat berjalan, berangsur mulai dapat berdiri dan belajar untuk dapat berjalan. Setiap pagi, ia ditemani oleh si kecil untuk berjemur di depan rumah. Luka-luka di seluruh tubuhnya mulai mengering. Bahkan borok yang paling parah, yang ada di lengan dekat ketiak sudah mulai mengecil dan tak bernanah lagi.

Setiap pagi saat matahari mulai bersinar, ia keluar rumah dan melihat lingkungan sekitar bersama anaknya. Setiap kali ada orang lewat di depan rumahnya, dia berusaha untuk menyapanya namun, tak ada yang merespon. Hatinya hancur sekali, saat para tetangga, teman sewaktu sekolah SD dan keluarga tak ada yang mau disapa. Muka masam dan acuh yang ada saat di tanya. Pikirannya tak karuan. Lagi-lagi hanya air mata yang jadi teman setia dalam kesedihannya.

Setelah enam bulan berlalu, bu Iyem sudah dapat melakukan semua pekerjaannya dalam kondisi seperti orang normal lainnya. Apapun ia lakukan untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Setiap pagi bu Iyem bersama Aril, mengayuh sepeda butut yang ia miliki. Dengan menjual nasi bungkus dengan berkeliling yang jauh dari tempat tinggalnya. Seminggu barang dagangannya masih laku dan habis. Walaupun tak banyak uang yang di dapat namun cukup buat makan.

Rasa iri yang terpendam di hati manusia selalu ada, apalagi ia tidak suka sama sekali jika ada orang hidup lebih baik darinya. Suatu hari saat bu Iyem menjajakan dagangannya, tersebar berita bahwa dia adalah odha. Dengan penuh makian ia pulang bersama anaknya. Tak satupun nasi bungkusnya yang laku saat itu. Sambil mengayuh pedal sepedanya ia menangis. Hatinya sakit serasa teriris-iris dan pilu. Dalam hatinya ia berkata, “kenapa aku sudah normal julukan odha masih melekat hingga kini”. “Sangat nistakah diri ini?”. “Aku sakit juga bukan kehendakku, lalu siapa yang harus disalahkan?”.

“Dulu waktu aku masih sakit mereka bisa jijik melihatku”.

“Sekarang aku sudah bersih dan gak seperti orang sakit”.

“Apa salahku, Tuhan?”

“Kenapa, Tuhan, cobaan kok tiada henti?”

“Sampai kapan aku harus menderita?”

“Itu pertanyaanku pada Tuhanku”.

“Sakit hina, sudah sembuhpun masih tersingkir”.

Bu Iyem sangat mengeluh dengan keadaan yang dihadapinya. Meski pertanyaan itu berputar-putar dalam hati serta pikirannya, ia segera sadar bahwa ujiannya adalah hal terbaik dari TuhanNya.

Terkadang yang membuat saya heran adalah, kenapa manusia lupa akan kebesaran Allah S.W.T.? Sakit adalah bagian dari ujian pada umatnya. Melalui cobaan berupa sakit, manusia wajib berusaha untuk mencari obatnya dan selalu berdoa memohon kesembuhan dari-Nya. Keadaan sakit menjadikan kita lebih sabar dan berpikir lebih dewasa sehingga dapat selalu intropeksi diri.

Saat manusia mengeluh, dengan bertanya-tanya dalam hatinya. Mengapa saya tidak mendapatkan apa yang saya inginkan (berupa kesehatan)? maka Allah SWT, menjawab dengan firman-Nya :

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. 2:216).

Dan ketika manusia mendapat cobaan berupa penyakit, kemudian ia bertanya : “Mengapa ujian (penyakit) seberat ini ?”, kemudian Allah berfirman bahwa :

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. 2:286)

Setelah berusaha dan berdoa, namun ujian (penyakitnya) belum mendapat kesembuhan maka, manusia mulai putus harapan. Kemudian ia mengatakan dalam hatinya mengapa ujian (penyakit) ini tidak kunjung sembuh?, dengan kebesaran-Nya Allah berfirman :

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. 3:139)

Manusia wajib selalu bersyukur atas segala nikmat-Nya, sebam dalam kesusahan pasti akan datang kemudahan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post