Rini Marina

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Doaku Untukmu

Doaku Untukmu

Doaku Untukmu

Pagi berselimut kabut. Pandangan mata serasa buram. Rinai embun membasahi alam sekitar. Udara dingin memagut tulang. Namun tak menyurutkan langkah para siswa untuk belajar. Sebagian besar mereka menggunakan jasa kendaraan umum. Dari arah berlawanan mereka berhenti di sebuah pertigaan yang sama. Mereka berjalan ramai-ramai menuju sekolahan, yang tak jauh dari jalan besar.

Memasuki jalan desa berpaving, mereka menikmati suasana alam. Pepohonan berjajar di sepanjang jalan nampak rapi. Batang-batang pohon berbalut kain kotak-kotak merah putih. Layaknya nuansa daerah di kawasan Pulau Dewata. Kain yang sengaja dipasang, dengan tinggi 15 centimeter. Sembari jalan mereka saling bercerita. Riuh suara canda tawa mengiringi langkah mereka.

Tak jarang siswa yang rumahnya jauh mengendarai sepeda onthel ke sekolah. Mereka telah terbiasa dengan kemandirian. Sikap mandiri ini telah terbentuk sejak awal kelas tujuh. Orang tua siswa hanya mengantar saat daftar dan tes saja. Selebihnya mereka berangkat dan pulang sendiri. Kesibukan orang tua sebagai petani, buruh, bahkan pekerja di Luar Negeri membuat para siswa terbiasa hidup apa adanya. Bahkan banyak ditemukan keluarganya yang tercerai berai. Sehingga mereka harus bekerja dan ikut kakek neneknya.

Tanpa adanya komando dari bapak ibu guru, mereka memasuki gerbang sekolah dengan tertib. Satu persatu mereka turun dari sepedanya. Warning di depan pintu masuk telah terpampang dengan jelas. “Anak-anak harap turun dari sepeda”. Rupanya mereka telah terbiasa membacanya. Kebiasaan itu kini telah menjadi budaya.

Senyuman hangat bapak ibu guru telah menyambut kedatangan mereka. Uluran tangan penuh kasih sayang selalu mereka rindukan. Dengan sedikit menundukkan kepala, siswa mengulurkan tangannya. Rasa hormat pada gurunya kian terlihat jelas. Siswa mencium tangan gurunya, sambil mengucapkan salam. Spontan terucap balasan salam dari guru mereka dengan ihlas. Betapa nikmatnya menjadi seorang guru. Ratusan doa selamat terus mengalir setiap saat. Bukan hanya doa yang kita dapat. Namun, masih banyak lagi yang kita ketahui tentangnya.

Tidak sulit bagi guru mengenali karakter siswanya. Saat berjabat tangan, sering kali aku memergoki siswa dengan wajah murung, sedih bahkan galau. Memang aku tidak mengajar seluruh kelas. Akan tetapi, siswa yang terlihat tidak biasa pasti akan ku catat dalam memoriku. Identitas yang menempel di baju memudahkaku untuk mengingatnya.

Mentari mulai menampakkan sinarnya. Cuaca dingin, kini mulai menghangat. Seluruh siswa berjalan menuju kelasnya. Petugas piket sibuk dengan tugas yang harus dijalaninya. Lantai, kaca jendela, papan serta administrasi kelas telah rampung dikerjakan. Di teras depan kelas,para siswi duduk sambil ngobrol santai. Siswa yang aktif akan pergi ke lapangan. Mereka memanfaatkan waktu luangnya dengan bermain bola voli. Sembari menanti bel beberapa babak dapat mereka lalui.

Beberapa menit kemudian, bel tanda masuk berdering. Pembiasaan pagi setiap kelas dimulai. Seperti biasa, seluruh siswa menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tak lama berselang, mereka menghafal surat-surat pendek Al-Qur’an selama 10 menit. Dilanjutkan dengan membaca buku bacaan yang dibawa oleh siswa. Kultur itu telah terbentuk beberapa tahun ini. Usai pembiasaan pagi, proses pembelajaran baru dimulai.

Jam pelajaran berlalu dengan cepat. Bel telah berbunyi sebanyak tiga kali. Seluruh siswa berhamburan keluar kelas. Pertanda waktu istirahat telah tiba. Dengan sigap aku bergegas menuju kelas 7F. Mencari siswa yang bernama Apin. Aku mencarinya bukan karena dia membuat masalah. Akan tetapi ingin mencari tahu keadaan kesehatannya.

Secara kasat mata, fisik Apin nampak sehat. Akan tetapi aku ragu. Ku taruh tanganku di pundaknya. Lantas dia ku ajak jalan menuju tempat yang nyaman. Aku ingin ia merasakan kasih sayang gurunya. Meskipun aku tidak mengajar kelas tujuh. Berbagai pancingan pertanyaan aku lontarkan. Mulai dari alamat, berat badan, tinggi badan serta kehidupan keluarganya.

Awalnya jawaban itu terdengar biasa saja. Akan tetapi saat aku bertanya tentang kesehatannya, ia terlihat sedih. Senyuman yang selalu menghiasi wajahnya kini pudar. Ia mulai mengingat kenangan semasa kecil. Cerita pahit itu ia jalani sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Apin tak mampu menatapku. Matanya yang berkaca-kaca sesekali ia usap dengan kedua tangannya.

Apin serasa tak mampu untuk bicara. Namun, ia tetap menceritakan kisah sedihnya. Ternyata semenjak kelas V, Apin suka dengan minuman instan. Minuman yang menggunakan pemanis buatan, pewarna, bersoda serta penambah stamina. Ia menjadi pecandu minuman yang tidak selayaknya diminum oleh anak-anak. Berbagai produk ia pernah mencobanya. Setiap istirahat dan pulang sekolah ia selalu membelinya. Apin tidak mengetahui dampak yang ditimbulkannya. Kedua orang tua Apin tidak mengetahui, apabila anaknya terbiasa konsumsi minuman berbahaya.

Setahun telah berlalu. Kondisi Apin tetap segar bugar. Ia masih seperti anak lainnya. Lambat laun ia merasakan perubahan pada dirinya. Setiap habis gerak ia mudah sekali capek yang luar biasa. Tidak hanya itu, untuk menghilangkan dahaganya ia selalu minum air dingin. Ia gak peduli seberapa banyak meminumnya. Saat liburan semester satu berlangsung, Apin merasakan mual yang luar biasa. Matanya berkunang-kunang. Badannya terasa sakit dan serba tidak nyaman. Sampai akhirnya ia harus di rawat di Rumah Sakit daerah setempat. Apin si anak malang, harus masuk Unit Gawat Darurat (UGD) selama dua hari. Setelah melakukan berbagai tes, ia dinyatakan positif sakit diabetes melitus.

Sedikit demi sedikit kebiasaan buruknya mulai ditinggalkan. Apin berangsur membaik. Akan tetapi ia harus selalu mengkonsumsi obat-obat kimia. Tubuhnya yang kurus mulai kini berubah menjadi gendut. Meski begitu, ia tetap melakukan aktivitas seperti biasanya. Tidak ada rutinitas yang ia tinggalkan. Bahkan ia sangat aktif mengikuti olah raga, bersama teman-temannya.

Pada bulan Juli 2016, Apin resmi menjadi siswa di sebuah SMP negeri dekat rumahnya. Setiap pagi dan siang ia harus kayuh sepeda satu-satunya. Dengan penuh semangat ia belajar dan terus belajar. Secara akademis ia bukan tergolong siswa yang pandai. Akan tetapi ia rajin dan tidak banyak membuat ulah. Apin siswa yang lucu dan murah senyum.

Setiap istirahat pertama Apin masuk lapangan dan bermain voli. Kini tiba gilirannya mengambil bola yang keluar garis. Ia mengejar bola voli yang menggelinding. Dengan segera aku dekati dan meminta siswa lain menggantikan posisinya. Alpin ku ajak ngobrol di pinggir lapangan. Ia sudah terbiasa sharing denganku. Iseng-iseng aku bertanya padanya tentang penyakitnya.

“Bagaimana kondisimu hari ini, nak?”

“Saya sebenarnya masih sakit bu. Tapi berusaha saya pakai gerak terus biar gak lemas.” Kata Apin dengan mengusap keringat di dahinya.

“Berapa kadar gulamu? dan kapan terakhir cek.” Tanyaku dengan penuh rasa ingin tahu.

Tiba-tiba saja Apin dengan malu-malu mengatakan, “Sudah gak terlihat bu, kata pak dokter.”

“Maksudmu bagaimana, nak?” dengan keheranan aku, ingin dia menjawab dengan serius.

“Benar bu, di alatnya pak dokter sudah gak terlihat, karena sudah melampaui batasnya.” Dengan nada sedih dan menundukkan kepala ia katakan kondisinya.

Semampuku ia kuberikan dorongan untuk tidak minder, dan gak usah takut dengan penyakitnya. Lantas ia kujelaskan semua tentang penyakitnya. Dia kuberi ramuan herbal SRIAJI buatan suami. Apin menatapku seakan ia tidak percaya. Apalagi saat aku bilang bahwa ini gratis. Saat mau habis bisa SMS atau memberitahuku langsung. Apin tersenyum bahagia, ia sangat yakin sekali jika ia akan sembuh.

Selama dua minggu Apin lepas obat-obat kimia. Apin sangat mempercayai apa yang dikatakan oleh gurunya. Ia hanya minum herbal itu saja. Seperti biasa saat istirahat, aku menemuinya di lapangan. Hanya sekedar bertanya tentang perkembangan kesehatannya. Dengan senang hati Apin bercerita tentang apa yang dialaminya. Dia mengatakan bahwa, sekarang badannya tidak mudah lemas dan capek. Akan tetapi sering kencing dan berkeringat. Sebelum minum herbal ini, setiap pulang sekolah ia tidak dapat jalan. Kemana-mana harus dibantu ibunya. Ia hanya berada di atas tempat tidur. Badannya tidak bertenaga dan selalu haus. Ternyata kejadian itu sudah terjadi enam bulan lamanya.

Tiga hari sebelum aku tanya, dia sudah periksa ke dokter. Kadar gula yang sebelumnya tidak terdeteksi kini tinggal 165. Apin dan kedua orang tuanya heran dengan hasil tes yang diperolehnya. Mereka seakan tidak mempercayainya jika Apin mulai normal. Setiap Sabtu sebelum pulang, Apin mampir ruang guru. Ia memberitahuku kalau herbalnya habis. Akupun sudah menyiapkan, jika sebungkus dipakai untuk seminggu.

Enam minggu lamanya, Apin konsumsi rutin herbal pemberianku. Setelah diperiksa ulang hasil terkahir juga masih stabil. Artinya kondisinya sudah mulai normal. Penyumbatan aliran darah ke pankreas kini telah hilang. Peredaraan darah berjalan dengan normal. Apin sekarang sudah benar-benar sehat. Meskipun ia sudah sehat, aku selalu mengawasinya. Sesekali aku hampiri kelasnya dan menanyakan kondisinya. Hanya rasa syukur pada Allah S.W.T, atas kesembuhan yang diberikan pada siswaku.

Acapakali Apin menemuiku, menarik tangan kananku dan menciumnya. Dengan senyum-senyum ia ucapkan salam dan terima kasih. Ketika aku lewat depan kelasnya setelah mengajar, ia lari dan berjabat tangan. Ucapan rasa terima kasih selalu mengalir dari mulutnya. Kedekatanku dengannya seperti layaknya seorang ibu dan anak. Ia juga merasa nyaman ketika berkeluh kesah denganku. Berbagai hal ia tanyakan padaku.

Pendidikan tidak harus berupa akademi saja. Kasih sayang dan mengenal lebih dekat pada siswa, merupakan hal terbesar dalam membentuk kepribadiannya. Siswa akan menjadi hormat dan taat pada gurunya, manakala gurunya mengerti keadaannya. Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk memahami keberadaannya. Hukuman, perintah serta kata-kata bernada tinggi membuat siswa jenuh dan malas. Hanya dengan kasih sayang yang tulus serta peduli mereka akan menjadi yang terbaik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Betul Pak, karena kita tidak berhadapan dengan sebuah robot. Jadi perhatian, kasih sayang merupakan kunci untuk mendapatkan hatinya. Itulah yang selalu saya lakukan. Bukan hanya pada siswa tapi juga mereka yang membutuhkan

04 May
Balas

tulisannya bagus, penulisnya pasti keren. Mau dong diajarin bikin cerpen yang bagus kayak gitu.

04 May
Balas

Tahap berlatih Pak Leck, Panjenengan yang TOP. Harus banyak belajar dari panjenengan

05 May

Oh intinya tentang perhatian ya Bu Rini. Perhatian seorang guru tanpa batas. Semoga setiap guru punya perhatian seperti Bu Rini, pastilah pendidikan kita akan semakin terjaga.

04 May
Balas

Muda-mudahan tangan Apin menarik tangan ibu untuk masuk surga .

04 May
Balas

Aamiin Yaa Robbal 'alaamiin, terima kasih doanya bu

05 May



search

New Post