Rini Marina

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
HIDUP SEGAN MATIPUN ENGGAN

HIDUP SEGAN MATIPUN ENGGAN

HIDUP SEGAN MATIPUN ENGGAN

Di luar dingin, senyap. Langit gelap, malam seperti mati. Keheningan menyisakan suara-suara binatang malam yang misterius. Di balik jendela kamar, ia menatap keluar. Rasa hampa menerpa seraut wajah yang sedang gundah.

Tubuhnya yang tegap, nan berisi kini melemah. Ketampanannya sudah tidak nampak lagi. Pori-pori kulitnya telah tersumbat. Kulitnya yang bersih, kini telah berubah menjadi hitam,kering bahkan bersisik. Jari jemari kaki kian kaku dan sulit untuk digerakkan lagi. Ibu jarinya telah membusuk. Sehingga aroma tidak sedap menyebar di setiap sudut ruangan.

Lelaki paruh baya itu, hanya dapat meratapi nasibnya. Setiap malam, ia mengenang masa lalunya. Dulu hidup mereka penuh kebahagiaan. Sebuah keluarga dambaan setiap insan. Istri, anak-anak serta sanak saudara semua memedulikannya.

Seiring dengan perputaran waktu, keadaan menjadi terbalik. Bapak yang dulunya sangat disegani dan berwibawa, kini mulai dilupakan. Tulang punggung keluarga beralih pada istri. Hanya duka nestapa yang ia rasa. Semua yang ia jalani tinggal kenangan.

Dua tahun sudah, Penyakit Diabetes Melitus (DM) menggerogoti tubuhnya. Lelaki gagah itu, sekarang terlihat tua renta. Ia seakan putus harapan. Semangatnya telah mematikan langkahnya. Hanya kematian yang ada dalam benaknya.

Masyarakat sekitar, biasa menyapa dengan sebutan Polo. Sebab kesehariannya ia berdagang palawija. Ketenarannya berdagang telah merubah nama aslinya. Hingga tak satupun yang tahu nama sebenarnya. Tak heran jika di lingkungan pasar namanya terkenal. Sebab ia satu-satunya pedagang palawija terbesar di pasar kota tersebut. Selain itu Polo orang yang ramah dan supel.

Udara pagi yang sejuk membuncahkan semangat hidupnya. Polo menghampiri kursi tua yang ada di teras rumahnya. Melihat luka kakinya yang mengaga Polo makin sedih. Lambat laun kakinya sulit dipakai untuk jalan.

Pikirannya kian kalut. Acapkali ia berkaca, batin Polo menjerit. Melihat kondisinya kian parah. Belum lagi, kulitnya yang kasar, hitam serta kering, membuat risih dan jijik yang melihatnya.

Ia benar-benar stres dengan keadaan yang dialaminya. Apalagi luka-luka kecil menghiasi kulitnya. Rasa pedih dan gatal yang tak tertahankan. Hingga tangannya tak kuasa menghentikan garukkan itu.

Polo sering terlena dengan kebiasaan menggaruknya. Ia sampai lupa kulit yang digaruk sampai lecet. Bahkan berdarah dan ia tak merasakan sakit.

Bersusah payah Polo meraih pegangan yang ada di depannya. Ia masuk ke rumah, untuk mengambil makanan yang ada. Tak lama berselang, Polo kembali duduk di teras lagi. Lalu lalang pengendara melewati depan rumahnya.

Selama sakit, Polo sangat menjaga pola makannya dengan baik. Akan tetapi semua yang dilakukannya tidak membuahkan hasil. Ia benar-benar takut melanggar pantangan makanan.

Suatu hari, Wanto menjenguknya. Apapun keadaan sahabatnya, ia tak lagi memedulikannya. Dengan penuh keyakinan, Ia menyemangati terus.

Wanto mengisahkan adiknya, yang juga sakit DM. Bertahun-tahun tersiksa karena penyakitnya. Namun ia tegar menghadapi cobaan sakit. Sehingga Allah memberikan kesembuhan padanya.

Berbagai pengobatan telah ia jalani. Hingga pada akhirnya ia menemukan obat yang tepat. Meskipun nampak sepele, tapi khasiatnya luar biasa.

Ia lepas semua obat-obat kimia. Hanya herbal SRIAJI saja yang dikonsumsi. Selama tiga bulan ia rutin meminumnya. Untuk memastikan keadaannya, ia periksa ke dokter. Pada bulan ke-tiga, ia dinyatakan normal. Sekarang ia sudah pulih dan kembali seperti dulu.

Kisah yang diceritakan Wanto, ternyata sangat menginpirasi. Polo ingin segera bangkit dari keterpurukannya. Berbagai pertanyaan ia sampaikan pada temannya.

Keesokkan harinya, Polo hanya duduk termangu di teras rumahnya. Ia menuggu seseorang yang dinantinya. Polo berharap pembuat herbal SRIAJI lewat depan rumahnya. Kebetulan sekali Polo satu kelurahan dengannya.

Mata Polo terbelalak. Seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Orang yang ditunggu-tunggu lewat jalan depan rumahnya.

Sekuat tenaga ia kerahkan untuk memanggilnya.

“Mas...mas Riyanto,” teriak Polo sambil bertepuk, agar suaranya terdengar. Kebetulan jalanan sepi. Riyanto berhenti dan memarkirkan sepeda motornya. Riyanto menghampiri Polo yang sedang berdiri.

Haaah...haah...haah...suara nafas Polo. Ia tergopoh-gopoh menuju kursi yang akan diduduki. Sorot mata sayu itu, menenatap kursi yang ada di pojok teras. Ia berusaha melayani tamunya dengan baik.

Polo mempersilahkan duduk tamunya. “Monggo, mas Rin seadanya saja ya.” Kata Polo berbasa basi. Maklum mereka satu kelurahan, jadi sudah saling tahu. Akan tetapi Polo belum pernah mendengar, herbal yang di buat Riyanto. Sebab semenjak menikah Riyanto pindah daerah.

“Iya Mas.” Jawab Riyanto dengan penuh perasaan tak menentu. Melihat kondisi Polo yang sangat memprihatinkan, ia sangat iba sekali. Polo menceritakan seluruh kisahnya. Ia tak menutupi kenyataan yang dijalaninya.

“Apa benar mas, sampeyan dapat meramu herbal untuk diabet? Tanya Polo dengan nada sedih. Polo selalu teringat vonis dokter sebulan lalu. Apabila lukanya tidak kunjung membaik, ia akan diamputasi.

“Benar, pak. Herbal ini sangat cocok untuk diabet.” Sambil menahan napas karena bau, Rin menjawab pertanyaan Polo. Riyanto lantas beranjak dari kursi, mengambil herbal yang ada di sepeda motornya. Beberapa bungkus herbal ia sodorkan.

Polo nampak bersemangat. Keyakinannya membuat ia makin mantap, jika dia akan normal kembali. Berbagai pertanyaan ia sampaikan. Mulai dari cara merebus, minum serta reaksi yang ditimbulkannya. Polo sangat antusias ingin segera meminumnya. Ia ingin segera sembuh dan dapat melakukan aktivitas seperti biasa.

Riyanto sangat mengerti dengan kondisi yang dialami Polo. Sehingga ia tidak bersedia menerima uang pemberian Polo. Meski ia bilang, sebagai pengganti herbalnya.

Senyum kebahagiaan nampak di raut wajahnya. Guratan kesedihan tak lagi menghantui dirinya. Polo sangat berharap dapat lepas dari obat-obat kimia. Ia sangat yakin atas jawaban yang diberikan Rin.

Tak lama berselang Rin undur diri. Ia berpamitan dan melanjutkan aktivitas lainnya. Sebab banyak hal yang harus ia kerjakan. Maklum saja selain meramu herbal, juga pembuat pupuk organik.

Di seberang jalan, nampak tetangganya yang memperhatikan Polo. Ia penasaran dengan bungkusan tas plastik yang sedang di tenteng Polo. Tak lama kemudian, Budi lantas menghampirinya. Iseng-iseng ia menanyakan isi kantong plastik itu.

“Mas, apa yang kamu bawa? Kok aku perhatikan dari seberang jalan kamu senang sekali.” Tanya Budi pada Polo.

“Oh... ini ya. Herbal Bud, tadi diberi sama mas Rin.” Jawab Polo dengan penuh semangat.

“Apa herbal SRIAJI ?”

“Iya benar, ini herbal SRI AJI. Herbal asli buatannya mas Rin. Ngomong-ngomong kamu kok tahu tentang herbal ini.”

“Ya jelas tahulah, beberapa tahun lalu ibuku juga sakit diabet. Setelah lelah berobat baru ketemu dengan herbal itu. Padahal kondisi ibuku harus amputasi kakinya. Namun, Allah S.W.T memberikan kesembuhan dengan mengonsumsi herbal SRI AJI. Makanya aku penasaran tadi, melihat kamu ngobrol sama mas Rin. Segera direbus mas, gak usah nunggu sampai besuk. Aku sudah tahu dan membuktikannya.”

“Ya sudah, terima kasih ya, sudah memerhatikanku.” Kata Polo dengan menahan rasa pegal di pinggangnya.

“Aku pulang dulu kalau gitu ya mas.” Pamit Budi pada Polo yang sedang menuju masuk rumahnya.

Ӝ

Langkah kaki gontai itu, mengantarkan dirinya menuju dapur. Berkali-kali ia memanggil Sri, namun tak kunjung datang. Mungkin saja putri sulungnya, sedang keluar rumah. Gerutu Polo dalam hatinya. Pada akhirnya ia harus tertatih-tatih merebus herbal sendiri. Di dalam benaknya, yang ada hanya keinginan untuk sembuh dan sembuh.

Semangat hidupnya mulai tumbuh. Satu tekad dan harapan yang selalu diimpikan. Ya, kesembuhan serta mengembalikan dirinya pada posisi kepala keluarga. Sebab, selama ia sakit tak dapat berbuat lebih dan hanya berdiam diri di rumah.

Perlahan-lahan Polo menakar herbal yang akan direbus. Ia ambil empat sendok makan herbal dan dimasukkan ke dalam panci. Lantas Polo menuangkan air sebanyak 1,5 liter, dan merebusnya.

Sembari menunggu rebusannya mendidih, Polo menyiapkan wadah dan alat penyaringan. Setelah lima belas menit, Polo mematikan kompornya. Sedikit demi sedikit air rebusan dipindahkan ke dalam botol.

Sayup-sayup terdengar suara Warni, istri Polo mengucap salam. Dengan suara lirih Polo menjawabnya. Balasan salam itu tak terdengar dengan jelas. Sehingga Warni yang baru pulang dari pasar tidak dapat mendengarnya. Melihat teras depan rumah kosong, Warni agak gusar. Ia mencarinya ke tempat tidur dan kamar mandi.

“Pak...Pak... kamu ini di mana?” teriak Warni, yang sedang jengkel.

“Iya, aku di sini. Langsung ke dapur saja.” Saut Polo dengan wajah berseri-seri. Sejak Polo sakit, Warni tak biasanya perhatian pada suaminya. Tiba-tiba saja, ia masuk dapur dan mengomel karena jengkel.

“Aku masuk rumah dan ucap salam tapi tidak kamu balas. Biasanya setiap aku pulang dari pasar kamu duduk di teras. Tadi aku cari-cari juga tidak ada. tak taunya kamu di dapur. Memangnya kamu sibuk apa?” gerutu Warni pada suaminya.

Polo hanya duduk dan terdiam. Ia tak mau menanggapi ocehan istrinya. Sebab Polo sudah hafal tabiat istrinya. Meski marah namun hanya sebentar. Polo sangat yakin jika istrinya masih sayang padanya. Melihat gelagat istrinya, Polo seakan cuek. Ia pura-pura fokus menunggu rebusan herbalnya yang segera mendidih. Ia sudah tak sabar lagi, dan ingin segera meminumnya.

Melihat suaminya yang tidak merespon, Warni kembali bertanya. “Pak, kenapa kamu hanya memandangi air panas seperti teh itu. Memangnya itu minuman apa?” Desak Warni pada Polo. Warni benar-benar ingin tahu, dengan apa yang direbus suaminya.

“Ini herbal yang tempo hari pernah kuceritakan padamu bu. Tapi kamu sudah tak memedulikanku. Berulang kali, aku memintamu untuk menemui mas Riyanto, tapi kamu tak pernah mau. Akhirnya aku berusaha sendiri.” Polo menyodorkan bungkusan herbal pada istrinya. Sambil mengungkapkan kekesalan hatinya pada Warni.

Mendengar perkataan suaminya, Warni nampak menyesali sikapnya. Sebab selama suaminya sakit, ia tidak begitu perhatian. Apapun yang dilakukan tanpa sepengetahuan suaminya. Ia pergi ke mana-mana jarang pamit pada polo.

Tanpa terasa air mata Warni berlinang dan membasahi pipinya. Isak tangis Warni memecahkan kegalaun hati Polo. Warni berkali-kali meminta maaf padanya. Ia tak akan mengulangi kesalahannya lagi. Polo sangat terenyuh dengan permohonan maaf istrinya. Akhirnya, mereka saling memahami dan memaafkan.

Rasa sakit yang diderita Polo agak berkurang. Suasana hatinya sangat senang dan membuncahkan semangat baru. Polo sudah tak lagi sedih meski ia sakit. Dengan suara parau ia meminta bantuan istrinya.

“Tolong ambilkan gelas bu. Aku ingin segera meminumnya.” Kata Polo pada istrinya yang masih berdiri seperti patung. Warni tak menyangka bila suaminya nampak ceria dan riang. Tanpa berkata-kata lagi, Warni mengambilkan dua gelas besar tanggung. Ia sodorkan gelas itu pada suaminya. Tanpa disuruh, Warni meladeni suaminya dengan penuh kasih sayang.

Warni segera menuangkan, air rebusan herbalnya ke dalam gelas. Polo menggelengkan kepala sambil senyum-senyum kecil. Polo sangat bersyukur doanya telah dikabulkan. Ia yakin, satu per satu keluarganya akan kembali seperti sedia kala.

Hati serta pikiran Warni baru saja dibukakan oleh Allah. Ia menyesal jika selama ini telah meremehkan suaminya. Ternyata Ia merasa ketakutan apabila kehilangan suami selamanya.

Dukungan Warni sangat mempengaruhi kesembuhan Polo. Warni rutin merebuskan herbal buat suaminya. Pancaran hati yang bahagia, membuat Polo makin bersemangat. Polo tak lagi, mau berpikiran negatif terhadap Warni. Sebab pikiran yang tidak baik, menjauhkan diri dari rasa tenang. Warni bagaikan energi positif baginya.

Hari telah berganti begitu cepatnya. Minggu pertama, proses detoks dimulai. Sekujur tubuh Polo merasakan sakit yang luar biasa. Penyumbatan yang ada di tubuhnya mulai terdorong. Nanah busuk disertai belatung, keluar dari luka kakinya.

Pada minggu ke dua, luka-luka kecil di tubuhnya mulai mengering. Kakinya yang bengkak, kini mulai mengempis. Kulit kaki semula berwarna hitam, berangsur menjadi coklat.

Kondisi Polo kian membaik. Luka di kakinya yang membusuk kini sudah mulai menutup. Setiap bulan berat badannya selalu naik. Kulitnya yang kering, bersisik, hitam dan keriput kini sudah mulai berkeringat. Pori-pori kulit telah bekerja sesuai dengan fungsinya. Sel-sel yang mati kini telah mulai regenerasi.

Organ tubuhnya satu demi satu mulai normal. Polo rutin memeriksakan kesehatannya. Setiap bulan perubahannya sangat luar biasa. Pankreasnya dapat bekerja sesuai fungsinya. Sumbatan-sumbatan yang selama ini sangat menganggu kini telah bersih. Begitu ia mendapatkan hasil tes darah lengkap, tanpa pikir panjang Polo langsung bersujud syukur. Polo dinyatakan sehat. Ia telah pulih, seperti sebelum sakit.

Sungguh nikmat luar biasa yang ia rasakan. Selama lima bulan, ia rutin mengonsumsi SRIAJI. Polo sangat bersyukur dan terus bersyukur atas kesembuhannya. Hingga pada suatu hari, ia datang menemui Riyanto dan memberikan sebuah amplop berisi uang. Meskipun ditolak, ia tetap meninggalkannya di atas meja.

Polo memamerkan kakinya yang dulu telah hancur dan busuk. Hingga harus diamputasi. Namun Allah berkehendak lain. Ia ditemukan obat yang sesuai dengan penyakitnya. Kini kakinya telah dapat dipakai jalan bahkan berlari.

Pada bulan ke enam, Polo melakukan aktivitasnya lagi. Ia berjualan palawija di pasar. Sedangkan Warni, hanya mendampi suaminya saja. Di lingkungan sekitar, Polo juga harus memimpin shalat berjamaah di mushala depan rumahnya.

Kesembuhannya membuat keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar ikut senang. Ia tak pernah melupakan kegiatan jalan pagi serta bersepeda di hari Minggu. Ia benar-benar sangat menikmati hidupnya. Selain itu ia selalu mengganti waktunya yang hilang selama ia sakit. Ia berikan kasih sayang serta kebersamaan bersama keluarganya.

Apabila manusia sangat meyakini kebesaran-Nya, maka ia tidak akan pernah merugi. Sekalipun ia harus menjalaninya dengan penuh kesabaran. Seperti yang tertulis dalam surah Al-Baqarah ayat 286 bahwa “Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

DERITA PENUH HARAPAN

Secercah asa di masa tua

Tiada terasa hidup berdua

Hanya dia yang dapat diajak bersua

Hidup terasa indah bersamanya jua

Tuhan tak akan mengutuk makhluk ciptaan-Nya

Manusia jarang mau menyadari kekurangannya

Apalagi mengakui kesalahannya

Mereka terlalu sombong dengan harta dan kedudukannya

Keserakahan harta membuatnya buta

Mata hati menjadi gelap gulita

Redup sinar dunia, tanpa pelita

Hanya berserah pada-Nya hidup tanpa derita

Sakit telah menyadarkanku

Akan salah dan dosaku

Tak ku ragukan lagi, jalan tobat pilihanku

Menyesali atas semua perbuatanku

Pasrah akan derita hidup, tanpa menyerah

Jalani dinamika kehidupan dengan berserah

Merintih dan berdoa untuk mendapat hidayah

Tuhanlah yang akan memberikan berkah

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen yg keren. Obat nya juga. Saya ada teman guru yg menderita DM, trus cara dapat obatnya bgmn bun????

03 Jul
Balas

Hubungi saya bu Nur ibu no hp saya 081249496578

03 Jul

subhanallah...

04 Jul
Balas

Barakallah....

04 Jul

"SRIAJI", Boleh dipromosikan nih bu Rini. Biar dapat bermanfaat untuk masyarakat luas.

03 Jul
Balas

Boleh pak, ini penemuan kami. Bahan-bahannya semua dari tanaman asli Indonesia, jadi aman sekali untuk dikonsumsi.

03 Jul

Pasrah akan derita hidup, tanpa menyerah Jalani dinamika kehidupan dengan berserah Merintih dan berdoa untuk mendapat hidayah Tuhanlah yang akan memberikan berkah (Derita, dinamika dan hidayah dalam kehidupan semoga semakin memaknai hidup kita.) Selamat, Bu! Tulisan yang menginspirasi keteguhan dan ketabahan.

03 Jul
Balas

Terima kasih pak sudah berkenan untuk membacanya. Itu kisah nyata

03 Jul



search

New Post