Rini Marina

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
KETERAMPILAN HIDUP

KETERAMPILAN HIDUP

KETERAMPILAN HIDUP

Penghijauan di sekeliling bangunan bercat hijau itu, memberikan kesejukan tersendiri. Terpaan angin hempaskan panasnya terik mentari. Burung-burung kecil bersahutan liar. Suasana rindang membuat mata teduh. Hati pun terasa kian adem. Sorak sorai para siswa berhamburan di lapangan. Sambut dering bel istirahat dengan penuh keceriaan.

Senyum lebar dan kebebasan berekspresi membuka aura kebahagiaan. Tiada tekanan dan tugas yang membelenggu dirinya. Celoteh ringan dan guyonan menemani waktu istirahatnya. Apalagi di kedua tangan mereka memegangi makanan kecil dan camilan.

Meski mereka menginjak usia remaja, tapi tingkahnya masih terlihat kekanak-kanakan. Segala yang mereka lakukan, selalu ingin mendapat perhatian dari orang lain. Terutama dari seseorang yang mereka akungi. Sebagaimana dengan para guru, diibaratkan sebagai orang tua kedua. Jadi sudah selayaknya mereka menghormati para gurunya.

Di depan teras kelas delapan duduk sederet anak-anak perempuan. Beberapa diantara mereka ada yang hanya bercengkerama, bermain dan membaca buku. Tapi aku menemukan tiga gadis yang terlihat luar biasa. Ternyata mereka adalah Via, Iza dan Ega.

Mereka para remaja yang manis dan rajin. Tak diragukan lagi kemampuannya. Terutama Via dan Iza, mereka selalu bersaing. Akan tetapi persaingan dalam kemampuan akademis dan non akademis. Tapi menurutku, apa yang mereka lakukan masih dalam tahap wajar. Meski persaingan itu terjadi sejak awal masuk, tapi mereka saling bersinergi. Keduanya saling melengkapi.

Diantara teman-temannya Via adalah siswa yang paling menonjol di kelas. Kepribadiannya yang santun membuat para guru menyukainya, termasuk diriku. Kebetulan sekali saat itu, aku mendapat amanat untuk menjadi wali kelasnya. Setiap semester peringkat pertama selalu didapatnya.

Tak biasanya aku menjadi wali kelas delapan. Setiap tahunnya kebagian tugas di kelas sembilan. Tapi tahun itu berasa lain. Empat kelas sembilan dan dua kelas delapan. Bahagia sekali ketika melihat namaku tertera mengajar di kelas delapan. Perubahan suasana, memberikan pengalaman berharga. Sehingga tidak selalu monoton di kelas sembilan.

Rasanya agak sedikit berbeda ketika memasuki ruang kelas delapan. Para siswa terdiam, sebab belum mengenalku lebih dekat. Mereka hanya sekedar tahu dan jarang berkomunikasi secara rutin. Mulailah aku memperkenalkan diri. Selanjutnya satu per satu dari mereka ke depan kelas dan mengenalkan dirinya. Dari apa yang mereka sampaikan, ada beberapa hal yang menarik.

Komunikasi di hari pertama terasa mulai nyambung. Meski hanya beberapa saja yang merespon pertanyaanku. Aku pun memakluminya, sebab mereka belum terbiasa. Bukannya mereka bisa karena biasa? Itulah yang aku buat sebagai penguat mental. Aku tetap memberikan pancingan pertanyaan, agar mereka mau berpendapat.

Saat pembelajaran berlangsung, tak ada satupun siswa yang bertanya. Lantas aku mulai bercerita sesuai dengan tema yang aku ajarkan. Sentilan kecil terasa menyentuh hati dan pikirannya. Lima menit telah berlalu. Benda yang ada disekitar pun menjadi sasaran untuk kugunakan sebagai media pembelajaran.

Disetiap tatapan wajah yang ku pandang dari depan, sorot mata mereka terlihat cemas dan penasaran. Keinginan menjawab pertanyaan yang aku lontarkan sangat nampak. Tapi keberanian itu belum terlihat. Maklum saja pelajaran yang ku sampaikan ini sebagian besar siswa kurang menyukainya. Bahasa Inggris dianggap sebagai momok bagi mereka. Tak heran bila beberapa siswa terdiam dan agak menunduk.

Tingkahnya yang agak tak biasa kulihat membuatku bertanya-tanya. “Ada apa dengan mereka? Kenapa mereka seperti memperhatikan saat aku memberi materi? Tapi kenapa saat aku tanya tak ada yang menjawab?” aku berasa mempunyai PR yang berat sekali. Sesekali aku perhatikan mereka yang sedang melamun, bicara sendiri dan kurang fokus.

Sebenarnya pertanyaan yang aku sampaikan, semua sudah ada dalam teks dan pembahasan. Anehnya tak satupun dari mereka yang merespon. Ternyata mereka merasa takut salah dan kurang percaya diri. Rasa penasaranku pada mereka membuat ingin berbuat lebih. Mencari solusi dari misteri yang menyelimuti hati mereka. Perasaan ini terenyuh ketika melihat para siswa terdiam. Mulut mereka seakan terasa kelu dan kaku.

Meskipun keadaan kelas seperti mati, aku tetap berusaha mencairkan suasana. Beberapa permainan aku pakai sebagai pancingan. Sedikit demi sedikit aku giring pada materi awal. Ya, aku berusaha semaksimal mungkin, untuk menjadikan kelas menjadi sesuatu yang menarik.

Tiba-tiba saja seorang anak perempuan mengacungkan jarinya. Kemudian mulai merespon apa yang aku sampaikan. Awalnya memang terbata-bata. Sesekali aku beri sedikit kata kunci untuk membantu. Akhirnya ia mulai lancar. Satu per satu keberanian itu mulai terajut. Via adalah siswi pertama yang memberikan kesan pada apa yang kusampaikan.

Jejak via memberikan dukungan positif bagi lainnya. Iza, Ega, Fahmi, Rudi dan lainnya mulai bermunculan. Mereka tak segan untuk berkat-kata dalam bahasa Inggris. Walaupun masih minim tapi sudah berani untuk memulainya. Perasaanku sedikit lega sebab misteri kebekuan mulai sirna. Kabut gelap itu mulai terkikis oleh sentuhan dan sentilan manis.

Menanamkan rasa percaya diri tak semudah membalikan tangan. Semua butuh proses dan perjuangan yang luar biasa. Memutar otak untuk menemukan cara yang paling jitu tentunya. Keyakinku pada mereka sangat kuat. Apalagi sudah kutemukan beberapa siswa yang sudah memulainya. Rasa percaya diri tak dapat muncul dengan begitu saja. Tapi butuh kesabaran dan pendekatan untuk memantapkan hatinya.

Suatu saat mereka pasti dapat mengungkapkan pendapatnya dengan jelas. Apapun permasalahan yang mereka hadapi. Percaya diri merupakan pondasi terpenting dalam membentuk mental seseorang. Ia akan lebih mudah menguasai situasi. Via dan beberpa temannya seakan mewakili kebisuan kelas.

Wajah merah merona menghiasi pipinya, kala ia mengutarakan pendapatnya. Gadis kecil teman sebangkunya sesekali menyenggol Via. Melihat temannya mulai enak dalam menyampaikan jawaban, ia pun tergoda ingin mencobanya. Ketegangan itu sudah lepas dari relung mereka. Via merupakan siswa yang aktif dalam pembelajaran. Ia sangat konsentrasi mendengar penjelasan dari gurunya. Dia sering melirik ke arah Iza sambil mengernyitkan dahinya. Iza pun memahami tanda yang diberikan Via bila dirinya tak mau diganggu.

Sebuah cerita yang tak dapat aku lupakan begitu saja. Pengalaman mengajar pada siswa kelas delapan ternyata sangat mengisnpirasi. Banyak hal yang dapat aku pelajari dari mereka. Terutama dalam menanamkan kepercayaan, tanggung jawab, serta kedisplinan. Bila mental mereka telah terbentuk maka semuanya akan menjadi mudah.

Via dan teman perempuan lainnya, sangat aktif mengikuti ekstra kurikuler pramuka, PMR dan lainnya yang ada di sekolah. Kekompakan kelas bagiku merupakan modal awal dalam mengembangkan mereka. Sebab kelas yang aku pimpin, dianggap sebagai kelas yang dominan berisi siswa nakal. Tapi dengan penuh semangat dan keyakinan, bahwa bersama mereka kami mampu mengubah ke arah yang lebih baik.

Catatan para siswa bermasalah sudah ada dalam genggaman. Mereka tak akan pernah curiga, sebab aku selalu melakukan pendekatan secara persuasif. Para siswa bermasalah itu berpikir bahwa aku adalah wali kelas baru. Jadi belum tahu seluk beluk dan kenakalan mereka. Meski sederet nama sudah ku kantongi, aku tidak lantas percaya begitu saja.

Perkembangan dan pemantauan setiap saat aku lakukan. Sehingga data yang kuperoleh bukan penilaian subyektif saja. Vonis nakal itu menyakitkan. Bisa jadi kebungkaman mereka adalah bentuk protes atas cap yang diperoleh.

Rasa percaya diri tak dapat tumbuh begitu saja. Dalam hal ini motivasi, pendampingan, pembinaan mental serta tauladan sangat berperan. Perlahan tapi pasti mereka akan mengikutinya. Itulah prinsip yang menjadikan mereka betah dan senang dalam belajar.

£££

Tak terasa waktu berjalan dengan cepat. Satu semester telah berlalu. Seluruh siswa menikmati waktu liburanya. Setelah enam bulan dalam mengikuti kegiatan belajar. Liburan selama dua minggu cukup menyegarkan suasana hati. Meski begitu serasa sudah lama sekali, tak dapat bertemu dengan mereka. Tingkah lucu mereka membuatku ingin segera bertemu kembali.

Minggu pertama di bulan Januari, memasuki awal dari pembelajaran semester dua. Strategi yang aku pakai pada semester satu, merupakan pijakan di semester dua. Ada beberapa hal yang perlu pembenahan dan melanjutkan program yang sudah baik agar maksimal. Berbagai program telah ku siapkan agar dapat dijalankan dengan baik.

Kesibukan yang kulakukan tak mampu merenggut kebebasan dalam berpikir dan bertindak positif. Selalu menebarkan semangat pada seluruh siswa, untuk berjiwa wira usaha. Dari hati nurani terdalam aku selalu bimbing mereka disela-sela waktu luang.

Pada mulanya hanyalah bincang ringan. Ternyata ide yang aku sampaikan dirasa bagus dan cocok untuk dikembangkan. Setelah aku beri beberapa masukan tentang cara bertanam. Meski tak memiliki lahan yang cukup luas. Kemudian mengolah limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Ketika itu Jum’at pagi, kebetulan setelah agenda Jum’at bersih adalah jam pelajaranku. Siswa satu kelas aku ajak ke kebun belimbing. Anggap saja sebuah pembelajaran outdoor. Kegiatan yang aku lakukan tentu sangat beralasan sekali.

Maklum saja sekolah kami dekat dengan tempat agrowisata belimbing. Ada saja ulah mereka saat di kebun belimbing. Ada yang hanya sekedar melihat, jajan, duduk, swafoto dan mengamati dengan detail. Setelah tiga puluh menit mereka berkumpul. Setiap kelompok memberikan laporan atas apa yang mereka lakukan.

Tulisan mereka sungguh beragam. Hingga akhirnya aku dapat menarik kesimpulan. Ternyata mereka mulai memahami bahwa, pengetahuan yang selama ini terima sangat bermanfaat. Mereka dapat memaparkan tentang cara pembibitan, stek tanaman, mencangkok dan pengolahan belimbing. Berbagai olahan belimbing telah tersedia. Mereka juga turut serta dalam kegiatan pembuatannya. Harapanku mereka dapat mengetahui cara pembuatan hingga pengemasan produk.

Mulai dari cara membuat dodol, sirup dan minuman siap saji. Semua berbahan dasar buah belimbing. Pembelajaran secara langsung memberikan semangat tersendiri. Mereka sangat antusias dalam mengikuti kegiatan. Satu per satu para peserta gantian bertanya. Keberanian yang selama ini aku tanamkan mulai dipraktikan. Tak dapat dimungkiri lagi, kebahagiaan itu telah memompa semangatku.

Catatan demi catatan berharga mereka simpan dengan rapi dalam tas. Berbagai penjelasan dan ulasan penting mulai dipahaminya. Aku rasa mereka lebih mudah mengerti dengan cepat. Sebab apa yang mereka lihat merupakan sesuatu yang nyata. Bahkan mereka dengan sigap membantu dalam proses pembuatannya.

Waktu observasi pun telah usai. Mereka harus kembali ke sekolah. Pembelajaran hidup yang luar biasa telah mereka terima. Sembari jalan mereka masih saja membahas tentang kegiatan itu. Hingga pada akhirnya terbayang dalam benak mereka untuk memanfaatkan limbah yang berserakan. Aku pun terpacu untuk berpikir lebih keras lagi untuk dapat memberikan jawaban atas pertanyaan mereka. Memang, di tempat perkebunan itu banyak sekali buah belimbing yang jatuh dan akhirnya membusuk.

Berbagai usulan mereka aku tampung. Kemudian saat kami telah berada di sekolah, pembahasan masih berlanjut. Para siswa sudah tidak menemukan lagi jawabannya. Akhirnya aku memberikan kesimpulan jawaban tentang pengolahan limbah belimbing.

Buah belimbing yang jatuh dan busuk kami manfaatkan sebagai bahan pupuk organik cair (POC). Akan tetapi perlu sebuah proses fermentasi. Mereka pun semakin penasaran dengan jawaban yang telah aku paparkan. Sedangkan buah yang terlalu matang dan sudah tidak laku dipasarkan, dibuat menjadi saus. Lantas berbagai alasan aku sampaikan dengan penuh semangat.

Fenomena yang terjadi memang sangat pelik jika kita tidak segera menyikapinya. Terjadinya berbagai pencemaran lingkungan tentu sangat mengganggu masyarakat sekitar. Apabila limbah itu dibiarkan dan membusuk tentu banyak lalat dan bau tak sedap. Sehingga menjadikan pengunjung malas untuk memetik buah sendiri. Bahkan ada beberapa petani yang sengaja membuang limbah itu ke dalam sungai. Hal ini akan menimbulkan masalah tersendiri.

Setelah apa yang aku sampaikan dapat mereka terima, aku pun menyebutkan bahan dan alat yang harus mereka bawa. Secara berkelompok mereka telah aku bagi untuk mengerjakan tugas itu. Adapun bahan yang mereka butuhkan dalam pembuatan POC sangat mudah. Selain limbah buah belimbing, mereka juga harus membawa cairan dari limbah tahu, ragi tape, dan tetes tebu.

Sedangkan bahan pembuatan saus antara lain buah belimbing yang terlalu masak, buah belimbing wuluh, bawang putih, cabe merah, garam dan gula. Alat yang sangat diperlukan tidak lain adalah blender. Untuk peralatan lain seperti timbangan, kompor, dan lainnya sudah tersedia di sekolah.

Seperti yang telah aku janjikan, bahwa dihari berikutnya usai pembelajaran mereka akan aku ajari cara membuatnya. Mereka sudah tak sabar lagi ingin segera bisa membuatnya. Setiap kelompok dengan serius melihat dan membatuku dalam pembuatan POC dan saus buah belimbing. Setelah itu satu per satu dari kelompok itu mencoba membuat kedua produk.

Riuh yang tak terelakan. Gelak tawa serta teriakan memenuhi halaman sekolah. Maklum saja kami mempraktikannya di luar ruangan. Pembuatan POC jauh lebih mudah dan sederhana. Akan tetapi dalam pembuatan saus membutuhkan kesabaran serta kepekaan. Agar rasa yang diperoleh benar-benar sesuai dengan lidah.

Sampai saat ini kedua produk tersebut menjadi andalan di sekolah kami. Bahkan telah mengalami perkembangan. Tidak hanya POC dan saus saja. Tapi ampas buah belimbing yang telah dijadikan sirup juga dapat diolah menjadi camilan yang enak. Diantaranya dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan Ledre dan es putar. Para guru bersama siswa saling berkolaborasi dan selalu berusaha serta berinovasi dalam mengembangkan potensi yang ada.

POC yang tersedia di sekolah kami manfaatkan untuk memupuk tanaman yang ada di lingkungan sekolah. Penanaman pohon dan bunga tak harus selalu menggunakan tanah sebagai media tanam. Adanya POC memberikan nuansa baru bagi kami. Selain itu sempitnya lahan juga menjadikan kami harus berpikir lebih kreatif.

Pemanfaatan kaleng plastik bekas makanan (sosis) kami manfaatkan sebagai pot. Lantas kami isi dengan POC yang telah dicampur dengan air dan di atasnya kami beri tanaman. Dengan adanya sumbu yang terbuat dari kain flanel, membuat tanaman itu tidak harus selalu menyiramnya setiap hari.

Via beserta teman lainnya benar-benar sangat menjiwai dengan apa yang telah mereka lakukan. kepedulian mereka pada lingkungan mulai tumbuh. Setiap istirahat mereka selalu merawat dan memerhatikan tanaman yang mereka tanam. Tanpa ada perintah dari siapapun, mereka sadar dengan apa yang harus dilakukannya.

Kegiatan membuat produk unggulan sekolah mereka kerjakan bersama. Hampir setiap hari mereka pulang telat. Ternyata mereka telah menemukan sisi kehidupan untuk bermasyarakat kelak. Pembuatan saus yang tak begitu rumit, akan tetapi membutuhkan ketelatenan, ketelitian, serta kepekaan terhadap rasa.

Para siswa pun tak bosan-bosannya untuk mendiskusikan proyek yang akan mereka buat. Kami akan selalu memotivasi serta memberikan masukan yang terbaik bagi kreatifitasnya. Hal senada juga dilakukan oleh guru lainnya. Kami telah terbiasa bekerjasama dalam menyelesaikan proyek yang akan dikerjakan siswa. Sehingga dapat berkolaborasi dalam pembelajaran antar mata pelajaran yang berbeda.

Berbagai keterampilan hidup telah mereka pelajari dengan baik. Saat ini apa yang kami lakukan sepertinya terlihat sangat remeh temeh. Akan tetapi pada suatu hari nanti kami sangat yakin, bahwa apa yang telah mereka dapat akan sangat bermanfaat. Tak ada ilmu yang sangat berguna kecuali ilmu yang bermanfaat. Keterampilan hidup seperti ini tentu dapat memberikan semangat tersendiri bagi mereka.

Guru hanyalah sebagai motivator dan fasilitator. Semua tergantung pada pelakunya. Apabila mereka selalu berpikir maka dengan sendirinya kepekaan itu akan terbentuk. Lingkungan sekitar merupakan pembelajaran berharga bagi kita. Tak hanya itu, tapi sebagai tambang penghidupan jika kita dapat memanfaatkan sebaik mungkin. Lakukan yang terbaik demi menyiapkan pemimpin generasi bangsa.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post