Rini Marina

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
NASEHAT TERBALIK

NASEHAT TERBALIK

NASEHAT TERBALIK

Oleh : Rini Marina

Hangatnya mentari pagi, iringi semilir angin. Seakan menjadikan terapi semangat tersendiri. Lalu lalang pemakai jalan desa Ngringinrejo nampak sibuk. Pejalan kaki yang tak lain para siswa SMP Negeri 2 Kalitidu, nampak akrab bercengkrama. Tak ketinggalan dengan diriku, yang nimbrung dalam percakapan mereka. Sebab setiap pagi aku juga jalan bareng mereka.

Sudah menjadi gaya hidupku, bila setiap hari berangkat ke sekolah naik kendaraan umum. Itupun tidak langsung di depan sekolah. Tapi hanya berhenti di pertigaan jalan raya saja. Sehingga mengharuskanku berjalan kaki, sekitar dua ratus lima puluh meter. Tanpa membedakan status, kami dapat saling bercerita. Meskipun itu hanya sebuah lelucon ringan.

Para siswa kelas VII lebih akrab dan agresif denganku. Mereka selalu bertanya apa saja. Tentang tempat tinggal, keluarga serta aktivitas yang kulakukan selain mengajar. Padahal aku belum pernah mengajar mereka. Sebab setiap tahun ke bagian kelas IX keseluruhan. Siswa kelas IX lebih banyak diam, bila mereka jalan bareng denganku.

Agar suasana jadi makin enjoy, aku mulai pancing mereka untuk mau bicara. Awalnya hanya menjawab sedikit dan singkat saja. Tapi lama kelamaan mereka juga asyik ngobrol. Hampir seluruh pertanyaanku mereka jawab dengan tuntas. Bahkan mereka bercerita di luar dari apa yang ku tanyakan.

Tak terasa sampailah kami di depan gerbang sekolah. Bersama dengan beberapa guru lainnya, kami sambut mereka dengan penuh kasih sayang. Tak jarang melibatkan pengurus OSIS, untuk mendampingi kegiatan salaman pagi.

Memberikan senyuman, mengucapkan salam, serta berjabat tangan. Sekilas memang terlihat sangat remeh temeh. Tapi pengaruhnya luar biasa. Saat tangan kita saling berjabat, tanpa kita sadari pastilah tiada kebencian di hati. Yang ada hanyalah saling memaafkan, mengasihi serta melindungi.

Energi kebaikan menambah aura positif dalam hidup ini. Setiap pagi antara siswa dan guru saling mendoakan. Memohon agar selalu diberikan keselamatan serta keberkahan. Penanaman karakter pada siswa tidak mudah terbentuk begitu saja. Tanpa adanya pembiasaan sedari dini. Dengan harapan terciptalah jiwa pemaaf dan rendah hati.

Pembelajaran yang tak kalah pentingnya adalah dapat melihat siswa secara langsung. Tergambar jelas beberapa diantara mereka, raut wajah dan tatapan matanya menyimpan misteri. Senyuman dan salam yang terlontar membuatku banyak bertanya.

Mengapa wajah mereka nampak dingin, kecewa, sedih dan tak bersemangat? Nama-nama siswa tersebut langsung tersimpan dalam memori. Setelah ada kesempatan satu per satu akan aku temui. Lantas aku ajak bicara dari hati ke hati. Alhamdulillah..., mereka mau berterus terang. Sehingga masalah yang mereka hadapi dapat terselesaikan dengan baik.

Tak lama berselang, suara bel nyaring terdengar. Derap jejak kaki para siswa menuju kelas masing-masing. Tak jauh berbeda dengan para guru mereka. Satu per satu bapak ibu guru, memasuki kelas yang menjadi tanggung jawabnya. Para siswa bersiap dengan memulai menyanyikan lagu Indonesia Raya, membaca selama sepuluh menit dan berdo’a.

Tanpa ada perintah mereka telah menyadari, bahwa waktu pembiasaan pagi telah berakhir. Lantas mereka mengeluarkan beberapa buku dan alat tulis. Waktunya pembelajaran jam pertama dimulai. Aku ucapkan salam pada mereka dan mengabsennya. Tak ada siswa yang tidak masuk.

Tiba-tiba saja seorang siswa di pojok kanan belakang bertanya, “Mom, hari ini kita diajak apalagi ya?” Mendengar pertanyaan seperti itu, senang rasanya. Artinya mereka selalu penasaran dengan apa yang aku sampaikan. Berbagai tehnik pembelajaran yang sesuai aku pakai. Tujuanku simpel saja, membuat siswa memahami apa yang ku ajarkan.

Tahap demi tahap sudah berlalu. Rupanya tak ada kendala yang berarti. Saat itu aku memberikan materi teks prosedur. Beberapa alat peraga aku bawa. Meskipun sederhana yang penting mereka dapat mengerti. Setelah itu, mereka dapat membuat teks dan mempraktikannya. Tentu sesuai dengan kreativitas masing-masing siswa.

Kebetulan sekali aku mengajar di kelas yang siswanya dikatakan ekstrim, menurut pandangan guru lainnya. Sebab mereka mempunyai keunikan tersendiri. Kelas yang di desain dari kumpulan siswa bermasalah. Jumlah siswanya normal. Ada dua puluh enam siswa. Tapi sebagian besar mereka laki-laki. Perempuannya hanya ada enam siswi saja.

Berbagai pembelajaran luar biasa aku dapatkan. Sehingga rasa kangen pada mereka tak dapat terhapuskan. Di mana aku berada mereka selalu terbayang. Terbesit dalam angan, aku selalu mencari cara agar membuat mereka lebih baik. Tak henti-hentinya upaya yang aku lakukan. Satu per satu aku coba dan terus mencoba.

Pada minggu pertama kegagalan bukanlah halangan. Tapi tetap pada pendirian itulah tujuan utama. Hingga pada minggu ke empat apa yang ku usahakan mulai memperoleh hasil. Walaupun belum maksimal. Lantas aku mencoba solusi jitu lainnya. Ternyata tak begitu rumit, bila kita mengetahui caranya.

Bermula dari keluhan seorang guru. Ia merasa sudah tidak mampu lagi mengendalikan siswa ekstrim yang ditemuinya. Berbagai cara ia sampaikan untuk dapat menerima materi yang diajarkannya. Namun apa yang mereka sampaikan tidak terserap dengan baik. Pada materi dan waktu yang sama, dalam seminggu tapi hasilnya jauh berbeda dari kelas lainnya.

Kemudian saat diajak praktik, hampir seluruh siswa tidak membawa alat dan bahan. Hal senada juga dialami hampir seluruh guru, yang mengajar di kelas tersebut. Hampir setiap hari ada saja yang melapor ke wali kelasnya. Yaa... akulah wali kelas mereka.

Padahal apabila kita sebagai guru mau mengerti keadaannya, maka tak akan ada rasa jengkel. Justru yang ada hanyalah mengasihi dan menyayangi mereka. Sebenarnya tak ada siswa nakal atau bermasalah. Tapi yang ada hanyalah, siswa yang belum menemukan potensi dirinya.

Sejatinya guru dapat menanyakan, bila ada hal ganjil pada siswanya. Sehingga tahu penyebab kemalasan atau ulah yang mereka buat. Sebab berbagai latar belakang dapat mempengaruhi belajarnya. Sebagai contoh, saat kita mengajar kemudian kita menemuka siswa terlihat murung. Sebagai guru yang bijak, tentu kita dekati. Lantas kita ajak bicara empat mata saja. Pastilah dia akan mengutarakan semua keluhannya. Karena sering sekali, aku melakukannya. Tanpa ada rasa sungkan mereka bercerita. Akan tetapi semua itu harus dilakukan dengan penuh rasa sayang.

Hampir saja lupa, tentang cara yang aku pakai hadapi mereka yang ekstrim. Sebulan adalah waktu yang cukup buatku dalam bereksperimen. Kuncinya hanya terletak pada hati. Kesabaran merupakan pemegang peran terbesar hadapi mereka.

Ketika akan praktik, pasti gurunya akan menjelaskan bahan yang dibawa. Setelah itu mengingatkan kembali. Harapannya agar siswa tidak lupa. Tapi tidak berlaku dengan kelas ini. Mereka tidak akan membawa apa yang telah dikatakan oleh gururnya. Aku pun tidak tahu jalan pikirannya.

Awalnya setiap aku memberi tugas mereka tidak mengerjakan. Diminta untuk membuat sesuatu juga tidak terespon. Aku berusaha menahan semua rasa, agar tak terlihat jika aku pun lelah. Lantas ku alihkan perhatian mereka. Aku tak lagi bahas tugas dan materi pelajaran. Tapi pada beberapa anak laki-laki yang rambutnya terlihat gondrong. Intinya kurang bagus dipandang.

Ketiga siswa tersebut tidak aku marahi ataupun ku suruh potong. Aku hanya katakan “Oh... ya nak rambutmu bagus sekali, bu Rina suka banget sama model rambut kalian. Pasti banyak cewek yang suka sama kalian ya. Saya nggak menyuruh potong kok, semua itu kembali pada yang melihatnya.” Aku sengaja menyindir mereka saja.

Ternyata keesokan harinya mereka telah rapi. Sesuatu yang sepele dapat menjadi pemecah persoalan yang rumit. Akhirnya setiap nasehat, pemberian tugas ataupun meminta melakukan sesuatu, pasti dengan kebalikannya. Jika kita mengatakan hal sebenarnya mereka tidak akan mengikutinya. Bagiku seperti itu bukanlah masalah pelik.

Sebenarnya permasalahan mereka hanyalah butuh dimengerti saja. Jika kita memberi tugas ataupu mengerjakan sesuatu, jangan langsung dijelaskan rinci. Tapi cari cara bagaimana mereka mengerti perkataan kita. Akan tetapi tidak semua guru dapat melakukan hal yang sama. Karena siswa seperti ini, berprinsip bahwa mereka tak suka diperintah atau disuruh.

Detik-detik mendekati ujian praktik, aku mendekati tim penguji. Kemudian melobi dan meyakinkan pada mereka, agar memberikan perintah terbalik. Beberapa diantara mereka melakukan apa yang ku minta. Tapi lainnya tak menghiraukannya.

Bagi penguji yang menggunakan saranku, mereka tak ada masalah saat ujian berlangsung. Akan tetapi sebaliknya bagi mereka yang menggunakan caranya sendiri. Mereka pontang panting, mengejar sebagian siswa yang belum mengikutinya. Hingga akhirnya wali kelas juga yang turun tangan.

Tanpa segan aku ucapkan perintah terbalik, ketika menjelang ujian bahasa Inggris. Mereka langsung meresponnya. Padahal aku hanya katakan “Anak-anak besuk jadwal ujian praktik bahasa Inggris. Kalian tentu sudah paham apa saja yang perlu dipersiapkan. Sebaiknya besuk tidak usah membawa bahan yang dibutuhkan, agar praktiknya lancar. Tapi itu semua tergantung pada kalian. Bu Rina hanya sekedar memberi nilai apa yang kalian lakukan. Bahkan tidak ujian praktik juga tidak apa-apa. Gimana Oke....”

Mendengar apa yang aku sampaikan, mereka terdiam. Kemudian mereka saling berpandangan dengan teman sebangkunya. Telapak tangannya saling bertepuk dan tos tanda mereka paham. Sambil senyum-senyum dan mengeryitkan dahinya. Memang lucu dan menggemaskan tingkahnya jika kita tahu.

Bermodalkan keyakinan dan berpikiran baik, aku percaya mereka mampu melakukannya. Menurutnya kata-kata yang ku sampaikan terdengar enak dan mudah dipahami. Meskipun awalnya terdengar aneh. Mereka merasa, bahwa tak ada unsur memerintah yang membuatnya mengerti. Bahkan mereka melakukannya dengan senang hati.

Sebenarnya aku sendiri juga heran. Kok bisa ya, mereka berpikiran seperti itu. Sungguh aneh dan ajaib. Tapi kebiasaan seperti itu, hingga kini masih sering aku lakukan. Sebab setiap siswa mempunyai kemiripan sifat yang dimilikinya. Tak heran jika guru mengeluh karena siswanya.

Telah banyak nasehatku yang terbalik dan membuatnya sadar. Mereka mulai berpikir terbalik. Perintah negatif mereka ubah dengan positif. Sehingga mereka tergerak untuk melakukan tindakan positif. Aku sendiri tak habis pikir, mengapa ketika mereka diminta untuk menaati peraturan justru dilanggar? Padahal peraturan itu, dikenalkan sejak mereka masuk pertama.

Selain itu mereka juga selalu membaca dan melihatnya. Karena ada di setiap kelas dan di pigura dengan baik. Aku pun tak kurang akal untuk membuatnya jera. Saat mereka mengenakan sepatu tidak hitam, atau pun tak memenuhi seragam yang ditentukan. Usai upacara mereka berkumpul, nama mereka akan menjadi saksi di buku pelanggaran.

Melihat mereka melanggar peraturan sekolah. Aku tidak lantas marah, namun tersenyum sambil menggelengkan kepala. Mereka seolah paham dengan gesturku. Satu per satu tertunduk malu, untuk menatapku. Lalu aku mengatakan, “Buat apa kalian berseragam, jika itu membebanimu. Pakai saja kaos dan sepatu sesukamu agar terlihat paling gaul di sekolah ini. Aku yakin semua mata akan tertuju padamu.” Mendengar perkataanku mereka lantas meminta maaf. Sampai saat ini mereka tak lagi melanggar aturan tersebut.

Apabila kita mau belajar mengerti mereka, maka akan ada seribu jalan pemecahannya. Sebaliknya jika kita hanya main perintah, maka akan ada banyak rintangan yang didapat. Kita tak akan berarti tanpa mereka. Keberadaannya telah mampu mengubah pemikiran serta hati yang keras menjadi luluh. Mereka telah banyak memberikan pembelajaran berharga bagiku.

Dari mereka aku telah belajar kesabaran, kebesaran hati, kasih sayang dan belajar memahami hidup. Sebab memaknai hidup dan kehidupan bukanlah pelajaran kecil. Akan tetapi inilah hasil dari pengalaman yang ku peroleh. Apabila ingin menjadi guru yang profesional, janganlah mudah marah ataupun tersinggung dengan ulah siswa. Tapi jadikanlah apa yang mereka perbuat sebagai bahan perenungan diri, menuju yang lebih baik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post