Rini Marina

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
TERTIPU

TERTIPU

T E R T I P U...

Suatu hari, tepatnya selepas menunaikan sholat maghrib. Seorang perempuan bersama keluarganya datang ke rumah. Dia perempuan cantik dengan postur tubuh tinggi namun sangat kurus. Seperti biasa, sebagai tuan rumah semua tamu kupersilahkan duduk. Biasa hanya ada air mineral di atas meja yang menemani bincang kami.

Saat dia perkenalkan diri ternyata jauh juga tinggalnya. Selama 3 jam perjalanan baru sampai ke rumah. Awalnya saya dan suami tidak mengetahui sebenarnya apa yang ia derita. Tiba-tiba dia bercerita, air matanya tak dapat terbendung lagi. Tangis kesedihan serta dendam memecahkan suasana ruang tamu. Dengan nada sedih ia bercerita.

Suaranya yang lirih dan kalimat yang terbata-bata keluar dari mulutnya. “Mbak, sebelumnya tolong dengarkan keluhanku ya.” Pintanya padaku. Dengan meneteskan air matanya dan sesekali mengusapnya kemudian ia bercerita.

“Aku adalah seorang perawat di sebuah rumah sakit yang ada di DKI. Sejak tahun 2008 aku berkerja di sana. Kemudian, sejak 2010 aku nikah dengan orang yang kucintai selama aku mengenalnya. Laki-laki itu adalah seorang staff karyawan di sebuah perusahaan swasta. Bahtera rumah tanggapun berjalan dengan indahnya. Hari-hari yang kami laluipun tidak ada aral yang menghalanginya. Semua permasalahan dapat kami atasi”.

“Sampai pada akhirnya kami mempunyai anak-anak yang lucu dan pintar”. Sesekali saya persilahkan minum, kemudian ia melanjutkan ceritanya kembali. “Biasa mbak, setiap akhir tahun rumah sakit tempat aku bekerja selalu mengadakan general check up.”

“Setelah hasil general check up dari laboratorium keluar, pimpinan rumah sakit membaca semua hasil pemeriksaan seluruh karyawannya”. Melalui asistennya aku dipanggil pimpinan. “Tak biasanya mbak, aku dipanggil oleh pimpinan”. “Dalam hati kecilku aku bertanya-tanya, debar jantung yang kurasakan makin kuat.” “Ada apa aku dipanggil, apa ada yang salah ya atau aku akan di PHK?, “pertanyaan demi pertanyaan menyelimuti pikiranku”. “Sambil jalan aku hanya dapat berdoa semoga tidak terjadi apa-apa”.

“Begitu kaki ini sudah sampai di depan pintu ruang pimpinan, tak sanggup untuk kulangkahkan”.

“Keinginan rasa ingin tahu kenapa dipanggil oleh pimpinan, membuatku mengayunkan jemari ini untuk kuketuk pintunya”.

“Tak lama kemudian, ada suara lelaki dari dalam ruangan yang mempersilahkanku untuk masuk”.

“Aku sapa pimpinan dengan santun, “Ada apa bapak memanggil saya, pak?”

Kemudia ia jawab “Setiap tahun rumah sakit ini mempunyai program, seperti yang ibu tahu ya”.

“Iya Bapak, saya tahu itu”. “Akan tetapi kenapa saya dipanggil sendiri?”.

“Sebelum saya masuk ruangan ini, saya sudah tanya ke semua teman-teman”. Mereka bilang, “hanya saya saja yang dipanggil”. Memangnya ada apa ya pak?”. “Tanyaku sambil penasaran. Melihat lembaran kertas di atas meja pimpinan hasil check up itu”.

“Ibu,... saya sebagai pimpinan disini, mohon dimaafkan ya jika selama ini sudah membuat kesalahan. Baik itu berupa lisan maupun perbuatan. Saya hanya sebagai manusia pada umumnya yang tidak dapat berbuat banyak”. “Semua itu dikarenakan keterbatasan kami bu”.

“Aku hanya diam sambil bertanya-tanya, kenapa pimpinan bilang seperti ini”. “Apakah aku akan di PHK ya?”

“Apa kesalahanku ya, sampai bapak pimpinan berbicara dengan santun dan seperti tidak tega menatapku”.

“Setelah berbasa-basi, bapak pimpinanku menyampaikan kalimat yang sama. Permintaan maaf yang terus menerus.” “Akupun bertanya, sebenarnya ada apa bapak?, “tolong katakan pada saya sehingga saya tahu, apapun itu”.

“Gini ya bu, berdasarkan hasil tes kemarin, ibu mengidap virus”.

“Virus?, virus apa pak?, tanyaku yang sudah tidak sabar lagi untuk mengetahui lebih lanjut”.

“Virus yang menyerang kekebalan tubuh, bu”.

“Aku tak percaya, saat pimpinan bilang seperti itu”. “Bapak, tolong periksa lagi ya, benarkah itu nama saya yang tertera?”.

“Benar, ianpani adalah data ibu”.

“Setelah aku ckeck ternyata benar, bahwa aku mengidap penyakit yang memalukan”.

“Aku sudah tak peduli dengan orang yang ada di dalam ruangan pimpinan”. “Dengan spontan, aku berteriak histeris sambil menangis”.

“Sungguh berat yang luar biasa bebanku saat itu, mbak”. Isak tangis ibu muda yang tak henti-henti usap pipinya.

“Wajah suamiku yang terbayang saat itu”. “Rasa marah, kecewa dan tertipu semua ada dalah hati ini”.

“Andai ia ada ada disampingku, ingin kucekik langsung”. “Dengan langkah gontai kuayunkan kaki ini untuk meninggalkan ruang pimpinan”.

“Seperti itulah kisahku, mbak”. “Aku harus memulai dengan kehidupan baruku sebagai odha”. “Pada siapa aku harus protes?”. “Kebencianku pada suami sangat luar biasa”.

“Sesampainya aku di rumah, betapa marahnya aku saat lihat dia yang lagi asyik tidur”. “Tanpa basa-basi lagi, aku langsung bilang, ceraikan aku saat ini juga!”

“Apa maksudmu?, kemudian lembaran kertas hasil tes, aku berikan padanya”. “Aku sakit seperti ini juga karenamu”.

“Suamiku tak pedulikan kata-kataku, tiba-tiba saja ia berkemas”. “Ia berpamitan pada anak-anaknya serta padaku”.

“Mau kemana? Tanyaku.

“Ia sudah tidak menjawab lagi dan pergi meninggalkan kami begitu saja, mbak”.

“Mengurung diri di dalam kamar adalah cara untuk menghukum diriku, aku sudah kotor karena suamiku”.

“Semua saran dari siapapun sudah tidak lagi aku dengarkan, bahkan aku hampir tak lagi kenali anakku”.

“Saat aku duduk di teras rumah, kulihat koran radar”. “Kuambil koran itu dan ku baca dengan seksama”. “Ternyata aku tidak sendiri dalam jalani hidupku sebagai odha.”

“Di koran tersebut, ada pemberitaan tentang penemuan herbal”. “Dengan penuh semangat aku tergerak untuk mencari tahu dan membelinya”.

“Akhirnya aku sampai pada penemunya langsung. “Terima kasih banyak, ya mbak dan mas, sudah mau kuajak sharing”. “Alhamdulillah, aku sekarang sangat optimis untuk dapat sembuh”.

Haripun berganti, keadaan ibu penyandang odha semakin membaik. Melalui media ponsel kami selalu berkomunikasi. Kalimat motivasi serta penyadaran diri pada Allah Subhanahu wa ta’ala selalu kusisipkan. Manusia hanya dapat menerima segala pemberian-Nya, dan mencari tahu hikmah yang terkadung di dalamnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post