Rini Marina

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
TERTIPU

TERTIPU

TERTIPU...

Hari mulai gelap, sayup-sayup terdengar suara azan. Kami sekeluarga pergi ke mushola depan rumah. Selama tiga puluh menit kami berada di mushola. Seperti biasa aku menyempatkan diri mengaji. Sebagai kewajiban beberapa ayat telah kulantunkan. Di depan teras rumah, ada seseorang mengucapkan salam. Aku bergegas keluar, sembari menjawab salam dan membukakan pintu. Dihadapanku telah berdiri lima orang tamu. Aku tak mengenali mereka sama seklai. Seorang ibu bersama kedua putranya yang masih anak-anak. Dan seorang lelaki tua bersama istrinya. Sebut saja perempuan itu “Ayu”. Ia datang ke rumah bersama kedua orang tuanya. Ayu adalah ibu muda berparas cantik nan anggun. Dia bertubuh tinggi. namun sangat kurus dan kering.

Ayu meminta, kepada kedua buah hatinya untuk bermain. Ia tidak ingin mereka mengetahui masalah orang tuanya. Selama ini Ayu tidak pernah menceritakan masalahnya. Sebenarnya sudah lama ia ingin berkeluh kesah. Akan tetapi, ia belum menemukan orang yang tepat. Ayu memilih diam, dan berusaha mencari solusinya.

Di awali dengan bicang-bicang ringan. Aku bertanya berbagai hal tentangnya. Hingga Ayu menceritakan tentang rumah tangga serta penyakitnya. Jam dinding, menunjukkan pukul delapan. Disaat Ayu akan bercerita, ia melirik orang yang ada disekitarnya. Rasa takut seakan menghantui pikirannya. Ia selalu was-was dengan orang lain. Karena penyakitnya ia harus menderita.

Rintik hujan mulai membasahi halaman depan rumah. Suara Ayu yang kalem hampir tidak terdengar. Namun, Ayu tetap melanjutkan ceritanya. Ia mengungkapkan kisahnya dari awal sampai sekarang. Seteguk air mineral telah mengobati rasa hausnya. Ia terlihat cukup lelah. Setelah melakukan perjalanan jauh. Maklum selama tiga jam, untuk sampai rumahku.

Masa remaja telah berlalu. Kini Ayu telah mulai memikirkan masa depannya. Tiga bulan lalu, Ayu lulus kuliah dari Akademi Keperawatan (AKPER). Seminggu setelah hari raya idul fitri, Ayu merantau ke Ibukota. Ia tinggal bersama paman dan bibinya. Ia mencoba memasukkan surat lamaran pekerjaan. Di berbagai instansi telah ia coba. Hingga pada akhirnya, ia diterima di sebuah rumah sakit swasta. Ayu bekerja sesuai dengan bidang keahliannya. Sebagai perawat baru ia harus banyak belajar. Ayu bekerja dengan baik dan rajin.

Lima tahun melesat begitu cepatnya. Usia Ayu makin dewasa. Perubahan pola pikir serta kematangan emosional semakin stabil. Ayu gadis yang sangat bijak dan pendiam. Ayu terlihat makin cantik dan anggun. Kebahagiaan mulai bersemi dalam hati Ayu. Raut wajahnya selalu berseri-seri. Setelah sekian lama hidup di Jakarta. Akhirnya ia menemukan dambaan hatinya.

Andre adalah lelaki yang telah memikat hatinya. Hari-harinya berlalu dengan indahnya. Banyak kenangan yang telah mereka rajut. Ayu tak menampik kenyataan. Jika dia dan Andre telah berpacaran selama dua tahun. Hari-hari dilaluinya dengan penuh semangat dan cinta. Senyuman manis selalu mengambang di bibir mungilnya. Kedua sejoli ini saling mencintai. Seakan tak ada yang dapat memisahkannya.

Mereka saling meyakinkan keduaorang tuanya. Hubungan yang telah terjalin, membawanya ke jenjang pernikahan. Andre dan Ayu keduanya adalah perantau. Mereka memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Sebab Andre berasal dari luar jawa. Kepribadian Andre terlihat tegas serta keras. Namun cinta tak mengenal asal usul seseorang. Hati yang telah tertambat, sulit mengingkari kenyataan. Sepasang kekasih ini mengambil cuti. Pulang ke kampung halamannya. Meminta restu pada ke dua orang tuanya. Untuk segera melamar dan menentukan hari pernikahan.

Penantian selama lima bulan, menjadi sejarah dalam hidup. Mereka menikah dengan menerima apa adanya. Andre juga karyawan swasta. Ia bekerja di sebuah perusahaan ternama. Mereka telah menjadi suami istri sekarang. Sepasang pengantin yang berbahagia ini, kembali memulai aktivitasnya. Mereka mulai membuka lembaran baru.

Rumahku adalah surgku. Begitulah kalimat yang sering kita dengar. Andre bersama istrinya telah mempunyai pilihan. Mereka tinggal di sebuah perumahan. Jauh hari sebelum menikah mereka sudah mempersiapkan. Ayu sangat beruntung, rumahnya dekat dengan tempat kerjanya. Berbeda dengan Andre, kantornya lumayan jauh. Seisi ruangan rumahnya telah terisi perabot rumah tangga.

Dua tahun berlalu penuh dengan kenangan. Kehidupan rumah tangga Ayu dan Andre tak ada rintangan berarti. Sikap Andre yang pendiam membuat Ayu makin sayang. Ia sangat mempercayai suaminya. Bahkan tidak pernah berani membantah. Ayu juga tidak mempunyai pikiran negatif tentangnya. Sebulan sekali, istrinya harus ditinggal ke luar kota. Meskipun begitu, kehidupan mereka terlihat sangat harmonis.

Suara hewan malam telah memecahkan kehingan malam. Tepat pukul 00.01, di tanggal 01 Juli pernikahan mereka memasuki tahun ke tiga. Harapan Ayu tidaklah sia-sia. Ia mulai merasakan ada perubahan dalam tubuhnya. Tamu bulanannya tidak kunjung datang. Semilir angin serasa menembus tulang. Ayu terbangun dari tidurnya. Perasaan tak menentu telah dialami selama dua minggu. Ia pergi ke kamar mandi, sekedar membasuh mukanya. Dengan sengaja ia sudah mempersiapka tes urin. Betapa bahagianya, hati Ayu saat itu. Melihat hasil tes urinnya positif. Tak sabar ia menuju ke kamar tidur kembali.

“Mas, aku hamil. Ini hasil tesnya.” Kata Ayu sambil menunjukkan alat tes urin

“Heem...iya...ya... tapi aku masih ngantuk. Nanti tak lihatnya.” Jawab Andre sambil membuka sedikit matanya.

Meski sikap suaminya seperti itu, Ayu tidak pernah protes.

Pagi itu, wajah Ayu secerah mentari pagi yang bersinar. Andre dan Ayu sangat bersyukur atas nikmat itu. Tiga tahun sudah, mereka menunggu kehadiran buah hatinya. saat ini kegembiraan telah menyelimutinya. Hampir setiap hari, Ayu membeli buah-buahan. Terutama buah jeruk, padahal sebelumnya ia tak begitu suka.

Kandungan Ayu mulai terlihat. Setiap bulan ia rutin memeriksakan kandungannya. Tanpa harus ditemani suami ia pergi ke dokter kandungan. Mengingat Andre setiap hari pulang malam. Mau tidak mau ia harus mandiri. Segala kebutuhan bayinya, telah dipersiapkan dengan lengkap. Hari-hari yang melelahkan telah dijalani. Walau capek, lelah tapi menyenangkan. Kala sendiri, dapat mengelus perutnya yang membuncit.

Buah hati yang dinantikan telah lahir. Suara tangisan bayi mulai terdengar. Rupanya persalinan Ayu, berjalan dengan normal. Ia telah melahirkan bayi laki-laki yang sehat. Beberapa hari Ayu harus di rumah sakit. Andre telah mengurus segala keperluan istrinya. Hingga Ayu dan si jabang bayi dibawa pulang dengan selamat. Kini suasana rumah mereka menjadi lebih hidup. Ayu merawat buah hatinya dengan penuh kasih sayang.

Tidak terasa sehari lagi masa cutinya berakhir. Ayu harus pandai mengatur waktu. Bayinya diasuh oleh tetangganya. Ayu mulai bekerja seperti biasa. Sebelum berangkat, ia menitipkan buah hatinya terlebih dahulu. Ayu sudah menyiapkan ASI dan kebutuhan lain. Disela-sela waktu istirahat, ia selalu menyempatkan diri pulang.

Kebahagiaan tidak berhenti begitu saja. Tiga tahun kemudian Ayu hamil anak ke dua. Kehamilannya berjalan dengan baik. Ia tidak merasakan ada kelainan dalam janin yang dikandung. Diiiringi hembusan angin pagi, Ayu selalu berolahraga ringan. Demi menjaga kesehatannya serta bayi yang dikandung.

Di keheningan malam, perut Ayu terasa mulas. Ia sadar jika bayinya akan segera lahir. Dengan menahan rasa sakit, ia membangunkan suaminya. Ayu mendapat perawatan mediss beberapa saat. Menunggu kelahiran adalah hal yang mendebarkan. Andre menghibur istrinya penuh dengan cinta.

“Tak lama lagi, bayi akan lahir.” Kata seorang perawat kepada Andre.

Suami Ayu hanya mampu menganggukan kepala. Ia sudah tidak tahan melihat istrinya kesakitan. Prediksi perawat benar adanya. Suara tangisan bayi dengan keras, memecahkan ketegangan. Ayu meraba perutnya. Tiba-tiba saja air matanya berlinang. Ayu terharu dengan kelahiran bayi keduanya. Senyum kebahagiaan terpancar di wajahnya. Rasa sakit dan lelah telah terbayarkan. Dengan kehadiran anak laki-laki kedua.

Segenap tenaga serta pikirannya tercurah buat keluarganya. Ayu tidak begitu memperhatikan penampilannya. Mengasuh kedua putranya telah menyita banyak waktu. Menjelang tidur, rasa capek dan letih baru terasa. Meski demikian, semua terasa ringan dan menyenangkan. Ia sangat mensyukuri segala yang telah didapatnya.

Kehidupan rumah tangga Ayu berjalan dengan mulus. Hingga memasuki usia pernikahan yang ke sembilan. Anak-anak mereka juga sudah mulai mengenyam pendidikan. Anak pertamanya bernama Hasan. Ia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Sedangkan Husin adiknya, Taman Kanak-kanak (TK). Mereka layaknya anak kembar. Barang-barang yang dikenakan harus sama.

Bagi Ayu Minggu merupakan hari impian keluarga. Sebab hanya ditanggal merah saja, mereka dapat berkumpul. Tidak biasanya, Andre tidak bersemangat. Tak dpat dimungkiri, bahwa dia sudah terlihat kurang sehat. Hampir setiap bulan, dipastikan selalu ijin. Namun Andre selalu menutupi sakinya. Ia tidak mau terlihat sakit dimata keluarganya. Demikian juga dengan Ayu. Ia tidak pernah ragu akan penyakit suaminya. Ayu menganggap, jika sakit yang diderita suaminya hanya flu biasa. Setiap bulan Andre selalu berobat di dokter keluarga.

Setiap periksa ke dokter, Andre hanya diberi obat paru-paru. Dokter belum dapat memastikan penyakitnya. Hanya cenderung pada sakit paru-paru. Menjelang malam, riuh suara batuk mulai menggangu. Seisi rumah tidak dapat tidur dengan nyenyak. Tanpa disadari, telah sebulan lamanya ia batuk. Setiap hari Andre konsumsi obat dengan rutin. Namun, Andre tidak kunjung sembuh. Ayu merasa khawatir, dengan keadaan suaminya. Setiap malam hanya beberapa jam saja, Andre dapat tidur. Lambat laun, berat badannya berangsur turun. Ayu dengan setia mendampingi suaminya. Ia memintanya agar Andre berobat dengan rutin.

Andre berkarakter keras. Sebaliknya dengan istrinya yang lemah lembut. Setiap awal bulan, Andre rutin memeriksakan kesehatannya. Ayu selalu menawarkan diri untuk menemani Andre ke dokter. Akan tetapi Andre selalu menolaknya. Ia tidak siap jika istrinya mengetahui penyakitnya. Hari-harinya berlalu seperti biasa. Andre seakan sehat. Setiap pagi ia berangkat kerja. Andre sering pulang hingga larut malam. Ia selalu mengatakan, bahwa tugasnya sangat banyak. Ayu sangat percaya dengan yang dilakukan suaminya.

Musim kemarau telah berganti. Hampir setiap hari langit berawan dan hujan. Andre sangat tersiksa dengan cuaca dingin. Rupanya virus yang merusak antibodi, telah bersarang dalam tubuhnya. Andre sangat menyayangi keluarganya. Apalagi kedua putranya yang sangat lucu dan manis. Terlebih pada istrinya, ia sangat mencintainya. Namun semua itu telah berlalu. Hanya penyesalan yang ia rasakan. Kesalahan yang telah ia perbuat telah menyadarkannya. Jika selama ini ia kurang memberikan perhatian pada keluarga.

Human Immunodeficiency Virus (HIV), membuat dirinya tidak percaya diri. Hati serta pikirannya sering labil. Andre menjadi pendiam. Hingga pada akhirnya ia berusaha menghindar dari anak dan istrinya. Ia menyadari jika penyakitnya sulit untuk sembuh. Perubahan sikap mulai dirasakan oleh Ayu. Meski ada yang janggal dengan suaminya, ia tetap menghibur hatinya.

Telah sekian lama Andre berobat. Terkadang ia jenuh, harus ketergatungan obat kimia. Pikirannya mengembara kemana-mana. Hingga pada suatu malam, Andre mengutakan isi hatinya.

“Ma, keadaanku semakin lama bukan malah membaik. Namun kurang fit. Aku gampang capek dan letih. Bagaimana jika aku kost dekat kantor.” Pinta Andre pada Ayu.

“Apakah dengan menjauh dari keluarga keadaanmu akan lebih baik?” Kata Ayu sembari mengayun-ayunkan kakinya.

“Kurasa begitu, karena jarak yang terlalu jauh membuatku makin capek. Aku kost saat sudah malas untuk pulang saja. Jika badanku kuat aku akan selalu berusaha pulang.” Dengan nada merayu Andre meyakinkan istrinya.

“Ya sudah, jika itu yang terbaik buat papa. Aku manut saja yang menjadi keputusanmu.” Dengan nada memelas Ayu katakan itu.

Keesokan harinya Ayu mengantar suaminya ke tempat kost. Di sekitar lokasi Andre bekerja tersedia banyak penginapan, rumah sewa ataupun tempat kost. Ayu sangat yakin bahwa suaminya selalu bijak. Segala keperluan sehari-hari telah disiapkan oleh istrinya. Setelah merapikan semua, Ayu berpamitan. Ia sudah terlambat beberpa jam masuk kerja.

Selepas pulang dari bekerja, Ayu duduk termenung. Ia teringat kenangan indah bersama suaminya. Jendela kamar dibuka lebar-lebar. Hembusan angin malam memenuhi kamarnya. Rasa dingin menusuk tubuhnya. Kerinduan yang terpendam, membuat Ayu tidak dapat memejamkan mata. Suara pukulan tiang telepon, membuyarkan lamunannya. Dengan segera ia melirik arlojinya. Rupanya Ayu hampir semalaman, melamun. Ayu telah terbuai dalam dukanya. Ia ingin berlari dan menemuinya. Namun apa daya, anak-anaknya tidak ada yang menunggu.

Awalnya Andre rutin seminggu dua kali pulang. Seiring berjalannya waktu, bapak dua anak ini malas pulang. Sebenanya Andre ingin berkumpul seperti dulu. Akan tetapi penyakitnya telah menghantui dirinya. Enam bulan Andre hidup seorang diri di tempat kost. Hasan dan Husein, lelah menanyakan keberadaan papanya. Dalam kesendiriannya, Ayu sering membayangkan suaminya datang.

Penantiannya hanya menyisakan duka belaka. Andre sudah hampir tidak pernah pulang lagi. Ia menghabiskan hari-harinya hanya untuk bekerja dan di tempat kost. Lama kelamaan Ayu sudah tidak kuat lagi. Rasa rindu telah lama bersemayam. Gejolak hatinya sudah tak mampu dibendung lagi. Bersama dengan kedua putranya, Ayu pergi ke tempat kost suaminya.

“Assalamu’alaikum..., Assalamu’alaikum.....” Ucap Ayu sambil mengetuk pintu.

Sesat Ayu mengambil ponselnya. Terdengar suara langkah kaki menuju pintu.

“Waalaikum salam......, “ Jawab Andre, sambil membukakan pintu untuk anak dan istrinya.

Raut wajah Andre terlihat kaget. Ia gugup sekali menghadapi keluarga kecilnya. Andre mempersilahkan mereka masuk. Ayu memandangi wajah suaminya yang kusut. Hasan dan Husein memeluk papanya. Hasan nyeletuk bertanya “Pa, kenapa tidak pulang? Kakak, adik dan mama kangen.” Kata hasan pada papanya.

“Iya nak, papa masih sibuk. Banyak pekerjaan ya sayang.” Jawab Andre menghibur pada putra bungsunya.

Wajah Andre hanya tertunduk diam dan malu. Berkali-kali Ayu bertanya. Jawaban Andre seakan malas sekali. Ia tidak mau, menjadikan beban bagi keluarganya. Melihat anak-anak serta istrinya bahagia, ia ikut senang.

“Pa, kenapa harus kost dan meninggalkan kami?”, tanya Ayu dengan penuh keheranan.

Andre hanya menunduk sambil menjawab, ”tidak apa-apa, ini kulakukan demi keluarga. Aku kost biar dekat dengan pekerjaan. Tertalu capek jika harus pulang pergi. Perjalanan ke rumah tertalu lama. Apalagi jika jalanan macet. Ini semua kulakukan demi kebaikan keluarga kita.”

Ayu tidak mengerti maksud perkataan suaminya. Andre hanya menjawab implisit saja. Sehingga Ayu masih bingung.

Melihat kondisi tempat kost suaminya ia tidak tega. Baju serta kertas-kertas berserakan. Ayu bergegas membereskan. Seharian mereka menemani Andre. Menjelang senja, mereka berpamitan pulang. Sebenarnya Hasan dan Husein masih belum mau pulang. Andre membujuk ke dua buah hatinya. Namun Hasan masih belum dapat melepas pelukan papanya. Perlahan-lahan Hasan mulai mengerti, akhirnya ia mau diajak pulang.

Sebulan kemudian Andre merasakan hal yang sama. Ia ingin kumpul dengan istri dan anaknya. Entah angin apa yang membawanya pulang. Hiruk pikuk kendaraan membuat suasana jalanan bising. Langit nampak gelap, hujan mulai turun. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar, suara ketukan pintu. Hasan dan Husein berlarian. Mereka akan membukakan pintu. Mereka selalu berharap, orang yang datang adalah papanya. Hasan seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kemudian dia berteriak sambil berkata, “paaa.....paaa....., Adik, mama ini papa datang.” Hasan meneriaki adik dan mamanya.

Ayu menyambut suaminya dengan penuh cinta. Husein berlari dan langsung memeluk papanya.

“Aku pulang karena kangen kalian. Aku kan menghabiskan masa cutiku bersama keluarga kecilku.” Tutur Andre yang terlihat sangat ingin diperhatikan sekali.

Rasa gelisah serta rindu yang dirasakan mereka rasakan telah sirna. Selama beberapa hari, Andre menemani istri dan anak-anaknya. Andre menemukan kehangatan dalam keluarganya. Tak terasa pikiran kalut, lambat laun terkikis. Berpikir positif, telah memberikan kekuatan dalam melawan sakitnya. Andre merasakan tubuhnya lebih segar dibanding biasanya. Ayu dan kedua buah hatinya sangat bahagia, dapat berkumpul kembali.

Kebiasaan Andre selama ini ia sering pulang terlalu malam. Keadaan seperti itu, membuat kondisi fisiknya makin memburuk. Andre mulai malas makan, dan kurang bersemangat. Rupanya virus telah menjalar di saluran pencernaan dan jaringan di bawah kulit. Tidak hanya itu, ketika buang air besar (BAB) juga encer. Ayu meminta suaminya untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah. Ayu terperanjat melihat kondisi mulut suaminya. Lantas dia bertanya.

“Menurut diagnosa dokter, papa sakit apa?” tanya Ayu seakan menyelidik.

“Seperti biasa ma, hanya paru-paru diagnosanya.” Jawab Andre.

“Masa sih pa, seperti ini hanya sakit paru-paru. Dokter mengatakan lainnya tidak?” Ayu masih ingin mengetahui jwaban suaminya.

“Benar ma, hanya itu kata dokter. Lihat saja obatku ma.” Kata Andre sambil meyakinkan Ayu.

“Aku tidak percaya jika suamiku sakit paru-paru. Secara fisik aku curiga jika dia terserang HIV/AIDS.” Pikir Ayu, sambil melihat tangan serta keanehan lainnya. Keesokan harinya, Ayu meminta pada suaminya agar mau ditemani berobat. Lagi-lagi keinginannya ditolak. Sesampainya di rumah, Ayu bertanya pada suaminya.

“Gimana mas, kata dokter?”, tanya istrinya dengan suara lirih.

“Gak usah khawatir, aku hanya kecapekan dan sakit batuk biasa”, jawab suaminya, dengan nada seperti tidak terjadi apa-apa.

Mendengar jawaban seperti itu, Ayu hanya mengangguk. Ia tidak melihat obat yang dibawa suaminya. Kepercayaan pada pilihan hatinya, telah mengubah pikirannya. Ayu sudah tidak mampu untuk bertanya lebih.

Meskipun dengan terpaksa Ayu berusaha menerima ucapan suaminya. Akan tetapi hati kecilnya tidak dapat dibohongi. Ayu yakin bahwa suaminya terinfeksi HIV/AIDS. Perubahan ciri fisik nampak mencolok sekali. Dengan penuh kesabaran Ayu menunggu waktu. Ia ingin membuktikan bahwa apa yang dipikirkan benar.

Di sepertiga malam ia terbangun dan menunaikan shalat malam. Saat merenung, ia berfikir jika suaminya tidak mungkin tertular virus itu. Sepenuh hati ia yakin, suaminya tidak melakukan hal-hal yang terlarang. Ayu merasa suaminya tidak akan menyakiti atau mengkhianatinya. Dimanapun ia berada dapat menjaga cintanya. Sehingga Ayu, tidak pernah mengira jika sakit yang diderita suaminya HIV/AIDS. Semua masih menjadikan teka teki baginya. Antara mempercayai kata-kata suami atau melihat kondisi riil.

Selama enam bulan, Ayu merawat Andre yang sakit-sakitan. Meski demikian Andre, masih tetap bekerja. Sayang seribu sayang. Kepercayaan yang Ayu miliki telah dikhianati. Istri yang baik hati ini belum mengetahui penyakit suaminya. Seperti biasa, sebelum ia berangkat kerja Andre berpamitan. Hari kian larut, namun Andre tiada kunjung datang. Hasan dan Husein telah lama menunggu hingga tertidur. Ayu mondar mandir sambil melihat jam dinding yang tetap berputar. Hingga Ayu pun tertidur di sofa.

Saat terbangun Ayu mencari ponsel. Ia baru terpikirkan untuk menghubungi suaminya. Naas memang, hand phone yang dipakai Andre tidak aktif. Hati Ayu makin galau. Ia tidak tahu lagi kemana harus bertanya. Lantas Ayu berpikir bahwa suaminya pulang ke tempat kost.

Sepulang dari kerja Ayu memastikan keberadaan suaminya. Ia pergi ke tempat kost nya Andre. Ternyata benar bahwa Andre berada di kost. Mengetahui hal itu Ayu merasa kecewa. Ia mulai kesal dengan ulah suaminya. Andre seakan sengaja membuat Ayu marah. Andre ingin melepaskan diri dari orang-orang yang dicintai. Melihat Andre terbaring dan tidak masuk kerja Ayu merasa iba. Meskipun hatinya merasa jengkel. Kening suaminya dipegang dan demam tinggi. Namun tubuh Andre menggigil kedinginan. Ayu membantu mengobati dan membuatkan teh panas.

“Minum obat dulu biar segera membaik.” Pinta Ayu sambil menyodorkan beberapa butir pil.

“Iya, sebentar. Aku masih batuk, rasanya sulit sekali buat keluarkan dahak.” Jawab Andre. Beberpa lama kemudian Andre mulai mengantuk. Ia tertidur dengan pulas. Diam-diam Ayu meninggalkan Andre di kamar. Pembuktian Ayu akan segera berhasil. Ayu selalu berdoa agar yang bersalah cepat ditangkap adalah salah

Hati dan pikiran adalah sumber dari kehidupan. Keduanya saling membutuhkan dan melengkapi. Begitu halnya dengan suami istri. Jiwa mereka saling mengikat. Apa yang dirasakan suami, istri juga akan merasakan. Tanpa pernah disadari di dunia juga hanya punya dua pilihan.

Sejak Andre mengidap HIV/AIDS, Ayu masih melakukan hubungan suami istri. Ayu tidak mengetahui jika Andre sakit dan menular lewat hubungan seks. Sebenarnya Ayu sudah tertular virus yang diderita suaminya. Akan tetapi, kekebalan tubuhnya masih mampu melawan. Selain itu ia tidak begitu merasakannya.

Kegiatan rutinitas telah membuat dirinya sibuk. Hingga dia tidak begitu memikirkan dirinya. Ayu tidak menyadari bahwa, virus sudah menyerang kekebalan tubuhnya. Gejala awal yang ia rasakan hampir sama dengan suaminya. Dinginnya malam yang menembus tulang. Membuatnya batuk yang tiada kunjung reda. Meskipun tidak gemuk, tubuh Ayu padat berisi. Sudah dua bulan ini berat badannya mulai menurun. Kegigihan merawat kedua putranya, menjadikan kekuatan baginya.

Semua berawal dari bulan Desember. Rumah sakit tempat Ayu bekerja selalu mengadakan tes kesehatan. Seminggu kemudian hasil tes keluar. Setumpuk berkas diperiksa satu persatu oleh pimpinan. Hasil general check up, sangat mengejutkan sekali. Pimpinan rumah sakit seakan tidak percaya saat membacanya. Berulang-ulang ia memperhatikan, hasil pemeriksaan atas nama Ayu Saraswati. Memang seperti itulah hasil tes yang didapat. Ayu positif mengidap HIV/AIDS.

Kegiatan pemeriksaan kesehatan, membuat para karyawan cemas. Setiap tahun tidak jarang mereka dikeluarkan dengan alasan kesehatan. Saat ini, giliran Ayu yang harus menerimanya. Melalui temannya bernama Widya Ayu diminta ke ruang pimpinan. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuruni tangga. Dalam hatinya berkecamuk, berbagai pertanyaan. Seakan ia tidak mempercayai akan panggilan itu. Namun, ia tetap bergegas menuju ruang itu.

“Ini adalah kejadian kali pertama, aku di dipanggil oleh pimpinan”. Gumamnya dalam hati. Sambil berjalan menuju ruang pimpinan.

Tibalah Ayu seorang diri. Ia menguatkan hatinya untuk mengetuk pintu, seraya mengucapkan salam. Dengan wajah tertunduk Ayu memberanikan diri dan bertanya.

“Mohon maaf, apa benar bapak memanggil saya?, tanya Ayu dengan sedikit gugup.

“Benar, Ibu”, jawab pimpinan dengan nada datar.

“Seperti yang ibu Ayu ketahui. Rumah sakit ini selalu mengadakan tes setiap tahun.” Kata pimpinan, mengawali perbincangannya.

“Iya Bapak, saya tahu itu”, jawab Ayu dengan suara lembut.

“Akan tetapi, kenapa saya dipanggil sendiri?”, kata Ayu penuh dengan rasa penasaran.

“Sebelum masuk ruangan ini, saya bertanya ke teman-teman”. Kata Ayu yang makin ingin mengetahuinya.

Mereka bilang, “hanya saya saja yang dipanggil. Memangnya ada apa ya pak?”. Tanya Ayu, sembari merasakan dingin telapak tangannya.

Pak Najib adalah seorang pimpinan yang baik dan berwibawa. Ia tidak banyak bertele-tele. Satu persatu, lembaran kertas diambil dari dalam map. Ia membuka, lembaran kertas hasil cek kesehatan atas nama Ayu.

Dengan suara lirih ia mengatakan,“Ibu ... saya sebagai pimpinan disini sebelumnya mohon maaf ya. Apabila selama ini sudah membuat kesalahan. Baik itu berupa lisan maupun perbuatan. Saya hanya sebagai manusia biasa yang tidak dapat berbuat banyak. Semua itu dikarenakan keterbatasan kami bu”. Kata pimpinan pada Ayu.

“Iya Bapak”, jawab Ayu dengan wajah tertunduk dan bingung.

Mendengar jawaban yang disampaikan pak Najib, Ayu semakin bertanya-tanya.

“Mengapa dia mengatakan seperti itu?. Apakah aku akan di PHK ya?

Apa kesalahanku ya, sampai pimpinan berbicara santun dan tidak tega menatapku”. Pertanyaan itu berputar-putar dalam hati dan pikiran Ayu.

Setelah berbasa-basi, pak Najib, menyampaikan kalimat yang sama. Permintaan maaf terus menerus. Justru membuat Ayu makin penasaran.

Ayu memberanikan diri dan mengatakan, “Sebenarnya ada apa dengan hasil tes saya, bapak?” kata Ayu sambil memastikan.

“Tolong katakan sehingga saya mengetahui, apapun hasilnya”. Pinta Ayu.

“Berdasarkan hasil tes beberapa waktu lalu, ibu mengidap virus”. Kata pimpinan, kemudian ia terdiam lagi.

“Virus?, virus apa pak?”, tanyaku yang sudah tidak sabar lagi untuk mengetahui lebih lanjut.

“Virus yang menyerang kekebalan tubuh. Ibu paham kan dengan kalimat saya?” kata pak Najib sambil memainkan bulpen ditangan.

Ayu tidak percaya, mendengar pernyataan dari pak Najib. Lantas dia mengatakan, “Bapak, tolong periksa kembali, benarkah itu atas nama saya”.

“Silahkan, dibaca bu.” Pak Najib menyodorkan kertas yang dipegangi.

Memang benar adanya. Lembaran hasil tes itu menyatakan diriya positif HIV/AIDS. Perasaan Ayu makin tak karuan.

Ayu sudah tidak menghiraukan orang disekelilingnya, Ayu berteriak histeris sambil menangis. Pimpinan menyadari jika Ayu stres berat. Melihat kenyataan itu ia hanya terpaku. Tak lama kemudian, ia meninggalkan Ayu. Pak Najib bergegas keluar ruangan. Sembari berjalan ia bertemu dengan petuas keamanan. Lantas kedua petugas, datang dan membujuk Ayu untuk pulang. Namun, Ayu masih tak kuasa berdiri.

Berjam-jam lamanya Ayu menangis. Hingga tubuhnya kian lemas. Bujuk rayu petugas keamanan tidak membuahkan hasil. Salah satu petugas keamanan keluar. Ia mengambil kursi roda di depan. Kedua petugas mengantar Ayu pulang.

Pikiran Ayu kalap. Dalam benaknya yang terbayang hanya wajah suaminya. Ia sudah tidak dapat kontrol emosi. Setibanya di rumah, ia langsung mencari Andre. Kebetulan sekali, ia ada di rumah. Ayu melihat Andre sedang duduk di belakang rumah. Ayu langsung memarahi suaminya. Andre tidak mengetahui penyebab kemarahan istrinya. Ia berusaha menenangkan dan bertanya pada Ayu.

“Apa-apan ini. Ada apa kamu memarahiku. Kenapa kamu nagis seperti itu? Tanya Adre pada Ayu.

Rupanya Ayu sudah kehilangan kendali. Ia berani membentak-bentak suaminya. Kemarahan ayu makin menjadi-jadi, saat Andre menjawab.

Ayu mengambil lembaran kertas hasil check up dari dalam tas. Amplop coklat berisi hasil cek lab nya. Dengan sengaja Map itu dilemparkan ke muka suaminya. Setelah membacanya, Andre meminta maaf dan mengatakan hal yang sebenarnya. Ia menceritakan semua kejadian yang dialaminya selama ini. Namun, hati Ayu sudah tertutup. Ia sudah tidak lagi mau mendengarkan penjelasan suaminya lagi.

Suara lembutnya selama ini berubah menjadi garang dan kasar. Hatinya sakit karena telah dibohongi oleh orang yang ia cintai. Kepercayaan itu telah sirna. Cinta itu telah hilang dan berubah menjadi kebencian yang mendalam. Selama ini Ayu jarang marah pada suaminya. Tanpa berpikir panjang, Ayu menyuruh Andre untuk mengemasi barang-barang. Andre meminta maaf, atas perbuatannya. Sia-sia sudah, semua kata-kata Andre. Sakit hati yang dirasakan istrinya telah begitu dalam. Kali ini Ayu benar-benar sudah tega pisah.

“Tidak... pergi kau...!

“Aku sudah tidak sudi lagi melihatmu.”

“Pergi jauh dari kehidupanku dan anak-anakku.”

“Jangan pernah temui kami lagi, aku tidak butuh seorang penipu.” Kalimat itu begitu mudah keluar dari mulut ayu. Semua yang ia katakan adalah bentuk pelampiasan atas kebohongan suaminya. Ayu berteriak sambil menangis. Suaranya hingga parau.

Jiwanya Ayu begitu terguncang. Ia sudah tidak dapat mengendalikan emosinya. Kesalahan yang diperbuat oleh Andre, membuat ayu menjadi pemarah. Ia sensitif dengan keadaan. Hari-hari yang ia lalui, begitu memprihatinkan. Ayu sudah tidak lagi merawat tubuhnya. Ia terlihat seperti orang depresi berat. Ayu jarang keluar kamar, apalagi keluar rumah seperti biasanya. Ia seakan tidak dapat mempercayainya, jika ia telah dikhianati suami tercinta.

Ibu Salamah sangat sedih sekali. Setelah melihat kondisi yang dialami putrinya. Ia tidak tega mau meninggalkannya. Selama dua bulan, bu Salamah merawat Ayu dan kedua cucunya. Ia sangat kasihan dengan cucunya yang lucu serta pintar. Sang ibunda tidak patah semangat, ia terus menerus memberi motivasi pada putrinya. Setiap pagi dan sore, ia menyisir rambut Ayu yang terurai. Kasih sayang seorang ibu yang tiada batas. Ia curahkan segala perhatian serta cintanya.

Lambat laun, Ayu mulai dapat menerima kenyataan. Pahit memang kedengarannya. Jika dirinya adalah Orang dengan HIV/AID (ODHA). Segala usaha keras bu Salamah telah membuahkan hasil. Ayu mulai memikirkan masa depan Hasan dan Husein. Ia sudah mulai mengingat kedua putranya. Dengan penuh penyesalan, Ayu meminta maaf pada kedua orang tuanya dan kedua putranya. Ia ingin memulai hidupnya, meski apapun yang terjadi atas dirinya.

Dukungan keluarga serta rasa nyaman, membuat Ayu bertahan hidup. Pikirannya mulai stabil kembali. Setalah lama merenung, akhirnya Ayu mengambil sikap. Ia membuat keputusan untuk kembali ke desa. Banyak alasan yang telah dipikirkan. Sehingga pulang ke kampung halaman adalah pilihan yang tepat. Tidaklah murah hidup di kota besar. Apalagi tidak ia sudh tidak bekerja lagi. Tidak ada yang menjadi harapannya. Namun hidup harus terus berjalan.

Rumah sejuta kenangan, harus rela dimiliki orang lain. Ayu telah menjual rumahnya dengan harga yang sepadan. Kedua orang tuanya setuju dengan keputusan putrinya. Sebab itulah jalan terbaik dari Allah. Dengan penuh semangat Ayu, mengurus surat-surat yang dibutuhkan. Hasan dan Husein juga dimintakan surat keterangan pindah. Semua berjalan dengan lancar. Sebelum pulang kampung, Ayu berpamitan dengan para tetangga dekat.

Kenangan manis dan indah tinggallah sebuah cerita. Yang ada hanyalah duka. Kepedihan hati tak kunjung sirna. Bayang kebencian selalu tergambar jelas. Ayu bertekad melupakan masa lalunya. Ia berjuang untuk tidak mengingat suaminya. Andre telah membuat hidupnya hancur. Kini Ayu harus menghidupi kedua putranya.

Kerabat di kampung sudah mendengar kabar, kepulangan Ayu. Mereka menyambut dengan ramah. Kedatangan Ayu dan buah hatinya telah dinanti. Ayu tidak menceritakan tentang penyakit yang ia derita. Ia menyembunyikan hasil tes kesehatannya dengan baik. Ia tidak ingin keluarga mengetahui masalahnnya. Ayu tidak mau hidupnya dijauhi oleh sanak saudara. Kecuali kedua orang tuanya yang mengetahuinya.

Suasana kampung yang selalu dirindukan. Sekarang harapannya terwujud. Tiada suara gemuruh kendaraan, berlalu lalang. Udara segar setiap saat selalu tersedia. Air sungai mengalir dengan tenangnya. Bersama kedua buah hatinya, Ayu memulai hidup baru. Mereka tinggal bersama kakek dan neneknya.

Diiringi mentari pagi, Ayu berangkat mendaftarkan putranya bersekolah. Sesampainya di ruang guru, ia dipersilahkan masuk. Beberapa guru menyapa dan bersalaman. Ayu senang dapat menyekolahkan kedua putranya. Kegembiraan hatinya telah melupakan penyakit yang diderita. Pikiran dan hati yang tenang, membuat kekebalan tubuh akan stabil.

Rutinitas sebagai ibu rumah tangga mulai dijalaninya. Dengan penuh semangat Ayu kerjakan. Setiap pagi, Ayu menyiapkan masakkan buat anak-anak dan kedua orang tuanya. Baru mengantarkan sekolah di tempat yang berbeda. Di siang hari, selepas sekolah ia mengantarkan anak-anaknya untuk belajar mengaji di TPQ terdekat.

Ayu mulai dapat melupakan Andre. Hari-hari mereka lalui dengan penuh kebahagian. Orang-orang yang ada di sekitar sangat menyayanginya. Ayu tidak terlihat sakit. Apalagi mempunyai beban pikiran yang berat. Dimata keluarga dan kerabat, Ayu terlihat tegar, dan bersemangat. Semua itu karena semangat hidup yang tinggi.

Waktu berjalan dengan cepatnya. Haripun bergati bulan dan tahun. Memasuki tahun ke dua, virus yang bersarang di dalam tubuhnya mulai bangkit lagi. Setiap malam datang, persendian tulangnya terasa sakit yang luar biasa. Rasa pegal dan ngilu yang hebat, selalu datang dan pergi begitu saja. Setiap rasa itu datang ia tidak pernah dapat tidur dengan nyenyak. Hanya obat gosok yang dapat dioleskan pada persendiannya.

Tidak hanya itu saja. Batuk kering yang diderita membuatnya makin tersiksa. Meski terpingkal-pingkal namun dahak tetap susah keluar. Rasanya nyeri sekali tatkala mendengar Ayu batuk. Ayu menjadi teringat Andre. Karena setiap malam suaminya tidak dapat tidur karena batuk.

Sebelum terjadi hal yang tak diinginkan, Ayu mulai berobat. Ia rajin ke puskesmas setiap bulan. Beberapa jenis pil dan kapsul yang didapat. Setiap hari ia harus mengkonsumsinya, yang tidak sedikit jumlahnya. Perhari ia harus menelan sembilan butir obat. Dapat dibayangkan, jumlah pil yang bersarang dalam tubuhnya. Padahal, Ayu tidak mengetahui sampai kapan ia harus berobat.

Setahun telah berlalu. Ayu berjalan lunglai keluar puskesmas. Di tangan kanannya ada tas plastik kecil berisi obat. Dia menghentikan langkahnya ketika sampai di depan gerbang puskesmas. Dia merasakan kejenuhan dengan obat yang dibawanya. Semangat yang dimiliki mulai pudar. Hanya rasa penat dan kesal yang ada dalam dirinya.

Meski begitu, Ayu tetap mencari informasi. Ia rajin membaca artikel dan browsing tentang ODHA. Tidak lupa selalu berdoa untuk mendapatkan petunjuk-NYA. Ayu yakin bahwa Allah S.W.T, akan memberikan kesembuhan. Melaui jalan yang tidak pernah ia ketahui. Keyakinan yang ia miliki akhirnya, membuahkan hasil.

Di tengah perjalanan, sesekali Ayu melihat ponselnya. Ia mendapati pesan singkat dari kakaknya. Ayu diminta membeli gula, tepung serta minyak. Super market telah dilewati beberapa saat. Ia seperti mendapat sinyal, bahwa dirinya harus kembali lagi.

Sepuluh menit berselang, Ayu sudah sampai di super market. Ayu mengambil barang-barang yang akan dibeli. Setelah semuanya terbeli ia pergi ke kasir dan membayarnya. Di luar pintu ada dua orang lelaki yang serius berbicara. Sayup-sayup Ayu mendengar suara yang pernah dikenalnya. Dengan segera Ayu menoleh ke laki-laki itu. Ternyata benar, salah satunya adalah teman SMA nya dulu.

Ayu bersalaman dengan Yudi dan Arman. Semenjak lulus SMA, Yudi baru bertemu dengan Ayu. Yudi melanjutkan obrolannya lagi. Mereka saling bertukar nomor ponsel. Keduanya sangat akrab. Mengingat selama tiga tahun bersama.

“Siapa yang sakit, Yud? Serius banget ceritanya.” Tanya Ayu

“Keponakanku Yu. Dia sakit parah dan Alhamdulillah sekarang udah sembuh. Saat ini anaknya bekerja di sebuah perusahaan programer. Anaknya jenius dan baik. Sakitnya tak dapat kami percaya. Pihak keluarga jug heran kok.” Jawab Yudi

“Kalau boleh tahu apa sakitnya, Yud?” Saut Ayu yang penasaran

“HIV/AIDS dan sudah masuk stadium dua. Saat itu aku yang disuruh mengantar cek darah lengkap. Dari hasil pemeriksaan, dia positif Yu. Aku seakan tidak dapat mempercayainya. Anaknya ada di luar dan gak mendengar vonis dokter. Aku gak mau dia frustasi jika mengetahui keadaannya.” Yudi menjelaskan segala yang telah dialaminya.

“Bagaimana keponakanmu dapat sembuh?” Ayu terus bertanya pada Yudi.

“Awalnya aku juga tidak percaya, jika ada herbal yang dapat membantu kesembuhannya. Karena pikiranku sudah buntu dan mungkin ini yang dinamakan hidayah. Ada seorang ibu tua yang bertemu denganku saat di rumah sakit. Lantas dia bercerita perihal anaknya yang juga seorang ODHA. Akan tetapi sekarang telah sembuh. Aku sangat penasaran dan akhirnya ku cari sampai dapat. Meski berpuluh-puluh kilo meter jaraknya aku harus dapat. Karena aku tidak sanggup menceritakan kepada kakakku. Andai mereka tahu anaknya sakit HIV/AIDS pastilah sudah diusir.

Tanpa pertimbangan lagi aku pergi dan mencari herbal “SRIAJI”. Pembuatnya bernama pak Riyanto. Alhamdulillah... aku bisa bertemu langsung. Ku utarakan semua isi hatiku padanya. Tidak ada yang aku sembunyikan lagi. Akhirnya aku diberi banyak penjelasan. Aku mulai mengerti. Ternyata dia sejak tahun 2008 sudah menangani ODHA. Banyak yang sudah non reaktif hasilnya. Bahkan aku dikenalkan dengan mantan ODHA. Sekarang orang itu membuka kedai kopi. Keadaannya lebih parah dbanding keponakannku. Aku bersyukur Yu, keponakanku hasilnya juga sudah non reaktif.” Jelas Yudi, sambil mengingat kejadian pahit itu.

“Iya, ya... aku paham Yud. Terima kasih ya informasinya. Apakah bisa aku minta alamat serta nomor hp nya pak Yanto.” Pinta Ayu sambil menyodorkan telepon genggamnya.

“Tentu boleh.” Jawab Yudi sambil berpamitan pulang.

Sesampainya di rumah, Ayu berpikir dengan keras. Keinginannya sudah bulat. Ayu akan mencari herbal yang disebutkan Yudi. Ia sangat yakin akan kebesaran Allah S.W.T. bahwa penyakit yang ia derita, pasti ada obatnya. Ia sudah tidak sabatr menunggu pagi. Matanya sulit untuk dapat dipejamkan. Ia ingin segera mengeluarkan segala keluh kesahnya.

Kedua orangtuanya telah merestui usaha putrinya. Sehingga Ayu dapat bertemu dengan kami. Kegigihan melawan virus, membuatnya tetap bertahan hidup. Ayu menceritakan semua yang terjadi. Penderitaan selama menjadi ODHA sangat menyakitkan. Ia sangat berharap atas kesembuhan dirinya. Ayu sangat yakin bahwa apa yang ia lakukan merupakan petunjuk dari-Nya. Semua obat yang ada, hanyalah sebagai sarana. Manusia hanya dapat berusaha dan kesembuhan hanya milik Allah S.W.T. Sebab Dialah dzat Yang maha penyembuh.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Betul sekali @ival prisetia agar nyaman serta damai

27 Aug
Balas

Terima kasih ya udah baca, 081249496579 no WA saya

19 Mar
Balas

Cerita yg bagus... memilih calon pendamping hidup memang harus sama2 cek kesehatan darah di lab... Tujuannya agar tdk menyesal seumur hidup..

27 Aug
Balas

Ini kisah nyata? Atau cerpen fiktif ?

14 Sep
Balas

Nyata dibuat fiksi, jadi disebut faksi

14 Sep

Ceritanya bagus.... Ibu Rini Marina, boleh Sy tw No WA Ibu.....

19 Mar
Balas

Ceritanya bagus.... Ibu Rini Marina, boleh Sy tw No WA Ibu.....

19 Mar
Balas

Tertipunya di mana bu? Ujung2nya si Ayu itu sembuh? Saya Pernah baca cerita ini, tp si Ayu nya berjuang keras mencari obat buat sang suami. Ini cerita yg benar yg mana ya bu?

18 Apr
Balas



search

New Post