Rini Yuliati

Seorang ibu dari dua orang putri yang ingin belajar merangkai huruf sehingga menjadi bermakna. Tinggal di sebuah kota kecil di Kebumen, Jawa Tengah. Profesi mom...

Selengkapnya
Navigasi Web
Rara Mendut-Pranacitra, Kesetiaan Cinta dan Harga Diri
histori.id

Rara Mendut-Pranacitra, Kesetiaan Cinta dan Harga Diri

Kecantikan yang membawa malapetaka. Itulah gambaran nelangsa kisah wanita ayu yang bernama Rara Mendut atau Roro Mendut. Karunia kecantikan yang luar biasa membuat Rara Mendut menjadi rebutan para pria, mulai dari kalangan rakyat biasa, bangsawan, hingga panglima perang.

Cerita ini dimulai dari sebuah desa nelayan yang terletak di daerah Pati, Jawa Tengah. Nama desa itu adalah Teluk Cikal. Termasuk dalam wilayah Kadipaten Pati yang diperintah oleh Adipati Pragolo II di bawah Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung.

Di Teluk Cikal, hidup seorang gadis anak nelayan bernama Rara Mendut. Ia seorang gadis yang cantik dan rupawan. Rara Mendut juga dikenal sebagai seorang gadis yang teguh pendirian. Ia tidak sungkan-sungkan menolak para lelaki yang datang melamarnya sebab ia sudah memiliki calon suami, yakni seorang pemuda desa yang tampan bernama Pranacitra, putra Nyai Singabarong, seorang saudagar kaya-raya.

Berita tentang kecantikan dan kemolekan Rara Mendut terdengar oleh Adipati Pragolo II. Penguasa Kadipaten Pati itu pun bermaksud menjadikannya sebagai selir. Sudah berkali-kali ia membujuknya, namun Rara Mendut tetap menolak. Merasa dikecewakan, Adipati Pragolo II mengutus beberapa pengawalnya untuk menculik Rara Mendut.

Rara Mendut dibawa ke istana dan dipingit di dalam Puri Kadipaten Pati. Di bawah asuhan seorang dayang bernama Ni Semangka dan Genduk Duku.

Sementara Rara Mendut dalam masa pingitan, di Kadipaten Pati sedang terjadi gejolak. Sultan Agung menuding Adipati Pragolo II sebagai pemberontak karena tidak mau membayar upeti kepada Kesultanan Mataram. Sultan Agung pun memimpin langsung penyerangan ke Kadipaten Pati.

Menurut cerita, Sultan Agung tidak mampu melukai Adipati Pragolo II karena penguasa Pati itu memakai kere waja (baju zirah) yang tidak mempan senjata apapun. Tugas itu pun diserahkan kepada Ki Nayadarma untuk menghadapi Adipati Pragolo II. Setelah melalui pertarungan yang sengit, Adipati Pragolo II berhasil dibunuh oleh Ki Nayadarma.

Pemimpin pasukan yaitu Tumenggung Wiraguna segera merampas harta kekayaan Kadipaten Pati termasuk Rara Mendut. Tumenggung Wiraguna langsung terpesona saat melihat kecantikan Rara Mendut. Ia pun memboyong Rara Mendut ke Mataram untuk dijadikan selirnya.

Untuk kesekian kalinya Rara Mendut menolaknya mentah-mentah. Bahkan dengan terang-terangan Rara Mendut mengatakan kalau dirinya sudah memiliki kekasih bernama Pranacitra. Tumenggung Wiraguna murka dan memberikan pilihan yang cukup berat. Bahwa Rara Mendut harus membayar pajak kepada kerajaan Mataram. Rara Mendut meminta izin untuk berjualan rokok supaya dapat memenuhi kewajiban membayar pajak. Dia berjualan di pasar. Rokoknya laris. Bahkan para lelaki itu rela mengeluarkan uang demi membeli rokok bekas isapan Rara Mendut.

Pranacitra yang mengetahui keberadaan Rara Mendut berusaha untuk melarikannya dari Mataram. Sekembalinya Rara Mendut ke istana, dia meminta bantuan seorang selir yang memihak kepadanya. Yaitu Putri Arumardi. Dengan dibantu Putri Arumardi dan Nyai Ajeng selir yang lainnya Rara Mendut berhasil melarikan diri bersama Pranacitra.

Pelarian Rara Mendut dan Pranacitra diketahui Tumenggung Wiraguna. Pasangan ini berhasil ditemukan oleh prajurit Tumenggung Wiraguna. Rara Mendut di bawa kembali ke Mataram. Sementara itu Pranacitra dihabisi oleh prajurit Tumenggung Wiraguna.

Sepeninggal Pranacitra, Tumenggung Wiraguna kembali membujuk Rara Mendut agar mau menjadi selirnya. Namun, usahanya tetap sia-sia, gadis cantik itu tetap menolak. Sang Panglima pun tidak kehabisan akal. Ia kemudian menceritakan perihal kematian Pranacitra kepada Rara Mendut.

Rara Mendut tidak percaya begitu saja. Tumenggung Wiraguna membawa Rara Mendut ke makam kekasihnya. Rara Mendut histeris melihat gundukan tanah di hadapannya. Tumenggung Wiraguna membujuk Rara Mendut meninggalkan tempat itu. Gadis ayu itu mengikuti di belakangnya sambil terus menangis. Belum jauh mereka berjalan, Rara Mendut mengancam akan melaporkan perbuatan Tumenggung Wiraguna kepada Raja Mataram, Sultan Agung.

Tumenggung Wiraguna marah mendengar ancaman Rara Mendut. Dia menarik tangan gadis itu dengan kasar. Rara Mendut meronta berusaha melepaskan diri dari pegangan tangan Wiraguna. Begitu berhasil melepaskan diri, Rara Mendut mengambil keris yang terselip di pinggang Tumenggung Wiraguna. Rara Mendut berlari menuju makam kekasihnya. Tumenggung Wiraguna berusaha mengejarnya. Setiba di makam Pranacitra, Rara Mendut bermaksud untuk bunuh diri. Wiraguna berusaha mencegahnya, namun terlambat. Rara Mendut menusukkan keris itu ke perutnya. Tubuhnya bersimbah darah jatuh di atas makam kekasihnya. Melihat peristiwa itu, Tumenggung Wiraguna merasa amat menyesal atas perbuatannya.

Penyesalan itu tak ada gunanya karena semuanya sudah terjadi. Untuk menebus kesalahannya, Tumenggung Wiraguna menguburkan Rara Mendut satu liang dengan Pranacitra. Begitulah kisah perjuangan Rara Mendut dalam mempertahankan harga diri dan kesetiaannya.

****

Demikian cerita Kisah Rara Mendut dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Hingga kini, kisah ini masih dikenang dan menjadi simbol cinta yang abadi dalam masyarakat Jawa. Oleh YB. Mangunwijaya, cerita ini telah ditulis dalam trilogi karya sastra klasik berjudul Rara Mendut, Genduk Duku, dan Lusi Lindri yang dimuat di harian Kompas secara bersambung. Sekitar tahun 1983, novel ini kemudian diadaptasi menjadi sebuah film yang berjudul “Roro Mendut” yang disutradarai oleh Ami Prijono. Tahun 2008, novel trilogi ini kembali diterbitkan ke dalam gabungan sebuah novel yang berjudul Rara Mendut: Sebuah Trilogi.

Adapun pesan moral yang dapat dipetik dari kisah di atas adalah bahwa harta, pangkat, dan jabatan bukanlah jaminan untuk mendapatkan cinta sejati seseorang. Cinta sejati tidak selamanya bisa dinilai dengan materi, namun justru cinta itu hadir karena perasaan saling memberi-menerima dan memiliki sebagaimana kisah Rara Mendut dan Pranacitra. Disarikan dari sumber : histori.id

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

pesona perempuan tetap menawan. Ok bun.

11 Mar
Balas

Iyess Pak Tanto..

11 Mar

Madhan kelalen critane Budhe...dadhi kelingan maning.

11 Mar
Balas

Iya Lik....

12 Mar

Kereeen Kakak...dulu waktu kecil aku suka sekali lihat kethoprak, nah di situlah kukrnal kisah Rara mendut Pranacitra. Terima kaaih sudah diingatkan lagi. Salam sehat dan sukses...barakallah

11 Mar
Balas

Iya adik cantikk.. Kisah yang melegenda tentang keaetiaan

11 Mar

Iya adik cantikk.. Kisah yang melegenda tentang kesetiaan cinta dan harga diri berakhir tragis namun sarat moral....Terima kasih sudah membaca kembali kisah ini..Barakallah..Bunda Upik..

11 Mar

Cinta suci nan sejati, tak silau oleh harta, pangkat dan kedudukan. Siiippplaaaah. Jazakillah khoir untuk mutiara yang nyelip di tulisan ini. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, Bunda Rini.

11 Mar
Balas

Kalau zaman sekarang rata2 lebih milih yang banyak duit dan mapan Bun alias matre.....he..he..Salam sukses dan sehat selalu ..Barakallah Bunda Rai..

11 Mar

Wowwww, asyik ceritanya ketika diuntai oleh Budhe, jadi hidup gitu. Sukses selalu dan barakallah fiik

11 Mar
Balas

Hanya mencoba menuliskan kisah lawas yang menjadi legenda...Bunda Pipi...Terima kasih selalu mampir di sini..Barakallah..

11 Mar

Kangmas Pranacitra...

11 Mar
Balas

Dinda Rara.. He..he...Mbakyu ...

11 Mar

Jangan cantik kali, jamgan jelek kali. Yang sedang-sedang saja. Barakallah Ibu Rini

11 Mar
Balas

Iya Bapak...Yang sedang2 saja seperti lagunya Vety Vera....He..he...Barakallah...

12 Mar

Keren...luar biasa. Baru tahu jelas cerita Rara Mendut sekarang ini Bu Rini. Eh ternyata ada di kadipaten Pati, tetangga kota kudus. Hehehe ketinggalan sepur..

11 Mar
Balas

He..he..tetangga sebelah ya Bu Noor...Kisah luar biasa yang berakhir tragis...Terima kasih sudah berkenan singgah di sini..Barakallah..Bu Noor Ali..

11 Mar

menarik sekali tapi masih potensial dibuat menarik lagi untuk sasar generasi milenia. Barakallah

11 Mar
Balas

Nah..Kalau menyasar generasi milenia itu bagian Mister Ali..Sepertinya saya tidak cukup mumpuni untuk menggubah kisah ini dengan gaya bahasa milenia..he..he..Barakallah..

11 Mar

menarik sekali tapi masih potensial dibuat menarik lagi untuk sasar generasi milenia. Barakallah

12 Mar
Balas

Kecantikan adalah anugerah yang harus disyukuri tapi juga harus dijaga dengan perilaku yang baik untuk mengamankan diri. Rara Mendut hadir di era revolusi industri 4.0. Barakallah.

12 Mar
Balas

Betul sekali Pak Mardi..Apalagi di era revolusi industri 4.0. ini yang penuh dengan tantangan moral yang memerlukan tameng penjagaan diri yang lebih....Terima kasih atas apresiasinya...Barakallah..

12 Mar

Kalau rumusnya Phytagoras panjang kali lebar berapa ya Kak? Hehee

11 Mar
Balas

Ha...ha...ha..

11 Mar



search

New Post