Ronggeng Dukuh Paruk, Antara Sensualitas Wanita dan Sejarah
Ronggeng Dukuh Paruk sebuah judul novel karya putra Banyumas yaitu Ahmad Tohari. Sebagai orang Banyumas hal itu merupakan kebanggaan tersendiri buat saya. Yang lebih luar biasa, trilogi Ronggeng Dukuh Paruk telah terbit dalam bahasa Jepang, Jerman, Belanda dan Inggris. Ronggeng Dukuh Paruk terbit tahun 1982 yang berkisah tentang kisah penari tayub di sebuah dusun kecil yaitu Dukuh Paruk pada masa pergolakan komunis. Pada tahun 1990 sang penulis Ahmad Tohari mengikuti International Writing Programme di Lowa City, Amerika Serikat dan memperoleh penghargaan The Fellow of The University of Lowa.
Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dengan judul The Dancer oleh Rene T.A. Lysloff. Trilogi ini juga difilmkan oleh sutradara Ifa Irfansyah dengan judul Sang Penari pada tahun 2011.
Pertama kali saya membaca novel ini sewaktu masih duduk di bangku SMA. Kisah sensualitas dan sejarah yang dikemas dengan dramatis dan penuh intrik. Dari zaman dahulu sampai sekarang kisah wanita dengan pesonanya memang selalu menarik untuk diceritakan dan dilukiskan dalam sebuah karya. Seperti kisah Memoirs of Geisha karya Arthur Golden yang juga difilmkan dengan judul yang sama dan meraih 6 nominasi dalam Academy Awards. Semuanya mengisahkan tentang eksploitasi wanita dengan latar belakang sejarah yang berbeda. Kisah tragis yang dikemas dengan apik oleh penulisnya. Srintil dipaksa oleh keadaan dan budaya warisan turun-temurun untuk menjadi ronggeng. Sedangkan Chiyo dalam Memoirs of Geisha terpaksa menjalani kehidupan pahit sebagai seorang geisha karena dijual oleh ayahnya.
Srintil adalah gadis Dukuh Paruk. Sebuah desa kecil yang terpencil dan miskin. Segenap warganya bangga karena mewarisi kesenian ronggeng yang senantiasa menggairahkan hidupnya.
Tradisi itu nyaris musnah. Terjadi musibah keracunan tempe bongkrek. Mematikan belasan warga Dukuh Paruk. Lenyaplah gairah dan semangat kehidupan masyarakat setempat.
Mereka menemukan kembali semangat kehidupan. Seorang gadis cilik umur belasan tahun yang memperlihatkan bakatnya sebagai calon ronggeng. Terlihat ketika bermain-main di tegalan bersama kawan-kawan sebayanya (Rasus, Warta, Darsun). Kakek Srintil, Sakarya, sadar bahwa cucunya sungguh berbakat menjadi seorang ronggeng. Sakarya menyerahkan Srintil kepada dukun ronggeng Kartareja. Berharap Srintil menjadi seorang ronggeng yang diakui oleh masyarakat.
Srintil pun membuktikan kebolehannya menari disaksikan orang-orang Dukuh Paruk sendiri. Dia gadis pilihan yang menjadi milik masyarakat. Srintil harus menjalani serangkaian upacara tradisional. Puncaknya upacara bukak klambu, yaitu menyerahkan keperawanannya kepada lelaki yang mampu memberikan imbalan paling mahal. Srintil merasa ngeri, tak ada kekuatan dan keberanian untuk menolaknya.
Di sisi lain, Rasus yang mencintai gadis itu tidak bisa berbuat banyak. Srintil resmi menjadi ronggeng. Menjadi milik orang banyak. Rasus memilih pergi meninggalkan Srintil sendirian di Dukuh Paruk. Kepergian Rasus ternyata membuat luka yang dalam di hati Srintil. Pada akhirnya berpengaruh terhadap perjalanan hidupnya yang berliku. Rasus yang terluka hatinya pergi menuju pasar Dawuan. Dari tempat itulah Rasus mengalami perubahan perjalanan hidupnya. Dari remaja dusun yang miskin dan buta huruf menjadi seorang prajurit atau tentara yang gagah. Rasus memperoleh penghormatan dan penghargaan seluruh orang Dukuh Paruk. Dia berhasil menembak dua orang perampok yang berniat menjarah rumah Kartareja yang menyimpan harta kekayaan ronggeng Srintil.Beberapa hari singgah di Dukuh Paruk, Rasus sempat menikmati kemanjaan dan keperempuanan Srintil sepenuhnya. Namun tidak menggoyahkan tekadnya untuk menjauhi Srintil dan dukuhnya yang miskin. Saat fajar merekah, Rasus melangkah gagah tanpa berpamitan pada Srintil yang masih pulas tidurnya.Kepergian Rasus menyadarkan Srintil bahwa ternyata tidak semua lelaki dapat ditundukkan oleh seorang ronggeng. Setelah kejadian itu, Srintil tampak murung. Sikap Srintil menimbulkan keheranan orang-orang disekitarnya. Mereka tidak senang menyaksikan kemurungan Srintil. Mereka tetap percaya ronggeng Srintil telah menjadi simbol kehidupan Dukuh Paruk. Srintil tetap bertahan tidak ingin menari sebagai ronggeng, bahkan senang mengasuh bayi Goder (anaknya Tampi, seorang tetangga) dengan gaya asuhan seorang ibu kandung. Perlawanan Srintil masih bertahan. Sampai datang tawaran menari dari Kantor Kecamatan Dawuan. Untuk menyambut perayaan Agustusan. Srintil runtuh dan pasrah. Bukan karena tergugah. Dia mendengar ancaman Pak Ranu dari Kantor Kecamatan. Srintil orang kecil yang tak berhak melawan kekuasaan. Dia tidak membayangkan akibat lebih jauh dari penampilannya di panggung perayaan Agustusan. Pada tahun 1964 sengaja dibuat berlebihan oleh orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI). Warna merah dipasang di mana-mana dan muncullah pidato-pidato yang menyebut-nyebut rakyat tertindas, kapitalis, imperalis, dan sejenisnya.Pemberontakan PKI kandas dalam sekejap. Akibatnya orang-orang PKI atau mereka yang dikira PKI dan siapa pun yang berdekatan dengan PKI di daerah mana pun ditangkapi dan di tahan. Srintil harus mendekam di tahanan tanpa alasan yang jelas. Terjadi paceklik di mana-mana sehingga menimbulkan kesulitan ekonomi secara menyeluruh. Orang-orang Dukuh Paruk tidak berpikir panjang dan tidak memahami berbagai gejala zaman yang berkembang di luar wilayahnya. Dalam masa paceklik, Srintil terpaksa lebih banyak berdiam di rumah. Jarang orang mengundangnya berpentas untuk suatu hajatan. Tidak lama kemudian ronggeng Srintil sering berpentas di rapat-rapat umum yang selalu dihadiri atau dipimpin tokoh Bakar. Srintil tidak memahami makna rapat-rapat umum, pidato yang sering diselenggarakan orang. Yang dia pahami hanyalah menari sebagai ronggeng atau melayani nafsu kelelakian. Tapi hubungan mereka tetap baik.Hubungan mereka merenggang. Terjadi penjarahan padi yang dilakukan oleh orang-orang kelompok Bakar. Sakarya merasa tersinggung dengan Bakar. Karena Bakar mengungkit-ungkit masa lampau Ki Secamenggala yang dikenal orang sebagai bromocorah. Sakarya memutuskan hubungan dengan kelompok Bakar. Sakarya tidak hanya melarang ronggeng Srintil berpentas di rapat-rapat umum, tetapi juga meminta pencabutan lambang partai. Bakar menanggapinya dengan sikap bersahaja. Dukuh Paruk kembali ketradisinya yang sepi dan miskin. Kedamaian itu hanya sebentar. Mereka kembali bergabung dengan kelompok Bakar. Terkecoh oleh kerusakan cungkup makam Ki Secamenggala. Sakarya menduga kerusakan itu ulah kelompok Bakar yang sakit hati, tetapi kemudian beralih ke kelompok lain setelah menemukan sebuah caping bercat hijau di dekat pekuburan itu. Sayang, mereka tidak mampu membaca simbol itu. Dan Srintil pun semangat menari walaupun tariannya tidak seindah penampilannya yang sudah-sudah.Penampilannya yang berlebihan merupakan akhir perjalanan Srintil sebagai ronggeng. Mendadak pasar malam bubar. Banyak orang limbung, ketakutan, dan kebingungan, sehingga kehidupan terasa sepi dan mencekam. Berbagai peristiwa menjadikan orang-orang Dukuh Paruk ketakutan, tetapi tidak mengetahui cara-cara penyelesaiannya. Yang terpikir adalah melaksanakan upacara selamatan dan menjaga kampung dengan ronda setiap saat. Keesokan harinya orang-orang Dukuh Paruk melepas langkah Kartareja dan Srintil yang berniat meminta perlindungan polisi di Dawuan. Tapi ternyata harapan berlindung kepada polisi itu berantakan, karena kepolisian dan tentara justru sudah menyimpan catatan nama Srintil yang terlanjur populer sebagai ronggeng rakyat yang mengibarkan bendera PKI.Srintil pulang ke Dukuh Paruk setelah dua tahun mendekam dalam tahanan politik dengan kondisi kejiwaan yang sangat tertekan. Ia berjanji menutup segala kisah dukanya selama dalam tahanan dan bertekad melepas predikat ronggengnya untuk membangun sebuah kehidupan pribadinya yang utuh sebagai seorang perempuan Dukuh Paruk, meskipun tidak mengetahui sedikitpun keberadaan Rasus. Tanpa sepengetahuan Srintil, Nyai Kartareja menghubungi Marsusi. Akibatnya, Srintil mengumpat kebodohan neneknya dan meratapi nasibnya sebagai perempuan yang terlanjur dikenal sebagai ronggeng. Untungah Srintil masih bisa mengelak perangkap Marsusi. Selepas dari perangkap Marsusi, Srintil kembali mendapat tekanan dari lurah Pecikalan agar mematuhi kehendak Pak Bajus. Bajus hendak menikahi Srintil, sehingga Srintil berusaha mencintai Bajus. Tapi Srintil sangat kecewa, karena Bajus ternyata lelaki impoten yang justru hanya berniat menawarkannya kepada seorang pejabat proyek. Srintil pun mengalami goncangan jiwa dan akhirnya menderita sakit gila sampai akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa oleh Rasus. (http://sifat-ramalan.blogspot.com) Kisah yang berakhir dengan tragis. Srintil berbeda dengan VA namun kisah sensualitas mereka begitu viral. Perempuan itu terlihat kuat namun sesungguhnya dia sangat rapuh.** Kebumen, 3 Maret 2019Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
ok bun. Apresiatif terhadap nilai kearifan lokal.
Yess..Pak Tanto..Ronggeng bentuk kearifan lokal yang melegenda...
Asyik...Penulis Tohari ...luaarr biasa
Betul Mba Puspa..Beliau luar biasa...
Ah, berakhir tragis dan mengenaskan...tapi aku suka membacanya dulu he..he
Iya..tragis..Kayane seneng nek bisa ketemu Pak Ahmad Tohari ya....
Ah Srintil....berakhir tragis ya Bund...jadi sedih...sehat dan sukses Bunda...barakallah
Iya Bun...Karya Pak Ahmad Tohari yang luar biasa...Semangat pagi Bunda Cantik..Barakallah..
Wowwww, tulisan yang asyik dibaca, tak terasa berakhir. Begitulah perempuan selalu menarik tuk dikisahkan. Namun kisah Srintil berakhir dengan tragis yah dan ada PKI di dalamnya. Srintil oh... Srintil. Sukses selalu dan barakallah fiik
Iya Bun..Kisah tragis seorang ronggeng dan sejarah hitam yang mengiringinya..Sehat dan sukses selalu...Barakallah Bunda Pipi..
Pingin kembali baca novelnya. Sudah kelupaan. Paten Bu Rini. Sehat selalu.
Monggo dibuka lagi novelnya Bapak Pengawas...Saya juga ingin kembali membaca novel luar biasa itu...Sehat dan sukses selalu..Barakallah..
Pingin kembali baca novelnya. Sudah kelupaan. Paten Bu Rini. Sehat selalu.
Waah...komentarnya kekirim dua kali Pak...he..he..
Resensi yang luar biasa Bunda Rini, saya jadi tahu kisah Srintil yang menyedihkan. Tulisan yang runtut ini menjadikan saya seolah dalam cerita. Jadi ikut bersedih. Hehe
Betul Bu Noor...Kisah yang fenomenal dari seorang ronggeng...Mengharu biru dan menyisakan luka...Terima kasih sudah mampir di sini...Barakallah Bu Noor...
Terima kasih, luar biasa. Penuh intrik, membawa kita ke era 60 an. Salah satu era terkelam dalam sejarah Negara Indonesia. Salam sehat dan sukses selalu. Salam literasi.
Betul Pak Zaen...Sang Penulis Ronggeng Dukuh Paruk..sangat memahami latar belakang kisah yang ditulisnya...Salam sehat dan sukses selalu...Barakallah..
Terima kasih tulisannya bunda, akhirnya sy jadi tahu sedikit kisah novel itu yg terkenal. Sebelumnya sy belum sempat membacanya. Barakallah bunda
Sama-sama Bunda Nelli....Sekadar mengingat kembali sebuah karya yang luar biasa dari Bapak Ahmad Tohari.. Barakallah Bunda...
Cuma pernah nonton filmnya, dulu gak tertarik novelnya. Agak beda dikit sepertinya. Oke, salam sukses.
Memang Pak..Biasanya film yang diadaptasi dari novel tidak bisa persis seperti novelnya...Salam sukses juga..
Ulasan yg apik Bunda Rini. I like it. Barakallah
Makasih..Miss Fera..Saya sangat suka novel ini...Semangat pagi...Barakallah...
Terima kasih sudah memberikan gambaran ringkas cerita ronggeng dukuh Paruk ..jujur saya belum baca... hehehe Sukses selalu bunda Rini
Saya sudah baca tapi duluu..Bu Yani Sambil mengingatnya...Novel yang luar biasa.....Sukses buat njenengan..Barakallah...