#tantangan menulis ke-14

#pentigraf 3

Sudah sekitar empat bulan, aku bertugas mengajar di SMAN 1 Mekar Sari. Aku sangat bersyukur, sesudah lulus kuliah FKIP , ada tes pengangkatan guru dan aku dinyatakan lolos. Alhamdulillah, aku ditempatkan di SMA yang hanya berjarak beberapa kilometer dari rumah. Walaupun terletak di kecamatan yang agak jauh dari kota, tapi suasana sekolah sangat nyaman. Selain lingkungan sekolah yang asri dan sejuk karena berada di kaki gunung Ijen, guru-gurunya sangat akrab dan penuh kekeluargaan. Sejak aku datang, aku langsung diberi jam mengajar Fisika kelas XII. Kebetulan guru senior yang biasa mengajar Fisika akan pensiun. Aku juga diberi tugas membina kegiatan ekskul Galang Prestasi, membimbing siswa-siswa berbakat untuk persiapan lomba-lomba untuk mewakili sekolah di tingkat kabupaten atau propinsi.

Beberapa minggu ini aku dekat dengan salah satu siswiku, karena ada pembinaan intensif untuk mengikuti lomba di kota kabupaten. Amirah namanya. Anaknya sangat pintar. Dua hari yang lalu aku baru saja mengantar dia ikut lomba IPA di kota Kabupaten. Dari cerita guru-guru, Amirah anak dari warga desa sini yang pernah jadi TKW di Arab Saudi. Ibunya menikah dengan warga Arab Saudi ketika bekerja di sana. Pantas saja , pikirku, wajahnya khas gadis Timur Tengah. Hidungnya mancung, mata lebar dengan bola mata kecoklatan, bulu mata lentik, alis hitam tebal dan perawakannya tinggi semampai , tampak berbeda diantara teman-temannya. Tapi, walaupun aku masih bujang dan ada perasaan tertarik, aku pendam dalam-dalam perasaan itu, mengingat statusku sebagai gurunya. Entah nanti, kalau sudah tidak menjadi siswiku, pikirku. Tapi anehnya, ketika aku lihat Amirah tampak dekat dengan guru-guru lain yang masih bujang juga, ada sesuatu yang berdesir di dada. Sepertinya ada bibit-bibit cemburu di hati. Aku berusaha buang jauh-jauh perasaan itu, walaupun ternyata tidak mudah.

Tak terasa tiba saatnya perpisahan siswa kelas XII. Acaranya meriah sekali. Siswa putra memakai stelan jas,celana hitam dan berdasi. Tampak gagah sekali. Siswi putri memakai stelan kebaya dan jarik. Kelihatan sungguh anggun. Primadonanya siapa lagi kalau bukan Amirah. Tampak sekali aura kepintaran dan kecantikannya ketika berpidato mewakili teman-teman seangkatannya. Ketika turun dari podium, Amirah menyalami seluruh guru ,mengucapkan terima kasih dengan mata berkaca-kaca. Ketika menyalamiku, aku ucapkan selamat, sambil bergurau aku bertanya, “kapan akan syukuran di rumah?”, Amirah tersenyum. " Beberapa hari lagi pak ,insya Allah bapak akan saya undang khusus ", jawabnya . Entah mengapa ada rasa senang di hati, ada debaran-debaran yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Acara perpisahanpun usai. Anak-anak pulang dengan riangnya sambil bersenda gurau, melampiaskan kegembiraannya. Amirah bersama ibunya pulang mengendarai sepeda motor, melaju meninggalkan sekolah. Keesokan hari, guru-guru ramai bergerombol di meja depan ruangan, masing-masing memegang sesuatu serupa amplop panjang. “ Polisi...ya...ya polisi, aku tahu", kata Bu Ika. Ibu guru yang lain menimpali, “ wah sayang ya, padahal pintar sekali anaknya”. Datang Bu Hesty nyeletuk, " Oh..polisi itu ya , aku ingat, yang berdinas di polsek sini". Aku penasaran, ada masalah apa ini sampai melibatkan polisi, pikirku. Aku hampiri kerumunan guru-guru. " Ada apa bu, kok ramai sekali?", aku bertanya. Bu Antri menyahut " ini lo pak.... kita dapat undangan, pernikahan siswi kita, Amirah dengan Pak Rio, polisi yang bertugas di polsek di depan sekolah kita itu lo pak". Bagai disambar petir disiang bolong, jantungku terkesiap, berdegup kencang . Ini rupanya undangan khusus itu. Aku berdiri seperti tidak menginjak tanah, seperti mau pingsan rasanya. (Rik)