#tantangan menulis ke-30

#pentigraf 17

Aryanti anak yang cerdas. Di SMAN 1 Mekar Sari, Ia selalu mendapat peringkat pertama. Semua guru mengakui kecerdasannya. Padahal Aryanti berasal dari keluarga yang tidak mampu. Ayah dan Ibunya buruh tani. Suatu ketika aku pernah menanyakan cita-citanya. Ia mengatakan ingin sekali bersekolah sampai perguruan tinggi, agar dapat meningkatkan taraf ekonomi keluarganya dan bisa terbebas dari kemiskinan.

‌Di dalam kelas , Aryanti selalu mendapat pujian dari guru. Ia adalah bintangnya. Tapi di luar kelas yang terjadi sebaliknya. Aryanti sering mendapat perlakuan kurang simpatik dari sebagian teman-temannya. Bajunya yang kusut dengan warna yang mulai memudar membuat penampilannya tampak beda. Ditambah gawai poliponik pegangannya menjadi bahan candaan dan olok-olok. Aryanti tersisihkan karena dianggap tidak mewakili kaum milenial jaman now. Aku sering menasehatinya untuk tidak berkecil hati, kebanyakan orang hanya mampu menilai dari sisi luarnya saja.

Di penghujung tahun ketiga, terjadi kejutan luar biasa untuk warga SMA. Tidak ada yang menduga, Aryanti diterima melalui jalur bidik misi di Fakultas Kedokteran. Segera kuhampiri dia dan kusalami dengan erat. Dengan terbata-bata Aryanti berkata," terima kasih atas bimbingannya pak, tapi saya belum tentu bisa kuliah, saya hanya ingin membuktikan nasehat Bapak, don't judge a book by its cover". Sambil kuusap kepalanya kukatakan bahwa perjuangannya tinggal selangkah lagi, kesempatan yang dimilikinya adalah peluang untuk menghapus kemiskinan di keluarganya.(*)

‌