#tulisan ke-52

Jauh-jauh hari aku sudah berencana bahwa pada malam pergantian tahun baru, aku, istri dan anak- anak akan menghabiskan waktu di luar rumah. Ingin berganti suasana, setahun sekali, pikirku. Tempatnya bisa di alun-alun kota atau bisa juga di pantai. Pokoknya di luar rumah. Tiru-tiru orang he..he. Anak-anak menyambut gembira rencana ini, tampak sekali dari sorot matanya yang berbinar-binar.

Rencana ini aku buat karena sepanjang tahun semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing, hampir tak ada waktu untuk refreshing. Aku bekerja di kantor, istri punya kesibukan di warung, dan anak-anak belajar daring. Sepanjang hari mereka berkutat di depan gawai dan kojingnya masing-masing. Jadi, refreshing di luar rumah nampaknya merupakan pilihan yang sangat tepat.

Namun, beberapa hari sebelum tahun baru tiba, ada pengumuman bahwa semua destinasi wisata di tutup. Kabar ini tentu kurang menggembirakan bagi kami, terutama anak-anak sebagai calon wisatawan lokal yang sudah siap menuju destinasi pilihan. Sebenarnya aku sangat paham, dalam situasi pandemi Covid 19 seperti sekarang ini, penutupan destinasi wisata untuk mencegah kerumunan adalah sesuatu yang logis. Tapi bagi anak-anak ? Ini sebuah kabar buruk dan mengecewakan.

" Baiklah, kita akan buat acara lain yang tak kalah meriah pada saat malam tahun baru nanti", kataku menghibur anak-anak. Mereka memandangiku tak bersemangat. Sebenarnya aku belum tahu acara apa nanti sebagai pengganti refreshing di luar rumah. Aku hanya berpesan pada istri supaya dipikirkan dan disiapkan acara untuk mengisi malam pergantian tahun baru nanti. Kasihan anak-anak sudah terlanjur berharap.

Tibalah waktu yang dinantikan, malam tahun baru. Aku kebagian menggelar tikar di teras rumah. Anak-anak menyiapkan piring, gelas, arang dan tempat pemanggangan. Istri mengulek bumbu dan mencampurnya dengan kecap untuk melumuri ikan yang tadi pagi sudah di belinya di pasar. Satu nampan jagung manis juga sudah siap untuk dibakar.

Seru juga membakar jagung dan memanggang ikan di halaman rumah di malam hari. Hawa yang semula dingin, berubah hangat karena berada di pinggir bara api. Harum ikan menyebar ke mana-mana. Wangi sambal terasi munusuk hidung. Nasi "merah putih" yang merupakan campuran nasi putih dan nasi jagung menggunung di atas kesseh. Tak salah jika ada guyonan yang mengatakan orang Madura patriotismenya sangat tinggi .Tak cukup bendera kebangsaan yang merah putih, nasinyapun merah putih...he.he.

Didahului dengan doa bersama memohon perlindungan dan keselamatan di tahun yang baru, acara makan bersama di mulai. Sajian yang sangat sederhana, tapi makan bersama malam itu terasa lain. Sangat nikmat sekali. Rasanya tak kalah nikmat dengan makan di restoran termahal sekalipun. Aku melihat tawa lepas anak-anak dan binar-binar bahagia dari bola matanya.

Alhamdulillah, puji syukur aku panjatkan kepada Allah Swt yang telah menjadikan keterbatasan dan kesederhanaan ini menjadi sesuatu yang sangat membahagiakan. Refreshing "di luar rumah" akhirnya terlaksana juga, walaupun tidak seperti harapan semula. Aku tersenyum dalam hati. Bahagia itu bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Bahagia itu milik siapa saja. Aku semakin yakin, bahagia itu selalu akan menemukan jalannya sendiri.

Sukosari

Jum at, 01/01/2021.