#tantangan menulis ke-24

#pentigraf 11

Tak pernah terbayangkan sakitnya akan seperih ini. Bahkan, Ibu ikut meneteskan air mata melihat kenyataan yang aku terima. Tiba-tiba Laksmi memutuskan pertunangan dan memilih untuk menikah dengan Bahar, sahabatku. Bahar  yang dulu bandelnya minta ampun, sekolah SMA-nya drop out , sekarang tiba-tiba menjadi pemuda hebat, kaya raya yang jadi perbincangan masyarakat. Kabarnya ketika Laksmi merayakan ulang tahunnya yang ke-18 , Bahar memberikan hadiah sebuah sepeda motor baru.

Tidak ada yang salah dengan Laksmi. Ia berpikir logis. Bahar lebih siap menuju masa depan. Sedangkan aku masih mengabdi di kantor kecamatan dengan status kontrak. Walaupun kata orang pengangkatan menjadi PNS tinggal menunggu waktu, tapi kapan waktunya, tidak ada yang tahu. Suatu ketika saat aku duduk melamun meratapi nasib, ibu memegang pundakku, “ Le...hidup itu seperti roda yang berputar. Jangan mengeluh, berhusnuzhonlah kepada Allah. Allah menguji hambanya dengan suatu alasan”, katanya. Nasehat Ibu selalu menjadi penyemangat dan penguatku dikala aku hampir terpuruk.

Di minggu ini  ada serentetan peristiwa yang mendebarkan dada.  Ada pesta pernikahan Laksmi-Bahar dan ada pengumuman kelulusan seleksi PNS. Tapi yang namanya rejeki dan nasib tidak ada yang bisa menduga. Aku sangat bersyukur kepada Allah, akhirnya doa kedua orangtuaku  terkabul.  Aku dinyatakan lolos seleksi dan berhak menjadi PNS. Namun, disaat bersamaan aku dengar kabar yang sangat mengagetkan. Bahar bersama temannya ditangkap polisi karena membawa ganja saat pengiriman kopi ke luar kota. Aku terperangah. Kuusap dadaku sambil beristighfar. Benar kata Ibu, hidup ini seperti roda yang berputar.