SEPEDA MOTOR DAN SATE

#tulisan ke-63

Ini terjadi saat Ramadan beberapa tahun yang lalu. Sekira pukul 5 sore, aku bergegas menstater sepeda motor menuju pasar yang tidak jauh dari rumah untuk membeli sate. Kasihan anak-anak, pikirku. Tidak ada lauk untuk berbuka puasa nanti. Di pasar, sepeda motor kuparkir di samping warung, sebab di depan sudah penuh sesak orang yang antre. Aku pesan dua puluh lima tusuk. Kuperkirakan cukuplah untuk lauk buka puasa dan sahurnya nanti.

Ada sekitar sepuluh orang yang antre. Semua nampaknya terburu-buru ingin segera pulang, sebab sebentar lagi waktu Maghrib akan tiba. Begitupun aku. Kalau sampai lewat Maghrib belum juga pulang, tentu kurang asyik. Momen yang ditunggu-tunggu berbuka bersama keluarga, jadi hilang. Tak lama kemudian, beduk di Masjid berbunyi. Beruntung, bersamaan dengan itu pula aku dipanggil oleh abang penjual sate. Uang aku berikan. Segera kusambar bungkusan plastik berisi sate. Tanpa toleh kanan kiri lagi, aku pulang dengan setengah berlari mengejar waktu.

Senang sekali melihat anak-anak berbuka puasa lahap dengan menu favoritnya, sate. Aku sangat bersyukur, walau aku tak memaksa, mereka kuat berpuasa sehari penuh. Tiba- tiba ada teriakan istri dari depan rumah, " Pak, di mana sepeda motornya, kok tidak ada di teras?". Aku kaget setengah mati. Lho? Tadi ada kok, aku menjawab. Masak ada pencuri waktu berbuka puasa barusan, gumamku. Aku terduduk lemas. Rasanya otot- otot jadi kendor semua. Aku berusaha mengingat- ingat. Sampai pening rasanya. Oh... Ya! Aku ingat sekarang!. Di warung sate! Secepat kilat aku berlari ke arah pasar, tanpa mempedulikan teriakan istri dan anak-anak. Sampai di warung nafas rasanya tinggal satu-satu. Tapi Alhamdulillah, kulihat sepeda motorku masih tetap terparkir di samping warung. Terima kasih ya Allah, tak henti- hentinya aku bersyukur dalam hati. Bukan apa, soalnya sepeda motor itu alat transportasi satu-satunya dan masih baru. Baru dapat tiga kali angsuran maksudnya. Wkwkwkwk!

S E L E S A I

#Lereng Ijen

#Belajarpentigraf