ADA APA DENGAN BK (1)
Kali ini saya akan mencoba mengeluarkan uneg-uneg saya terkait tentang bidang keilmuan yang saya geluti yaitu tentang bimbingan konseling. Sempat berbincang sebentar tentang pengalaman peserta sagusabu jember dengan guru BKnya. Jadi teman disagusabu tersebut punya masa lalu yang tidak mengenakkan dengan guru BK nya kala itu di SMA. Saat diceritakan, hati ini mak jlep karena saya sendiri adalah guru BK jadi wajar dong jika saya merasa terketuk dan mencoba meluruskan tentang pencitraan yang kadung negatif. Tidak hanya salah satu teman di sagusabu jember saja yang mungkin mempersepsikan hal negatif tentang guru BK, namun banyak juga yang lain yang kadung mempersepsikan negatif terkait guru BK.
Jadi begini, yang terlintas dalam benak kebanyakan orang, bimbingan konseling (BK) adalah sesuatu yang pantang untuk didatangi, menyeramkan bahkan menakutkan. BK selama ini sama dengan penjara (baca saja tempat yang tidak mau ditinggali), yaitu tempat menghukum siswa, tempat pelanggaran tata tertib sekolah, tempat pegadilan bagi siswa yang bermasalah, tempat untuk memarahi siswa, tempatnya anak sakit, bahkan digunakan sebagai tempat laporan barang hilang untuk dilakukan investigasi (semacam dukun dengan mantranya lalu disembur...yang ini hanya bercanda). Dan berbagai masalah lain yang diberikan kepada BK. Dalam tulisan saya ini, saya akan membantah dengan keras bahwa hal itu tidaklah benar dan itu adalah anggapan zaman kuno dan primitif.
Menurut permendikbud nomor 111 tahun 2014 pasal 1 bahwa bimbingan dan konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan konselor atau guru BK untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Jadi disini saya tidak akan membahas tulisan tersebut, hanya akan meluruskan persepsi yang sudah keliru terhadap BK.
BK tidak hanya untuk siswa yang bermasalah. Hal ini sesuai dengan permendikbud nomor 111 tahun 2014 pasal 5a bahwa layanan bimbingan konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip: a. Diperuntukkan bagi semua dan tidak diskriminatif. Tidak hanya untuk anak yang saya katakan bermasalah saja, namun untuk siswa yang berprestasi, yang rajin, siswa yang biasa-biasa saja, semua siswa seharusnya mendapatkan layanan bimbingan konseling.
Bimbingan konseling bukan polisi, bukan satpam dan bukan penegak hukum. Salah jika beranggapan jika tugas guru bimbingan konseling untuk menertibkan pelanggar tata tertib sekolah/pelanggaran disiplin, sebagai guru yang memarahi siswa. Alhasil siswa semakin menjauh, tidak percaya, menutup diri bahkan takut kepada guru BK.
Siswa yang datang ke ruang BK pun akhirnya buat bahan tontonan, cibiran, bahkan buat bahan kepoan oleh sebagian siswa, guru bahkan oleh wali murid. Bisa dibayangkan angkernya ruangan BK jika praktik diatas memang benar adanya.
Anehnya siswa ataupun guru (non BK) seringkali menitipkan masalah kehilangan kepada guru BK. Hemmm...apa muka kita sudah seperti dukun yakk. Oh anu bu uang saya hilang didalam kelas, pulpen saya sering kali hilang dikelas bu, buku saya juga hilang bu raip entah kemana dan bla bla yang lain. Sekali lagi BK bukan dukun yang bisa menerawang keberadaan barang hilang ya.
Dengan tulisan ini saya berusaha untuk meluruskan beberapa hal yang tidak benar diatas. Namun dalam episode selanjutnya ya...pinisirin dengan tulisan saya, kepoin terus ya di episode selanjutnya. (BERSAMBUNG)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar