Ririn Maulida

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

KATAKAN YES PADA SYUKUR, KATAKAN NO PADA BULLY

Di era generasi Z sekarang, istilah “Bully” bukan merupakan hal yang asing lagi. Hal ini kerap terjadi dan ditemukan di dunia pendidikan salah satunya di sekolah. Banyak kasus pembullyan yang terjadi di sekolah yang tidak dapat dianggap sebelah mata dan disepelekan. Bahkan dari beberapa kasus pembullyan yang terjadi, banyak yang menghilangkan nyawa si korban bully. Mengapa hal ini dapat terjadi? Langkah apa yang harus dilakukan sebagai seorang pendidik untuk menghilangkan budaya bully?

Sebagai seorang pendidik, saya akan berbagi pengalaman tentang kasus pembullyan yang pernah saya temui. Sebut saja sekolah Y, merupakan salah satu sekolah swasta di kota ternama. Saat itu sebagai wali kelas , menerima siswa pindahan dari daerah kabupaten. Awalnya, anak tersebut merupakan anak yang patuh, rajin, dan berprestasi. Di kelas ia cenderung pendiam, hal ini karena si anak memiliki aksen logat yang khas dari daerah asalnya. Alasan inilah yang menjadi awal pemicu munculnya pembullyan di kelas. Awalnya, saya kira sebagai pendidik hal ini tidak terlalu begitu mengganggu kenyamanan si anak. Hanya dengan kata “cupu”, ternyata mampu menjatuhkan mental si anak. Seiring dengan perubahan waktu, dan proses adaptasi yang dialami anak tersebut, si anak berubah menjadi karakter yang baru. Si anak menjadi sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan, mulai membantah dan melawan guru, nilai-nilai pelajaran menurun drastis.

Lama-kelamaan, permasalahan masalah ini menjadi masalah yang runyam dan kompleks. Setiap hari, saya sebagai wali kelas mengkonfirmasi dan mencari informasi terkait keberadaan dan aktivitas anak sehari-hari. Setelah saya telusuri, ternyata si anak sudah terjun ke dunia gelap penyalahgunaan narkoba. Hal ini ia lakukan, agar ia tidak dibilang cupu, dan dicap sebagai anak gaul. Saat mendengar pengakuannya, miris hati nurani saya mendengarnya. Ternyata hanya dengan sebuah kata “cupu” mampu mengubah ia menjadi seorang pecandu dan berujung Drop Out (DO) dari sekolah. Belajar dari pengalaman tersebut, saya sebagai pendidik merasa tertampar dan harus lebih banyak belajar lagi untuk merangkul peserta didik dan tidak meremehkan kasus pembullyan yang terjadi, walaupun itu merupakan hal yang kecil.

Bahkan sebagai seorang pendidik, tanpa kita sadari terkadang kita melakukan pembullyan terhadap peserta didik. Mengapa?karena tanpa kita sadari, masing-masing peserta didik memiliki nama julukan masing-masing yang diberikan oleh pendidiknya. Sebagai contoh, terkadang kita memanggil peserta didik sesuai dengan kondisi fisik tubuhnya, dari daerah asalnya, dari kebiasaannya, dll. Salah satu hal yang dapat dilakukan seorang pendidik untuk menghilangkan budaya bully adalah merangkul peserta didik dan mendidik dengan hati, kita ajarkan kepada peserta didik untuk dapat saling menghargai dan belajar mencintai diri sendiri. Hal ini merupakan salah satu langkah awal yang dapat kita lakukan untuk menghindari pembullyan. Kemudian, sebagi pendidik hendaknya kita lebih peka terhadap perilaku dan perubahan setiap peserta didik. Upaya ini dilakukan untuk mencegah si anak jauh dari korban pembullyan, dan lebih mencintai diri sendiri. Mari mulai sekarang kita tanamkan “Merdeka,tanpa Bully dan Cintai Diri Sendiri “.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post