Namanya Domo, orang sekampung menyebutnya Domo kenthir. Kenthir sebutan untuk orang yang kurang waras kejiwaannya. Domo tinggal di kaki Bukit Pertapaan. Penampilannya lusuh, baju compang-camping, dan rambut mulai gimbal akibat tak pernah mandi. Di masa kecil Domo tumbuh menjadi lelaki normal seperti teman-temannya. Semenjak Bapaknya meninggal secara mengenaskan di depan rumahnya tanpa tahu apa penyebabnya, membuat kejiwaan Domo terganggu.

Hari Minggu, suasana tempat wisata Bukit Pertapaan di kampung Domo mulai ramai. Pintu masuk area Bukit Pertapaan disiapkan alat pemindai barcode Peduli Lindungi. Protokol kesehatan ditetapkan dengan ketat. Suasa musik karaoke di bukit terdengar melantunkan lagu-lagu dangdut koplo. Taman di kanan kiri jalur menaiki bukit dan pohon-pohon peneduh yang asri membuat orang betah berada di sana. Banyak pengunjung yang terlibat menyanyi karaoke. Mereka nampak puas setelah sekian lama terkurung akibat penerapan PPKM yang berimbas tutupnya tempat wisata.

Hari beranjak siang. Para pengunjung semakin ramai. Mereka bersenda gurau dengan keluarga maupun teman-temannya. Tak lupa berswafoto di pojok-pojok foto yang sudah disiapkan. Nampak segerombolan anak muda asyik bersenda gurau. Mereka mengeluarkan bekal snacks yang sudah dibawa dan memakan bersama. Perilaku mereka nampak tak patut. Bungkus-bungkus bekas snaks dibuang di sembarang tempat meski telah disiapkan tempat sampah. Domo kenthir yang dari tadi terlihat berjoget mengikuti irama lagu, mendadak berhenti terdiam dan mengambil inisiatif mengambili sampah yang tercecer di sembarang tempat. Segerombolan pemuda yang tadi membuang sampah sembarangan nampak minggir dan diam-diam merasa malu. Karena sejatinya Domolah yang waras memunguti sampah yang berserak dan menaruhnya di tempat sampah sehingga pemandangan kembali bersih.