Riski

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
TRI PERTAMA DAN MIMPI SI LUKMAN (Potret Sebuah Kelas Anak-Anak Rel Kereta)

TRI PERTAMA DAN MIMPI SI LUKMAN (Potret Sebuah Kelas Anak-Anak Rel Kereta)

Matahari masih bersembunyi di balik awan yang pekat, Si Lukman sudah berlari mengambil air wudu untuk salat subuh. Khusyuk dia menghadap pada Tuhannya seraya menengadahkan kedua tangan untuk menutup serangkaian ibadahnya pagi ini. Ia segera bergegas lari memakai baju seragam sekolah, menyiapkan bekal makanan, menyiapkan tas sekolah, mencium tangan kedua orang tua lalu beranjak ke luar rumah. Ia berjalan di atas rel-rel aktif yang masih sering dilewati oleh kereta api. Jalan sempit, baju yang bergelantungan di pagar ataupun tiang menjadi pemandangan setiap hari si Lukman. Benar saja, ia memang hidup tepat di pinggir rel kereta api, hanya berjarak satu setengah meter dari rumahnya. Ia berkali-kali melihat jam tangan hitam kecil yang sudah usang, tiba-tiba saja ia berlari dengan kencang. Bukan ia dikejar kereta api yang sedang lewat namun ia segara ingin sampai tempat kesayangannya yaitu “sekolah”. “Selamat Pagi Lukman!”, sapa sosok bapak yang berdiri di depan dekat pagar kelasnya. “Ah....Bapak, kali ini saya kalah!”, ia tersenyum kecut kepada bapak itu. Lukman memang sedang kalah dalam lomba, lomba datang awal waktu sekolah. Ia selalu berlomba dengan bapak guru tercintanya, begitu juga dengan teman-teman Lukman lain. DISIPLIN PAGI, adalah nama yang selalu didengungkan oleh bapak berjamban berperawakan berisi tersebut. Ia dan anak-anak akan berlomba untuk datang pagi kemudian segera mengambil peran. Peran? Ya, di kelas Lukman tidak ada jadwal piket. Semua penghuni kelas baik siswa ataupun guru diwajibkan bertanggung jawab terhadap kebersihan kelas. Tentu saja bapak guru Lukman menjadi pelopor. Ia tidak akan membuat kesepakatan yang dia tidak ikut di dalamnya. Itu sebabnya ia selalu berlomba datang paling pagi. “Dik, Kenapa di kelas ini tidak ada jadwal piket?”, tanya seorang mahasiswa yang sedang meneliti kelas ini. “Karena kalau ada jadwal piket nanti yang kerja ya anak itu-itu saja kak, terus kita kan belajar di kelas ini enam hari masak kita membersihkan kelas ini cuma sehari.”, Seloroh Wahyu teman Lukman yang kritis. Kelas tanpa jadwal piket adalah awal dari perkenalan dari kelas ini, sang guru ingin menumbuhkembangkan karakter khas Indonesia yakni gotong royong. Ia menginginkan semua siswa atau guru di kelas tersebut bergotong royong menjaga kelas, baik kebersihan, keamanan, kekeluargaan dan kerindangan. Mudah? Bagi yang membayangkan tentu saja, namun di sekolah kecil pinggir kota metropolitan ini adalah tantangan. Ia, Sang Guru memiliki tuntutan beban mengajar yang banyak dengan lokal kelas yang sangat terbatas ia meluangkan waktu satu setengah jam datang lebih awal untuk memulai program ini. Taruh saja masuk sekolah pukul 07.00 wib maka ia harus datang pukul 05.30 di kelas. Sesuai dengan teori? Banyak teman serekan yang dengan keras memprotes kebijakannya. Katanya, Di Finlandia siswa sekolah hanya 3 jam, Di Singapura siswa masuk sekolah pukul 08.30. Katanya, masuk kelas terlalu pagi akan memotong jam tidur siswa sehingga ia akan mengalami kelelahan dan kesulitan dalam belajar. Lebih dalam lagi, ia dituding melanggar hak asasi anak untuk beristirahat. Apa yang ia jawab untuk semua pertanyaam dan tuduhan atas kebijakannya?. “Ini bukan Finlandia, Ini bukan Singapura, ini kelas saya, kelas anak rel kereta!”. Ngawur, bagi dia segala macam bentuk pendekatan dalam menjalankan kebijakan harus berdasarkan konteks yang ada di lapangan. Jangankan bagi anak berbeda negara, anak berbeda sekolah dalam satu kotapun akan memiliki kekhasan tersendiri. Bagus untuk anak satu di tempat tertentu tidak ekuivalen dengan anak lain di tempat lain. Baginya disiplin pagi ini sangat cocok untuk kelasnya, anak-anak akan belajar ibadah salat subuh karena hampir semua siswa beragama muslim. Anak-anak belajar tidak tidur larut malam agar dapat bangun pagi. Karena ia menyadari betul lingkungan anak-anaknya tinggal adalah lingkungan yang kurang kondusif bagi mereka. Kekerasan, sexual harrasment, penyalahgunaan narkoba adalah sebagian ancaman yang sangat dekat dengan mereka. Dan tidur tidak terlalu malam, setidaknya mengurangi mereka dari pergaulan tidak penting malam hari, tentu saja juga agar mereka sehat. Masih berkata belum sesuai dengan teori? Sudahlah!. Lalu apa? Efek Bola Salju, bola salju yang awalnya kecil menggelinding kemudian akan menjadi besar dan menunjukkan kekuatannya. Tidak tahu? Mungkin dulu kurang menonton film kartun jaman kecil. Kebijakan disiplin pagi berkembang menjadi suatu kebiasaan dengan tambahan isi yang lengkap. Ia, sang guru mengajak Lukman dan teman-temannya mengaji (membaca Al Quran) beberapa ayat tiap hari lalu membaca artinya, mengulas makna kandungan setiap ayat-Nya bersama-sama. Tidak berhenti di situ saja, ia mengajak anak-anak untuk salat duha berjamaah dengan imam yang bergantian. Istimewanya setiap selesai salat duha mereka berdoa dan bepelukan sesuai gendernya. Lalu Sang Guru, ia selalu membuka kedua tangannya untuk memeluk satu per satu anak-anaknya termasuk Lukman. Kelas yang adem dengan hati yang tentram membuat mereka siap menjalankan aktivitas. Lalu bagaimana minoritas?. Tentu saja mereka akan berkumpul dan berdoa bersama setiap pagi. Disiplin pagi berkembang menggelinding menjadi Cikal Spiritual. Kapilaritas, Seperti air yang merembes ke pori-pori kertas. Bidang basah yang awalnya kecil lama-lama akan menjadi lebih luas. Melihat kondisi siswa yang berada di garis kemiskinan atau di bawahnya. Sang Guru memiliki ide untuk membawa bekal makan bersama. Untuk apa? Bukankah makan di sekolah atau di rumah saja?. Mungkin bagi anda, namun bagi anak-anak rel kereta hal ini berbeda. Mereka akan berbagi lauk satu sama lain, agar semua teman pernah merasakan makan ayam, pernah meminum susu sapi segar. Sangat tidak sama, mereka, Lukman dan teman-temannya belajar arti berbagi atas apa yang ia sukai. Lewat ayam ia belajar arti memberi, lewat susu mereka belajar arti menerima. Cikal spiritual berkembang menjadi akar kekuatan. Untuk apa? “ah, kebiasaan itu memangnya bisa ngefek ke hasil belajar anak?”, celetuk rekan sejawatnya. Bisa!, Akhir tahun lalu si Lukman dan kawan-kawan ditasbihkan menjadi rata-rata kelas tertinggi di wilayah kecamatan dan menjadi terbaik ke lima di Kotanya. Emang dari disiplin pagi, cikal spiritual, dan akar kekuatan?. Ya!, disiplin pagi menjadi awal untuk menjadi dispilin belajar, cikal spiritual menjadi introduksi mengenal Tuhan sehingga mereka selalu bersyukur atas yang mereka dapat, lalu akar kekuatan menjadi pembuka segala kesuksesan aktivitas yang dijalani mereka. Lihat saja prestasi-prestasi yang diraih Lukman atau teman-temannya, berjejer rapi di dinding kantor sekolah. Pentingkah jejeran prestasi itu?. Ada yang lebih penting!, Yang lebih penting adalah ketika Lukman menjulurkan tangan tiap bertemu kemudian mencium tangan sang guru sambil mengucap salam. Yang lebih penting adalah saat teman Lukman menawarkan bantuan kepada sang guru ketika sang guru membawa barang yang terlalu berat. Yang lebih penting adalah ketika Lukam dan teman-temannya tidak pernah sekalipun bertengkar dan selalu bergotong royong menyelesaikan kegiatannya. Banyak hal yang lebih penting, semua itu adalah karakter yang tumbuh di diri Lukman dan teman-temannya. Sudah cukup? Infinity, ketika semua bilangan dibagi dengan nol maka hasilnya tak terhingga. Seperti penumbuhan karakter yang telah, sedang dan akan diusahakan oleh Sang Guru. Tri pertama (disiplin pagi, cikal spiritual, dan akar kekuatan) hanya sebagai pemantik kegiatan sekolah yang disusun sesuai konteks kelas anak rel kereta. Ingat senapan yang dipantik, biji peluru akan melesat cepat mengenai sasaran yang dituju. Seperti itu Sang Guru memantiknya sekarang agar anak-anaknya melesat menjadi anak-anak yang siap berjuang di era global ini. Mimpinya sederhana, biarlah anak rel keretanya terus berjalan melalu jalannya hingga menuju tujuannya masing-masing. Begitupun juga bagi si Lukman, mimpinya sangat sederhana, agar Sang Guru sehat sehingga ia dapat berlomba datang pagi setiap hari ke sekolah kemudian memeluknya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post