Rita Yuliantini

Bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di MTs. Negeri 2 Lebak,Banten...

Selengkapnya
Navigasi Web
ANAK TITIPAN ILAHI

ANAK TITIPAN ILAHI

Anak yang dilahirkan oleh seorang ibu sejatinya adalah anak yang dititipkan oleh Allah kepadanya. Allah menitipkan seorang anak untuk dirawat, dididik dan diberikan kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Namun, apakah kemudian orang tua memiliki hak atas jalan hidup yang dipilih oleh anaknya saat ia mulai dewasa?

Ada sebuah cerita. Dulu, setelah lulus SD ibunda memintanya untuk belajar di Pondok Pesantren. Awalnya si anak setuju. Dilakukanlah segala pembayaran dan biaya administrasi. Tapi pada saat diantar ke Pondok dan memasuki pintu gerbang, si anak meminta pulang dan tidak mau belajar di Pondok Pesantren. Ibunda agak marah waktu itu, segala perlengkapan belajar dan biaya masuk sudah lengkap dan dibayar lunas. Sempat terjadi perdebatan antara ibunda dan si anak yang baru lulus SD itu. Si anak bilang tidak mau jauh dari mereka, kedua orang tuanya. Dalam kemarahannya, ibunda menjawab,”Orang mah sekolahnya jauh, ke luar negeri. Ini mah dekat, masih satu kabupaten gak mau.”

Melihat kondisinya yang tetap ngotot ingin pulang, orang tua tidak tega dan memutuskan untuk mengambil kembali si anak dari pondok seminggu kemudian. Jadilah si anak hanya belajar satu minggu saja di Pondok Pesantren tersebut. Lalu orang tua memasukkannya ke MTs dimana mereka mengajar disana. Setelah lulus MTs, orang tua memintanya untuk masuk ke pondok kembali. Meskipun harus empat tahun, tak mengapa. Orang tuanya berharap semoga saja si anak memiliki ilmu pengetahuan yang lebih daripada teman-teman seangkatannya yang belajar di sekolah umum.

Saat ini si anak duduk di kelas VI di sebuah Pondok Pesantren. Sebentar lagi dia akan lulus SLTA dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Keinginannya bersekolah berbanding 180 derajat. Kini dia malah ingin belajar ke luar negeri. Kedokteran pula. Kalau sudah begini, orang tua yang mati kutu. Kata-katanya dahulu menjadi “tulah” saat ini. Bukan apa-apa, orang tua merasa tidak memiliki kemampuan untuk membiayai sekolah si anak ke luar negeri.

“Belajar di Turki itu murah, mah,” begitu selalu si anak bilang. Apakah impiannya yang terlalu besar ataukah pikiran orang tuanya yang terlalu kecil? Entahlah. Belajar di jurusan kedokteran, di luar negeri pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sangat jauh dari penghasilan kedua orang tuanya. Namun di saat lain, hati ibundanya berkata, “Dia hanyalah titipan Allah. Tak sepantasnya orang tua menghalangi keinginannya untuk belajar disana. Bukankah ada Ar-Razzaaq yang memberikan rezeki kepada setiap hambanya?”

Memberikan kesempatan kepada si anak untuk berikhtiar terlebih dahulu adalah sebuah sikap bijak orang tua dalam kasus di atas. Lalu mendoakan yang terbaik untuk si anak. Semoga Allah mudahkan jalannya meraih cita-cita. Setelah itu, apapun yang terjadi nanti, adalah yang terbaik menurut Allah. Manusia hanya perlu ikhlas menerima ketetapannya. Itulah nasihat akhir yang perlu diberikan kepadanya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kisah yang menarik Bunda Rita, seharusnya si anak dikasih penjelasan berapa penghasilan orangtuanya dan berapa biaya yang dikeluarkan jika mandiri atau beasiswa, insya Allah anak akan berpikir. Semoga sukses dan sehat selalu

11 Apr
Balas

Terima kasih bunda. Salam sehat dan sukses selalu

11 Apr



search

New Post