MEROSOTNYA AKHLAK SISWA DISEBABKAN KARENA DAMPAK DARI KESENJANGAN GURU
Seorang guru mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap anak didiknya, peranan guru disekolah menggantikan kedudukan orangtua bagi anak didiknya. Interaksi seorang anak terhadap orang tua dirumah dibandingkan dengan interaksi dengan gurunya disekolah, ternyata lebih sering dengan gurunya. Bahkan kedekatan anak dengan orang tuanya dirumah dengan kedekatan terhadap bapak/ibu guru disekolah, justru mereka lebih dekat dengan guru-gurunya disekolah. Hal ini sangat menentukan dalam pembentukan akhlak / perilaku anak tersebut. Perlu diketahui bahwa tugas dan tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak-anaknya dilimpahkan kepada guru-guru yang mengajar disekolah-sekolah.
Sekolah merupakan tempat berlangsungnya pendidikan anak, sekolah dalam kegiatannya berupaya memberikan pelayanan yang baik. Dari pelayanan yang baik itulah masyarakat menaruh kepercayaan untuk menitipkan anak-anaknya ke sekolahan tersebut. Orang tua menitipkan anak-anaknya kesekolah tentunya mempunyai tujuan, yakni supaya anaknya nanti menjadi pandai dan mempunyai karakter yang baik (akhlak). Sekolah pun tak luput dari tugasnya yaitu mensukseskan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Istilah sopan santun sekarang sudah jarang didengar oleh anak, didengar saja jarang apa lagi dilakukan. Kalau dirasakan saat ini Indonesia sedang mengalami darurat akhlak. Kenapa bisa terjadi? Ada apa dengan semua ini? Bagaimana dengan guru-guru yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional? Bagaimana dengan keprofesionalan guru-guru sekarang yang dilegalitaskan dengan sebuah sertifikat pendidik? Apakah mereka sudah melakukan pendidikan dengan baik, atau justru mereka disibukkan dengan berbagai tuntutan administrasi yang banyak untuk kepentingan jabatannya dan tunjangan profesinya. Jadi, apakah penyebab kemerosotan moral/akhlak siswa itu bersumber dari guru atau aturan (system) nya yang salah. Mungkin ini dapat menjadi perhatian dari pemerintah, apakah gurunya atau sistemnya yang perlu diperbaiki.
Terkait dengan pendidikan akhlak, yang menjadi ujung tombak dan kadang juga menjadi kambing hitam adalah Guru, khususnya guru Pendidikan Agama. Karena Indonesia mayoritas penduduknya adalah Muslim, maka disini yang menjadi sorotan adalah Guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Jika ada seorang pelajar yang melakukan akhlak yang tidak terpuji, maka yang pertama ditanyakan adalah “itu anak nya siapa?”, ”itu anak sekolah dimana?“, “siapa guru Agamanya?”. Jadi secara langsung maupun tidak langsung pendidikan akhlak merupakan tanggung jawab guru PAI, mereka secara tidak langsung membawa beban untuk menjadikan anak didiknya menjadi anak yang berakhlakul karimah. Permasalahannya, guru PAI sekarang ini menjadi barang yang langka. Terbukti bahwa ditemukannya sekolah-sekolah yang bernaungan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengalami kekurangan guru Agamanya. Bahkan tak jarang yang mengajar mata pelajaran PAI adalah guru-guru illegal. Kenapa illegal karena di isi oleh guru tidak tetap (yang statusnya kurang jelas), bahkan karena kekurangan guru PAI maka mapel PAI yang mengisi adalah guru dengan latar belakang pendidikan tidak linier. Sehingga kompetensinya kurang ahli dibidangnya, dan hasilnya nantinya kurang maksimal. Kenapa? Karena pendidikan Agama Islam tidak hanya transfer knowlage saja tapi juga transfer value dan juga ada hidden curriculum.
Kekurangan tenaga guru dan kurangnya perhatian pemerintah bisa jadi penyebab utama kemrosotan akhlak siswa. Guru non PNS (GTT) mempunyai jasa yang besar dalam berlangsungnya pendidikan di Indonesia. Hal tersebut tidak di imbangi dengan adanya perhatian dari pemerintah. Dari segi pengakuan, guru GTT bisa dikatakan guru yang tidak professional, kenapa? Karena tidak mempunyai bukti keprofesionalannya yang berupa sertifikat pendidik. Persyaratan untuk mendapatkan NUPTK ataupun ikut pelatihan keprofesional dalam rangka untuk mendapatkan sertifikat pendidik haruslah mereka diakui sebagai guru tetap. Siapa yang dapat melegalkan? Yaitu pejabat seperti Bupati ataupun Gubernur, kalau pejabat tersebut bersedia memberikan surat keterangan menjadikan guru GTT menjadi Guru tetap sekolah, maka permasalahan ini selesai. Sebaliknya jika pejabat tersebut masa bodoh tidak mau memberikan surat keterangan sebagai guru tetap, maka sampai kapanpun GTT tersebut diragukan keprofesionalannya dan di anggap guru illegal.
Wajah pendidikan di Indonesia bermacam-macam, terdiri dari sekat dan kotak-kotak. Ini sangat menarik untuk diketahui masyarakat. Guru sendiri itu terbagi dua, yaitu guru yang bernaung pada Kementerian Agama dan guru yang bernaung pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Guru terbagi dua lagi, yaitu guru PNS dan guru non PNS (GTT), terbagi dua lagi, yaitu guru professional dan guru tidak professional. Mereka mempunyai tugas, beban dan tanggung jawab yang sama yaitu mencerdaskan anak bangsa. Sekat ataupun kotak-kotak tersebut bisa menjadikan polemic yang mengakibatkan penurunan etos kerja karena adanya perbedaan kebijakan dari masing-masing. Jika hal itu yaitu adanya saling lirik-melirik antar guru tersebut, maka yang mengalami dan merasakan dampaknya adalah anak didik. Semoga pemerintah dapat memecahkan masalah yang ada pada dunia pendidikan ini. Jika pemerintah diam maka pemerintah rela melihat anak bangsa sebagai generasi penerus yang memiliki kualitas rendah, baik dari segi pengetahuan (kognitif) maupun akhlak (afektif) dan sikap (motoric).
Pendidikan karakter yang di rencanakan oleh pemerintah tidak akan mungkin dapat maksimal sesuai harapan tanpa adanya kerjasama yang baik dengan guru. Perhatian kepada infrastruktur itu penting, akan tetapi ada yang lebih penting yaitu perhatian terhadap SDM guru dan kesejahteran guru semuanya haruslah imbang. Sehingga etos kerja yang baik dapat terwujud dan menghasilkan buahnya, sehingga dapat dirasakan hasilnya. Pemerintah jika perihatin dengan kondisi akhlak pelajar di Indonesia, harus memberikan kebijakan yang baik, manusiawi dan rasional.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar