Rizka Khairani Hasibuan

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
GILANG  DAN SISA RINAI

GILANG DAN SISA RINAI

GILANG DAN SISA RINAI

oleh : Rizka Khairani Hasibuan

1/

Aku tersentak dan terjaga, dari tidur panjang entah sejak pukul berapa. Kusapu langit-langit ruangan yang tak lagi berwarna putih. Setetes air membasahi mata kaki, terasa dingin. Dengan nanar kutatap ke atas, lalu terdengar rintik hujan di atap gubuk penuh kenangan ini.

Seperti atap yang tak lagi sempurna, begitulah hatiku saat ini. Telah terkeping, dan tak utuh lagi. Lalu, aku bangkit. Namun, denyut di kepala menghempaskan kembali ke hamparan tikar kusam. Netraku mencari sosok lelaki kekar di ruangan itu, namun nihil. Dia tak ada.

Aku terus mengumpulkan sisa-sisa tenaga. Dentang jam tua peninggalan Ibu menggema. Mengajak untuk segera menyepi, mengadukan seluruh bongkahan rasa hati dalam pekat malam. Bersama gigil, ku bersuci mengharap kekuatan. Lalu bermunajat, mengharap sisa-sisa iman tetap bertahan di sudut hati ini.

2/

Suara dengung panjang mobil putih mendekati gubukku. Dengan tergesa, beberapa lelaki berbaju putih mengangkat tubuh Gilang kehadapanku. Telah terbujur kaku, dengan balutan putih berbercak merah. Tubuh itu pun kugoncang, tapi dia bergeming.

“Semua ini terjadi karenamu,” cecarku pada lelaki berbadan kekar yang meratap di sisi jenazah Gilang, anak semata wayangku.

Seperti wanita tak beretika aku mengamukinya di tengah keramaian. Kemarahan pun tak terkendali, ketika mendapati cerita tentang Gilang tertabrak truk di perempatan jalan. Gilang, permata hatiku. Anak kebanggaan yang selalu menghibur di saat-sat sulit.

3/

“Mak, Gilang pergi dulu, yah!” ucapnya riang tadi pagi. Selain pelukan hangat, dia pun mencium tanganku penuh takzim. Entah mengapa, terasa berat melepas Gilang pagi itu.

“Mak, berdoa saja supaya Covid-19 ini pergi. Biar Gilang sekolah lagi, dan Ayah pun punya pekerjaan lagi,” jawabnya saat kucoba menghalangi kepergiannya.

Sudah beberapa purnama Ayahnya tak bekerja. Sejak desas-desus ada virus ganas, mandor tempat dia bekerja pun tidak memiliki proyek lagi. Dia tetap santai, tidak tergerak untuk mencari uang dengan cara yang lain. Setiap hari, selalu berbaring malas memeluk guling lusuhnya. Tak bekerja, tak jua beribadah.

Selama ini tawa dan kelakar Gilang selalu mewarnai hari-hariku. Selalu setia menemani melipat dan menyusun rapi pakaian-pakaian tetangga di rumah. Dia begitu paham dengan posisinya sebagai anak buruh tukang cuci. Tak jarang dia harus memegang pakaian dalam wanita kala membantuku.

4/

Hingga saat itu, kemarahanku pada Ayahnya memuncak. Perang dunia terasa meletus. Di gubuk tua ini, Gilang harus menonton pertikaian dua orang dewasa. Segala macam kata-kata kotor, sumpah serapah menggema di telinganya. Kulihat, bulir-bulir bening menggelayut di sudut netranya. Seiring dengan suara pintu reot yang terbanting keras oleh Ayah Gilang.

Sejak itu, Gilang selalu meninggalkanku siang hari di rumah. Malam, sebelum tidur dia memberikan beberapa lembar uang. Jumlahnya tak seberapa, tapi sangat membantu untuk kebutuhan tiga jengkal perut. Dari ceritanya di malam terakhir sebelum pergi, aku tahu dia menjadi manusia silver untuk mendapatkan uang.

5/

Kini tawa Gilang raib. Peluknya yang manja masih terasa hangat di tubuhku. Setelah tahlilan terakhir malam tadi, langit pun menangis. Seolah turut terluka melihat derita hati seorang Ibu. Hujan deras itu menelan tangisan panjang hingga terlelap.

“Rabbii, beri aku kekuatan untuk menerima kenyataan pahit ini. Bukakan aku jalan keluar, menghadapi imam hidup yang tidak punya arah. Bantu aku menyadarkannya, bahwa hidup hanya sekali saja. Bahwa ada keabadian yang menanti di ujung sana,” pintaku. Tak lelah aku merapal doa dalam hening bersama sisa rinai malam ini.

Gilang mengajarkan makna hidup adalah perjuangan. Tidak boleh menyerah, menghadapi segala masalah. Namun kini, Gilang hanyalah sebuah kenangan. Semoga selalu setia menanti dan menyambutku kelak, di pintu keindahan surga.

#T231

#T365

#tugaskelasmenuliscerpen

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap bunda.

15 Sep
Balas

Tetima kasih bnayk Bunda

15 Sep

Kerennn Bun . Jadi ikut sedih....apalagi namanya sama dengan nama anak bujangku Gilang.

15 Sep
Balas

Kereeen cerpennya, Bunda. Sukses selalu. Salam literasi

14 Sep
Balas

Salam Literasi Pak, aamiin

15 Sep

Wow, luar biasa cerpen yg keren menewen, bu,mantap alur dibangun dgn diksi yg indah

14 Sep
Balas

Terima kasih apresiasinya Bu. Banyak belajar dari cerpen Ibu

15 Sep

Bagus sekali cerpennya.Saya folow yaa bun

14 Sep
Balas

Tetima kasih Bu

15 Sep

Walau isi ceritanya membuat netraku membasah, sungguh ini cerpen yang sangat indah, berbalut untaian kalimat yang sangat cantik. Salam hormat, Bun!

14 Sep
Balas

Salam hormat juga buat Bunda. Terima kasih apresiasinya Bu e

15 Sep

Mantul cerpennya, diksi dan alurnya sangat menyentuh. Semangat selalu, semoga sukses Bu. Barokallah.

14 Sep
Balas

Batikalloh juga Pak. Terimakasih

15 Sep

Bagus...mantap

14 Sep
Balas

Terima kasih Bu

15 Sep

Mewek Esi, Bu. Alur yang runtut dengan diksi yg indah. Keren pokoknya.

15 Sep
Balas

Terima kasih Bu yesi, senang dibaca Bu Yesi

15 Sep

Cerpen dengan tema yang menarik bu.. Sukses untuk cerpennya.

14 Sep
Balas

Terima kasih banyak Bu

15 Sep

Keren sekali ceritanya Bu. Mengalir dan enak dibaca. Sukses selalu dan salam literasi

15 Sep
Balas

Keren, Bu Rizka...

15 Sep
Balas

Makasih Bu Uki

15 Sep

Keren Bun. Semangat berliterasi, semoga sukses selalu. Amin.

15 Sep
Balas

Wow keren menewen nih Bunda. Bikin harus. Sabar menunggu bedah cerita kita minggu depan. Kita di kelas yang sama. Alhamdulillah.

14 Sep
Balas

Alhamdulillah kita sekelas Bun. Terima kasih Bu e

15 Sep

Keren

14 Sep
Balas

Makasih banyak Bu

15 Sep

Keren, bikin mewek bu

14 Sep
Balas

Iya Bu, makasih banyak

15 Sep

Mantap cerpennya. Diksinya izin sy follow ya

14 Sep
Balas

Terima kasih Bu

15 Sep

Keren bun salam sukses..ijin follow

14 Sep
Balas

Terima kasih Bu. Akan saya follow balik

15 Sep

Keren. Ceritanya mengalir mengajak pembaca hanyut di dlmnya. Sukses selalu

14 Sep
Balas

Aamiin. Terima kasih Bu

15 Sep



search

New Post