Hati Kami Di Satukan Oleh Cinta Dan Harapan

Air mata tidak selalu identik dengan kesedihan, tapi juga air mata kadang mengalir karena rasa cinta, haru dan bahagia. Menikmati hari-hari bersama menjadi guru adalah aktivitas yang komplit. Banyak cerita perjuangan dan pengorbanan yang terabadikan di hati yang tidak akan terlupakan. Kami banyak menghabiskan waktu bersama. Bertukar argumen dan buah pikiran demi kemajuan sekolah.

Kami tidak terlahir dari rahim yang sama. Tapi hati kami di satukan oleh cinta dan harapan. Cinta antara hamba dan Rabb. Cinta kepada Rasul yang kami rindukan. Lahir lah harapan akhir yang sama. Bisa berkumpul didalam jannah yang abadi. Harapan menatap wajah manusia yang Agung Rasulullah SAW. Didalam jannah itu pula kami mengharap bisa membawa ayah, ibu, istri dan anak-anak kami bersama menikmati keindahan yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah terlintas di pikiran. Sungguh sungai - sungai susu, madu itu nyata mengalir. Di pinggir sungai ada bidadari-bidadari yang cantik jelita sedang menunggu kami sambil tersenyum.

Menjadi guru banyak pengorbanan. Kadang kami lupa pada rasa capek, letih, lelah dan lapar. Rasa itu semakin lama semakin hilang, saat cinta dan harapan kerap kali menyapa. Kadang kami bimbang dan gelisah di saat banyak waktu kami habiskan disekolah, dibandingkan waktu bersama keluarga kami. Anak-anak kami juga rindu dengan ayahnya, rindu didengarkan cerita, rindu di peluk dan gendong. Tapi saat kami mendengarkan hadis banyak yang mendoakan kebaikan guru. Bahwa guru adalah Ummat terbaik, kami kembali semangat karena ada cinta dan harapan di akhirat.

SDIT Muhammadiyah Bireuen bukan sekedar tempat mengajar, tempat kerja, bukan hanya sekedar sekolah. Ini tempat berbagi cinta dan harapan. Punya visi yang sama. Kami menemukan keluarga baru, hati kami terikat oleh ukhwah. Kami menemukan identitas sekolah ini. Ini adalah sekolah dakwah, sekolah para pecinta Alquran. Fasilitas kami tidak mewah. Tapi hati kami mewah saat disekolah dan saat berada didalam kelas karena ada cinta dan harapan disana.

Rizki dasilva