Tsunami Aceh 14 Tahun Yang Lalu
Ini sejarah yang sulit dilupakan oleh bangsa kami. Sejarah kelam yang menjadi pelajaran mendalam. Beribu kisah pilu yang yang terlukiskan di ujung sumatera, Indonesia. Kehilangan orang tercinta dan tersayang kembali menyelimuti hati. Nisan tak bertuliskan nama. Tapi Iman didalam dada kami percaya, Hanya kepada Allah kami kami kembali.
14 tahun yang lalu, saat itu saya masih remaja. Gempa yang maha dahsyat. Kami mengira kiamat sudah datang. Saat itu saya duduk di jalan tanpa sandal didepan rumah makcik saya. Goyangan gempa yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Hanya Takbir bersahutan diantara manusia. Gemetar tubuh saya. Jantung berdegup kencang yang tak terhentikan. Apakah ini akhir segalanya. Duhai dunia yang mempesona.
Tidak lama setelah itu, saya mendengar air laut naik. Ini pertama dalam hidup saya mendengar kata-kata tsunami. saya tonton di televisi tetangga. Saat itu saya belum ada televisi. Maklum bukan orang kaya. Di ujung sumatera, saudara saya, rakyat Aceh mati bergelimpangan, jenazah berhamburan tanpa pakaian. Hampir Seluruh bangunan, rata dengan tanah. Hanya rumah Allah berdiri kokoh. Inilah kekuasaan Allah.
Seminggu setelah tsunami saya datang ke Banda Aceh. Saya kaget melihat mayat masih ada di pinggir jalan dan sungai. Kerumuni lalat. Mau tak sedap masuk ke saraf-saraf kepala. Hanya zikir yang mampu saya ucapkan. Allah telah menampakkan sebagian kekuasaan kepada hambanya, Manusia begitu kecil dan lemah dihadapannya. Hari pembalasan akan pasti datang atas hamba-hamba yang ingkar atas Rahmat dan nikmatnya.
Sebagai orang beriman, kajadian tsunami 14 tahun yang lalu ini, saya percaya. Allah sayang kepada Aceh. Saat hambanya mulai mencintai dunia daripada akhirat. Allah menegur, supaya kembali kejalan yang benar. Ini momentum terbaik buat bangsa kami untuk bertaubat. Menyadari bahwa dunia ini adalah tempat persinggahan sementara. Ampun kami Ya Allah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Saya merinding membaca tulisan ini. Pernah bertemu dengan seorang teman dari Aceh, beliau ceritakan tentang Tsunami Aceh. Semua yang mendengarkan menangis. Semoga kita selalu mengingat Allah. Salam kenal dan semangat
Salam kenal kembali
Saya di Medan, namun saya bisa merasakan kepiluan itu. Tetangga tepat di sebelah rumah saya, ibu tersebut memiliki dua anak yang tinggal di Meulaboh. Jantung berdegup kencang, tangan gemetar, ketika saya diminta oleh beliau menghubungi kedua anaknya untuk mencari kabar. Kebetulan saat itu kami sudah memiliki ponsel ala kadarnya. Ya Allah, kaki saya lemah lunglai ketika tak mendengar suara apapun di sana. Jaringan komunikasi terputus. Konon pula pak ustadz melihatnya langsung di sana. Ya Allah ya robb, Kau Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ampuni kami, irhamna ya robb.
Amiin