Rizky Satria

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Memaknai Pancasila di Ruang-Ruang Kelas Kita
(Sumber: www.aktual.com)

Memaknai Pancasila di Ruang-Ruang Kelas Kita

Pancasila belum benar-benar termaknai dalam keseharian di lingkungan kita. Jika ditanya “Apa itu Pancasila?” Biasanya orang akan menjawab “Dasar Negara!” Lalu menyebutkan silanya satu persatu. Tapi ketika ditanya “Apa makna Pancasila untukmu?” atau lebih mudahnya “Apa hubungan antara Pancasila dengan hidup kita?” Mereka biasanya langsung tertegun dan berpikir. Hingga kemudian, respon yang diberikan hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.

...

Di sekolah, Pancasila biasanya sebatas diolah pada materi pelajaran di kelas PPKn, dan oleh karenanya hanya menjadi tanggung jawab dari guru-guru PPKn semata. Di luar itu Pancasila hanya diingat sebagai serangkaian pernyataan yang dibacakan di saat upacara atau sebagai simbol-simbol di tembok sekolah (patung garuda atau pigura butir Pancasila). Tidak lebih. Padahal, sekolah adalah tempat yang strategis untuk mempelajari dan memaknai berbagai hal dalam kehidupan. Oleh karenanya, sebagai guru, selayaknya kita bisa merespon kondisi ini dengan semangat yang positif, semangat untuk menjadi bagian dari solusi, bukan permasalahan. Ya, kita bersama perlu membantu menyegarkan kembali Pancasila, memaknai kembali Pancasila di ruang-ruang kelas kita.

Dalam hal ini, karena Pancasila lahir di tengah semangat kemerdekaan, maka semestinya kita dapat menggulirkan pembelajaran yang juga merdeka pada saat memaknai Pancasila. Caranya:

Hindari bentuk belajar yang menuntut setiap anak untuk menghafal dan melakukan tes di akhir kegiatan. Sebaliknya, ajak anak untuk langsung berpraktik dalam keseharian dan secara kontinyu melakukan refleksi di setiap akhir kegiatannya. Biarkan proses belajar anak berjalan secara wajar dengan menjadikan mereka sebagai subyek mandiri yang dapat berproses melalui alur tahapan sebagai berikut; Bagian pertama: Membangun perilaku dan kemampuan (karakter) positif secara alamiah dalam keseharian, Bagian kedua: Mengeksplorasi pemahaman tentang kaitan antara karakter positif tersebut dengan nilai-nilai Pancasila, Bagian ketiga: Menggali Pancasila sebagai cara hidup dalam bermasyarakat dan bernegara.

Bagian Pertama

Membangun Karakter Positif dalam Keseharian

Sebagai modal awal untuk memaknai Pancasila, kita bisa membantu anak untuk membangun perilaku atau kemampuan positif yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap manusia, misalnya sebagai berikut:

 Sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa: Mengajak anak untuk selalu merefleksikan kelebihan dan kekurangan dirinya sebagai makhluk Sang Pencipta, menjalankan nilai-nilai kebaikan ajaran agama masing-masing dalam keseharian, membangun kebiasaan untuk selalu bersyukur, bersikap reflektif, dsb.

 Sila 2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Membangun sikap santun dan apresiatif, saling tolong menolong, tidak memilih-milih atau membeda-bedakan teman, dsb.

 Sila 3 Persatuan Indonesia: Membangun kemampuan bekerjasama dan berkolaborasi, mendorong kekompakan kelas, dsb.

 Sila 4 Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan: Membiasakan untuk memecahkan masalah keseharian secara bersama-sama melalui sebuah forum kelas, mendorong sikap terbuka dan bebas berpendapat, membangun sikap kritis yang apresiatif, membuat kesepakatan kelas, menentukan tujuan belajar bersama, dsb.

 Sila 5 Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Membangun rasa empati, kepedulian terhadap sesama, menghargai persamaan, tidak meminta hak istimewa yang berbeda dengan teman sekelasnya, membiasakan untuk saling berbagi dan membantu, dsb.

Sebetulnya pemaknaan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila ini sudah populer di masa Orde Baru melalui istilah “Pengamalan Pancasila”. Namun sayangnya, esensi dari nilai-nilai sulit termaknai karena secara umum sering dipelajari dengan cara menghafal. Hafalan yang banyak dan menumpuk menimbulkan beban bagi pelajar, di mana beban tersebut malah meninggalkan trauma.

Oleh karenanya, akan lebih efektif apabila kita membiarkan perilaku ini terbangun secara wajar di ruang-ruang kelas kita dalam proses dinamika keseharian yang panjang melalui kegiatan refleksi yang berkesinambungan. Di sisi ini, saya kira, kita tidak mesti selalu mengaitkan setiap perilaku tersebut dengan setiap sila dalam Pancasila.

Bagian Kedua

Menghidupkan Simbol-Simbol Pancasila di Ruang Sekolah

Setelah menumbuhkan perilaku-perilaku positif dalam keseharian, kita dapat mulai menumbuhkan pemaknaan Pancasila dengan cara mengaitkan perilaku positif tersebut dengan simbol-simbol Pancasila, yakni Patung Garuda dan, yang lebih spesifik seperti, Bintang, Kepala Banteng, Pohon Beringin, Rantai, serta Padi dan Kapas. Ajak anak-anak mengeksplorasi kandungan pesan yang terkandung di balik simbol-simbol Pancasila tersebut. Salah satu alternatifnya adalah dengan cara mengajak mereka menyelidiki simbol-simbol Pancasila melalui kegiatan permainan, teka-teki, atau menjalankan misi. Di titik ini kita bisa mulai menegaskan tentang “Nilai Pancasila dalam perilaku keseharian”, bahwa simbol-simbol Pancasila tersebut sebenarnya sudah kita praktikkan dalam keseharian. Setelahnya, anak-anak dapat menampilkan kembali simbol-simbol tersebut dalam bentuk karya bebas yang bisa dibuat secara mandiri atau kelompok. Karya baru tersebut kemudian disimpan di dalam kelas sebagai pengingat untuk selalu melakukan perilaku yang positif.

Menghadirkan Inspirasi, Menularkan Semangat Pancasila

Selanjutnya kita bisa menggenapi pemaknaan terhadap simbol dengan dengan mengenalkan anak- anak pada tokoh-tokoh inspiratif yang sudah menerapkan semangat Pancasila dalam kehidupannya. Ada banyak keteladanan yang bisa kita gali dari mulai tokoh nasional seperti Sutan Sjahrir hingga tokoh lokal yang kita temui di sekitar kita. Buku setebal 658 halaman berjudul “Mata Air Keteladanan: Pancasila dalam Perbuatan” karya Yudi Latif dapat menjadi salah satu referensi yang cukup membantu untuk hal ini. Selanjutnya, guru bisa mengemas kegiatan yang sesuai dengan jenjangnya, dari mulai mendongeng, bercerita, berdiskusi, hingga melakukan penyelidikan dan presentasi mandiri.

Menularkan semangat Pancasila juga bisa dilakukan melalui lagu-lagu. Dari lagu nasional seperti Garuda Pancasila hingga lagu-lagu daerah yang relevan dengan semangat ini. Contohnya seperti lagu “Manuk Dadali” yang berasal dari daerah Jawa Barat. Simak saja petikan liriknya berikut ini:

Manuk Dadali manuk panggagahna (Burung garuda burung paling gagah)Perlambang sakti Indonesia Jaya (Lambang sakti Indonesia Jaya)Manuk dadali pangkakoncarana (Burung garuda paling tersohor)Resep ngahiji rukun sakabehna (Senang bersatu, rukun semuanya)

Menyanyikan lagu dengan sukaria sambil mencari tahu dan mendiskusikan makna liriknya biasanya menjadi kegiatan yang cukup menyenangkan bagi anak-anak di semua jenjang sekolah. Lebih jauhnya, anak-anak bisa diajak untuk membuat karya lagunya sendiri dengan tema yang berkaitan dengan Pancasila.

Bagian Ketiga

Menggali Nilai Pancasila secara Mandiri dari Kearifan Lokal Masyarakat

Karena nilai-nilai Pancasila berasal dari akar budaya di nusantara, anak-anak bisa diajak untuk mengeksplorasi kearifan lokal di setiap daerahnya untuk menemukan sendiri nilai-nilai tersebut. Sederhananya, dalam kehidupan komunal primitif yang menjadi asal muasal suku bangsa di nusantara, kita bisa menemukan prinsip yang kuat terkait kepercayaan terhadap Sang Pencipta, praktik gotong-royong, kekerabatan-persaudaraan, musyawarah untuk mengambil keputusan, dan rasa persamaan (egalitarianisme), yang semuanya mewujud dalam Pancasila. Di jenjang kecil, anak-anak bisa diajak untuk melakukan eksplorasi belajar dalam tema budaya etnik atau tradisi nusantara, sedangkan di jenjang besar anak-anak bisa diajak merancang kegiatan lapangan untuk melakukan penyelidikan langsung di masyarakat. Di akhir kegiatan, selain bisa menampilkan hasil belajar melalui kegiatan formal seperti membuat karya tulis atau melakukan presentasi, anak-anak juga bisa diajak untuk menampilkan hasil belajarnya melalui kegiatan seni seperti pembacaan puisi atau pentas drama.

Menempatkan Pancasila dalam Realitas Aktual Masyarakat

Setelah norma Pancasila terbentuk dalam pengalaman yang panjang selama bersekolah, di jenjang menengah anak-anak sudah bisa diajak untuk melihat permasalahan sosial-kontemporer di lingkungan sekitarnya dan mengaitkannya dengan Pancasila. Misalnya, mereka bisa diajak untuk menganalisis bagaimana hubungan antara Sila Ketiga dengan kondisi perpecahan antar pendukung calon menjelang Pemilu atau dengan konflik bernuansa SARA, bagaimana hubungan antara Sila Kedua dan Kelima dengan realitas kemiskinan, bagaimana hubungan antara Sila Keempat dengan sistem demokrasi yang sedang berlangsung, dan sebagainya. Hingga di akhir kegiatan, anak-anak dapat menyadari jika menghindari konflik, menanggulangi kemiskinan, mengawasi proses demokrasi, dan sebagainya adalah tugas kita sebagai warga negara Indonesia yang mendasarkan kehidupan bernegara kepada Pancasila.

...

Tugas kita sebagai guru adalah membuat Pancasila melampaui perannya sebagai materi pelajaran sekolah dengan menjadikannya sebagai sumber inspirasi bagi kehidupan sehari-hari. Hingga jika setiap anak diberi pertanyaan “Apa makna Pancasila untukmu?” atau lebih mudahnya “Apa hubungan antara Pancasila dengan hidup kita?” Mereka akan menjawab dengan yakin: “Pancasila adalah cara hidup saya sebagai bangsa Indonesia!”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post