Sinar rembulan yang terpancar dilangit kelabu dengan malu-malu memancarkan semburat keindahan akan nuansa cahayanya. Bagaikan seorang gadis belia yang hendak beranjak remaja. Pesonanya mampu memikat setiap orang yang memandangnya tak ingin untuk berpaling.

Pesonanya akan menjadi sebuah keindahan yang berlipat-lipat jika purnama datang, purnama yang melengkapi hingga menjadi suatu keindahan dengan sejuta pesona. Maka bertambahlah keindahan itu menjadi sebuah keindahan yang sempurna. Setiap semburat cahayanya dengan setia mengiringi setiap langkah kakinya, setapak demi setapak menyusuri relung kehidupan yang penuh dengan ilusi.

“Rembulan aku ingin sepertimu, indah tapi tak membuat luka”, Clarisa berkata pada rembulan yang tak bergeming.

Pancarannya seolah seperti membisikkan suatu desiran halus ke telinga Clarisa akan berjuta harapan. Setiap pancarannya seakan memberikan Clarisa sebuah harapan baru, seperti ia masih diberikan kesempatan untuk menghirup udara segar. Seolah-olah pancaran sinar rembulan di malam hari menjadi sebuah nafas yang berbentuk harapan.

“Semoga hal baik juga datang menghampiriku”, Clarisa berkata lirih, tapi pandangannya tetap lurus melihat langit kelabu yang ditemani rembulan.

"Hufthhhh...”, Clarisa menghembuskan nafasnya dengan kasar dan beranjak dari tempat itu.

Ia menyusuri setiap jalan yang ia lalui. Melangkah pelan dengan membawa berjuta harapan akan hari esok. Apakah ilusi yang tak bertepi ini akan tetap berlanjut atau berakhir dengan sebuah kebahagiaan.

“Aku yakin semuanya tak akan menjadi ilusi lagi”, ucap Clarisa dengan penuh keyakinan.

Dengan langkah pasti Clarisa pulang menuju rumahnya dengan membawa berjuta harapan yang ada di benaknya. Ia berharap semua itu akan menjadi sebuah kenyataan menuju kebahagiaan..