Outline : (1) Terpaku diam bagaikan batu

(2) Kata-kata pamungkas

(3) Hembusan nafas terakhir

(4)

Waktu itu, ketika aku kuliah semester V di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, masih teringat jelas diingatan ketika menerima telopon dari rumah meminta aku untuk segera pulang dan mengatakan Bapa ingin bertemu denganku. Oh iya, Bapaku sakit-sakitan waktu itu, lima bulan sudah beliau sakit, dan ketika beliau sakit Mamaku dalam keadaan mengandung. Tanpa pikir panjang aku bergegas siap-siap pulang, dan alhamdulillah perjalanan menuju terminal Leuwi Panjang dilancarkan oleh Allah SWT. Selama perjalanan pulang, entah mengapa air mataku mengalir deras dan tidak bisa ditahan. Dalam hati berkata “jangan nangis…jangan nangis”, tapi entah mengapa hati sama otak tidak saling mendukung.

Singkat cerita, tibalah aku di rumah, dan Bapa sedang terbaring lemah tak berdaya dikelilingi oleh saudara-saudara yang sudah berkumpul. Aku langsung menghampiri bapa dan duduk tepat disamping bapa persis dekat ke wajahnya. Bapa sambil terbata-bata menyampaikan seolah-olah berwasiat. “bismillahirrohmanirrohim” sangat jelas bapa mengucapkan kata itu, bapa meminta maaf kepadaku, menitipkan mama dan adik-adikku, seolah-olah bapa akan pergi untuk selama lamanya.

Bapa sudah mencurahkan semua yang ingin beliau sampaikan, dan akhirnya Beliau memutuskan untuk dirawat di RS Hasan Sadikin, Bandung. Berangkatlah beliau didampingi mama, Paman dan Uwa. Setelah mereka berangkat, suasana di rumah sudah mulai nyaman dan kami yang di rumah beranggapan alhamdulillah bapa mau berobat dan mudah-mudahan bisa cepat sembuh. Beberapa menit kemudian aku menerima telepon dari uwa yang ikut mengantar bapa ke rumah sakit, dan ternyata astagfirulloh aku terdiam terpaku tidak bisa berkata apa-apa ketika uwa menyampaikan bahwa bapa sudah menghadap Allah SWT. Aku terdiam sesaat, mengumpulkan tenaga dan menenangkan diri sendiri, di dalam hati aku terus berkata “kuat…kuat” karena aku harus tegar di depan adik-adikku. Aku anak pertama dari enam bersaudara, dan ayahku meninggalkan anak bungsu yang masih berusia tiga bulan.

Bebrapa saat kemudian bapa tiba di rumah, dan aku berhasil mengendalikan emosiku, aku tenang menghadapi keadaan ini, ketika bapa dibaringkan dan masih berpakaian lengkap aku langsung menciumnya dan berkata “semoga Allah menempatkan bapa di tempat yang paling mulia’. Alhamdulillah mama sangat tegar menghadapi kenyataan itu. Ketika itu mama baru berusia 32 tahun dan haus mengurus anak 6 sendiri. Mama memang wanita super wanita terhebat yang pernah aku kenal, perjuangan Beliau dalam mengrus dan mendidik anal-anaknya selama sepeninggal bapa sunguh luar biasa, Beliau sangat kuat, tegar dan bisa mengurus dan mendidik aku dan kelima adikku. Dan sekarang aku sudah menjadi PNS, adiku yang kesatu sukses dengan usaha kedainya, adiku yang kedua sukses dengan usaha took bajunya, dan adiku yang ketiga baru saja menikha tahun lalu, alhamdulillah sukses. Tinggal adik kelima dan keenamku yang belum menikah. Semoga mama selalu berada dalam lindungan Allah SWT dan senantiasa memberikan kesehatan lahir dan bathin.