Rohayati

Namaku Rohayati, Lahir di Jakarta, Seorang guru geografi di SMAN 1 Tanjungpandan, alumni IKIP Jakarta atau UNJ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Gemuruh Asa Hitam Putih(episode 29)

Gemuruh Asa Hitam Putih(episode 29)

Tantangan Hari ke 238

#tantanganGurusiana

#menuju-365

Gemuruh Asa Hitam Putih(episode 29)

Sesudah sarapan aku bersiap berangkat kerja. Kuhidupkan motor tuaku, kupanasi sebentar. Lalu kudekati Alif yang lelap dalam gendongan umaknya. Kuciumi jagoan kecilku serta ku kecup kepala umaknya. Lalu aku menghampiri umakku yang sedang menyapu lantai, seraya berkata,

“Bari jalan dulu, mak”, sambil kucium tangan umak,

“Assalamualaikum”,

“Waalaikumsalam, hati-hati nak”, jawab umak

“iya, mak”, jawabku pula.

Segera ku naikkan standar motor, dan kujalankan motor tuaku menuju tempat mencari nafkahku diiringi tatapan mata Jia dan umak serta lelap mata anakku.

Sampai di tempat babah Zhang, Ny. Fang Yin tampak tergopoh berlari, seperti mencari-cari seseorang. Melihat kedatanganku, Ny. Fang Yin memberi kunci mobil,

“Cepat keluarkan mobil, kita ke rumah sakit segera”, kata Ny. Fang Yin agak panik.

“Kita ke rumah sakit mana, bu?”, tanyaku.

“Ke Rumah Sakit Utama”, kata Ny. Fang Yin.

“Segera kularikan mobil yang membawa tubuh babah Zhang menuju Rumah Sakit Utama. Sebuah Rumah Sakit Swasta terbaik di Tanjungpandan. Terkenal dengan dengan penanganan yang cepat. Segera babah Zhang masuk ruang gawat darurat dan dengan segera ditangani dokter-dokter muda yang cekatan. Babah Zhang mengalami drop karena seharusnya sudah mendapatkan transfusi darah. Aku dengan sukarela memberikan darahku untuk bapak mertuaku. Untuk sementara babah Zhang masih dirawat di ruang gawat darurat. Babah Zhang masih tidak sadarkan diri. Hampir terlambat membawanya ke rumah sakit.

Aku menemani Ny. Fang Yin menjaga babah Zhang. Takut kalau-kalau ada yang bersifat emergency, biar aku yang segera bergerak. Tiba-tiba babah Zhang seperti tersadar, dan menyebut-nyebut nama Jia,

“Jia ... Jia...” serunya berulang-ulang.

“Jia ... ?!!” desahnya pula .

“Bari, cepat kau bawa istrimu ke sini, bawa juga anakmu, ini kunci, pakai mobil, selimuti bayimu rapat-rapat ya, cepat Bari!!!”, perintah Ny. Fang Yin, segera aku laksanakan. Aku pulang untuk menjemput Jia dan bayi kami.

Sampai di rumah, Jia tengah menyusui Alif. Kutunggu beberapa saat sampai selesai Jia menyusui anakku. Perlahan kubisikkan di telinga Jia, bahwa kedatangannya sangat dibutuhkan.

“Papa membutuhkan kehadiranmu dan anak kita, sayang”, kataku.

Lama Jia menatapku, seakan masih tak percaya dengan apa yang aku katakan.

“Yuk ... kita bersiap, mama menyuruhku menjemputmu, Jia. Ini kuncinya”, kataku memperlihatkan kunci mobil untuk meyakinkan Jia.

Dengan agak sedikit merayunya, akhirnya Jia mau bersiap. Setelah pamit pada umak, kami salim pada beliau, lalu kamipun berangkat. Tak butuh waktu lama, sampailah kami di Rumah Sakit Utama. Langsung kupandu Jia ke ruang UGD. Ragu Jia melangkah, dia khawatir papanya akan marah padanya.

“Ayo, Jia”, bujukku.

Akhirnya sampailah Jia didepan ruang UGD. Kubuka pintunya, terlihat Ny Fang Yin duduk di samping tempat babah Zhang terbaring lemah. Dengan melangkah pelan, Jia mendekati papanya yang tengah terbaring. Ny. Fang Yin segera berdiri dan memberi tempat duduknya untuk Jia duduk.

Babah Zhang membuka matanya dan menoleh ke arah Jia yang tengah memangku Alif.

“Ini cucu papa?”, tanya babah Zhang.

Jia mengangguk pelan.

“Laki-laki .. atau .. pelem..puan”, tanya babah Zhang pula pelan dan terbata.

“Laki-laki, pa. Namanya Alif”,

“Alif, ... nama yang bagus”, kata babah Zhang dengan sedikit tersenyum.

“Boleh papa menciumnya?”, tanya babah Zhang.

“Tentu saja, pa”, jawab Jia yang mulai berkaca-kaca menahan haru.

Babah Zhang mencium Alif lalu memandanginya. Luluh air mata membasahi pipi Jia.

“Matanya sama sepelti matamu”, kata babah Zhang. Lalu babah Zhang menarik nafas dan

mulai berkata lagi,

“Jia, maaf..kan.. papa, ..nak”, terbata-bata babah Zhang mengatakannya.

“Papa sudah amat egois kepadamu”,katanya pelan. Alif seperti mengerti situasi yang tengah terjadi. Tidak terdengar rengekan ataupun tangisannya sedikitpun.

Air mata mulai jatuh dipelupuk mata babah Zhang. Tangis kesedihannya membuat tubuhnya berguncang-guncang menahan tangisnya. Rasa bersalahnya dan kesedihan yang teramat dalam membuat tangis babah Zhang pecah...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Akhirnya hati babah Zhang luluh jg, smg Jia mendapatkan kebahagiaannya kembali

02 Nov
Balas

Aamiin terimakasih suport dan doanya ibu Yurlina cwantiq

02 Nov

Akhirnya hati babah Zhang luluh jg, smg Jia mendapatkan kebahagiaannya kembali

02 Nov
Balas

maacih bangets ...

02 Nov

Cinta orang tua pada anaknya selalu sebesar samudra. Keren banget, Bu.

02 Nov
Balas

Terimakasih apresiasinya ibu Yuniar Widati, sehat dan sukses selalu

02 Nov

Akhirnya mau menerima. Senangnya. Lanjut bu Ro.

02 Nov
Balas

Terimakasih suportnya selalu bu Nora cantiq ...

02 Nov

Terimakasih para Admins, sehat selalu ...

02 Nov
Balas



search

New Post