Pulang dari pelatihan menulis buku Mediaguru, aku membawa segenggam harapan yang tak ingin ku lepas. Bertemu dengan sang kekasih hati dengan wajah lelahnya setelah mengikuti rangkaian kegiatan bersama komunitasnya. Ku urungkan niat bercerita tentang keinginan menulis ku, karena ini bukan waktu yang tepat. Sampai rumah kami membersihkan diri, bercakap-cakap sebentar tentang kegiatan kami masing-masing selama dua hari ini. Waktu mulai merangkak di kesunyian malam dan kamipun terlelap dalam buaiannya.

Ketika pagi menyapa, matahari memaksa menerobos dedaunan di halaman rumahku hingga menembus celah-celah jendela kamar. Kekasihku perlahan membangunkanku dengan berucap "hari ini aku akan keluar kota selama tiga hari". Mataku yang tadinya lengket tiba-tiba terbuka lebar melotot memandangnya. "What's! Mengapa tidak cerita semalam?" Dengan senyum tipisnya, ia meninggalkanku begitu saja berkalungkan handuk. Apa yang harus aku lakukan, bajunya belum aku siapkan, sedangkan hari ini harus mengajar. "Tenang, tenang, tarik nafas dalam-dalam".

Kusiapkan semua keperluannya, Kutata dengan rapi dikopernya walau dengan hati yang penuh tanya. Bagaimana bukuku? Di rumah tanpa dia, konsentrasi ikut lenyap. Ah, berdoa saja semoga malam-malam tanpanya tidak turun hujan. Hujan memang membawa berkah, tetapi hujan malam hari tanpanya membuatku bersembunyi di balik selimut.

Malam ini, hujan menghampiri bumiku. Di rumah berdua dengan si bungsu membuat nyaliku ciut. Laptop merahku sudah melambaikan tangannya, tetapi rasa sepi menarikku lebih kuat untuk sembunyi di balik selambu kesayanganku. Mata tak mau terpejam juga terbayang buku dengan namaku terbang ke Jakarta.

Kubuka androidku, kulihat aplikasi satu persatu dan terhenti di "Menemu Baling" (dibaca: menulis dengan mulut membaca dengan telinga). Semangat membara lagi, kutulis kata demi kata sambil tiduran di samping si bungsu. Tak harus di depan laptop, tak harus duduk. Bersembunyi di balik selambu ternyata tetap bisa menulis. Semangat!