Lampu Neon Part 1
Hiruk pikuk keramaian di terminal bus malam antar provinsi membuat kakiku lelah berjalan. Saling berdesakan untuk mencari tempat duduk yang hanya sedikit sehingga tak dapat menampung semua penumpang yang menunggu kedatangan bus mereka. Wajah-wajah kesal mulai tampak karena rasa panas dan capek. Aku yang dari tadi duduk di kursi paling depan juga tak sabar menunggu kedatangan bus. Bus warna hijau dengan kapasitas tempat duduk 32 orang jurusan kampung baru parkir tepat di depanku. Alhamdulillah, bus yang kutunggu akhirnya datang juga.
Orang-orang mulai berdesakan berebut untuk segera naik. Apa yang diperebutkan, toh nomor kursi sudah dikantongi. Aku tetap duduk tenang menunggu semua penumpang naik. Setelah semua duduk di kursinya, kulangkahkan kakiku menuju bus dan kusapa mas kondektur dengan senyum,"Sore mas."
"Sore mbak, silahkan naik, kursi paling depan sudah menunggu." Jawabnya dengan ramah.
Duduk di kursi paling depan dan sendiri, karena sudah tak ada penumpang yang memegang nomor kursi sebelahku. Ah, lumayan lega dan nyaman perjalananku nanti. Meski tak senyaman hatiku saat ini. Pulang ke rumah ibu yang biasanya dengan riang gembira harus terampas oleh sebuah harapan yang terhempas dalam sekejap. Bangun tidur yang ceria karena menunggu kekasih hati tuk datang sebagai penyemangat perjalananku. Tapi semua kandas, hancur berkeping-keping.
Kuletakkan tas punggungku di kursi sebelahku, ketengok keluar berharap kau datang mengejarku. Ah, jangankan mengejarku, memberi kabar pun tidak. Berlahan bus mulai jalan, seperti bayi diayun, semua penumpang terlelap dalam tidur. Aku yang biasanya lelap dalam buaian mimpi, kali ini tak terpejam sedikitpun. Suara merdu gesekan udara dengan bus menambah keruh suasana hatiku. Tak ada kabar apapun darimu.
"Dimana kamu?" Kukirimkan pesan singkat melalui telepon genggamku.
"Maaf ya, aku tidak bisa datang. Sudah berangkat ya?" Jawabmu
Tak kujawab pesanmu, ada rasa benci, sedih dan kecewa bercampur di dadaku. Kubiarkan pesan-pesan di handphoneku, aku malas tuk menjawabnya.
Iseng-iseng aku membuka Facebook untuk menghibur diri. Ooohhh, ternyata kau sedang bersamanya. Gadis cantik idola semua laki-laki di sekitarnya. Karena dia, kau lupa denganku, bukan pertama kalinya. Aku sadar dia lebih berarti bagimu. Lalu aku ini apa? Lampu neon, yang dibutuhkan kala sang mentari meninggalkan siang. Kau kejar diriku dikala dia tak bersamamu. Kau marah saat aku tak hadir kala kau sendiri. Tapi kau lupakanku saat ada dia di sampingmu.
Mata sipitku mulai berair, rambutku kuacak-acak tanpa sadar. Kubaca obrolanmu dikomentar Facebook. Kau berencana datang ke rumah teman-temanmu. Ooohhh serasa teriris hatiku, bahkan kau berhasil mencincangnya bahkan kau tusuk dan kau bakar seperti sate kambing. Sempat? Kata itu muncul di hatiku. Kau tak sempat mendatangiku, tapi sempat untuk mereka?
Kubuka lagi penjelasanmu melui SMS di hpku. Semua busyiiit,, kamu telah memporak porandakan bangunan yang kau bangun sendiri sekian lama. Susah payah aku mempercayaimu kembali, hilang dalam hitungan menit. Jika aku lampu neon di hatimu, pergilah bersama mentarimu. Kan kunikmati perjalanan panjangku menuju kampungku. Kampung ibuku tercinta. Kerikil tajam, jalan berlubang, macet, dan berbagai kendala kunikmati dengan senyum, karena inilah hidup. Lampu neon tak kan pernah abadi seperti mentari.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
"Karena inilah hidup. Lampu neon tak kan pernah abadi seperti mentari." Kata-katanya dalam banget. Koreksi saya beberapa kalimat, terutama di awalan paragraf terlalu panjang. Mungkin jika dipotong membuat pembaca bisa lebih santai. Masukan aja loh bu.
Terima kasih sarannya
Keren cerpennya, bu
Terima kasih bu, masih belajar